Pemulihan

6.1K 360 6
                                    

"Tak bisakah kau memakai baju musim dingin!"

Aku berteriak dan menatap kesal lelaki didepanku ini, tak perduli dengan puluhan mata yang memandang kami bingung.

"Dia sudah terbiasa dengan dingin, Lena"

"Diam kau Ludwig! Aku sedang berbicara dengan lelaki ini." Teriakku, telunjukku mengacung kearah wajahnya yang tersenyum senang. Lelaki itu menarikku kedalam pelukannya, "Aku merindukanmu." Lirihnya.

Aku mendesah pelan, tanganku mulai melingkari pinggangnya yang hanya tertutup oleh sweater putih. Membalas pelukannya.

"Sepertinya aku harus mulai terbiasa dengan kebiasaanmu." Kataku setelah pelukan kami terurai. Justin tersenyum dan mengelus puncak kepalaku lembut. Aku melirik Ludwig yang terkekeh pelan, disampingnya berdiri Emily Blanck yang memeluk Ludwig posesif.

"Aku tak menyangka kau menikah diusia semuda ini." Ucap Emily ramah. Senyuman manis terus terlukis dibibirnya.

Aku mengangguk, lenganku merangkul pinggang lelaki-ku.

"Terkadang takdir tak seperti yang diharapkan, Emily."

"Dan kalian kapan menikah ? Aku bosan melihat kalian menjadi sepasang kekasih yang tak punya tujuan." Tambahku.

Ludwig mendengus kesal, mata coklatnya menatap ku tajam.
"Jaga bicaramu anak kecil! Hubunganku tentu punya tujuan, hanya saja belum waktunya untuk saat ini. Secepatnya kami akan menyusul."

Aku mengangguk, pandanganku beralih ke menara Eiffel di depan kami.

"Aku tak menyangka dapat melihat menara Eiffel seindah ini."

Justin tersenyum, "Dan aku tak menyangka melihat menara Eiffel sebahagia ini." Lanjutnya.

Kekehan kecil keluar dari mulutku, entah sejak kapan Justin pandai merayu.

"Aku pernah bermimpi ke Paris dengan orang yang ku cintai."

"Dan sekarang mimpi itu terwujud." Ucapku pelan seraya memandang mata Justin dalam. Melihat secara inci wajah tampannya. Rambut coklat terangnya, mata coklat keemasan, hidung yang mancung, serta bibir tipis nan berisi yang membuat siapapun tergoda.

"Aku mencintaimu." Bisik Justin ditelingaku, membuatku tergelitik karena desahan nafasnya.

"Aku.." ucapku terpotong saat kurasakan bibirku tersumbat oleh bibir yang lain. Aku tak melepasnya, menikmati alur permainan bibir Justin dengan khimat. Aku mencintaimu selamanya dan selamanya.

-------

Aku menyesap coklat panasku, memasang earphone dan mengecek media sosialku. Aku tersenyum samar saat mengunggah foto-foto ku dengan Justin yang diambil kemarin melalui akun pribadiku. Aku melihatnya sekali lagi, foto Justin yang mencium bibirku mesra dengan menara Eiffel sebagai latarnya. Aku bersorak dalam hati saat mendengar Ludwig mengabadikannya.

Tok tok tok

Dinding kamarku terketuk, aku memperbaiki posisi dudukku dan mulai mengetuk dinding. Justin dan aku memang sering berbicara melalu dinding ini.

"Lena kau kah itu ?"

Terdengar suara dibalik dinding berwarna ungu lembut ini. Aku mengenali betul suara khas milik lelaki-ku ini.

"Iya Justin. Ada apa ?"

"Aku ingin mengajakmu makan malam, apakah kau bisa ?" Tanyanya.

Alisku terangkat naik, tentu aku takkan menolak. Dia suami ku bukan ? Lagipula aku bukanlah tipe istri yang membangkang.

Lena LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang