Cemburu

5.8K 393 6
                                    

"Jadi, Cassandra mengancammu?"

Aku menghembuskan nafas pelan dan mengangguk perlahan.

"Dan kau hanya menangis ?" tambahnya lagi.

Mataku berpaling dari wajahnya yang cantik ke arah taman yang kini berubah menjadi hamparan salju.

"Aku tak dapat lagi menahannya." lirihku.

Ia mendengus kesal, dan bangkit berdiri berjalan pelan ke arah lampu taman.

"Kau harus memberitahu Justin."
Aku menggeleng cepat, melangkah kaki ke arahnya.

"Jangan, ia akan merasa menang, Rowena. Aku harus membuktikan kalau aku bukan wanita lemah dan Justin mencintaiku sepenuhnya." ucapku semangat.

Mata birunya menatapku bangga, senyum tipis terbentuk dibibir merah mudanya.

"Kau bukan lagi Lena yang pertama kali ku lihat."

Alisku terangkat naik, baru saja aku hendak menanyakan hal itu. Rowena sudah kembali bersuara "Saat pertama kali bertemu diruang makan auramu sangat lemah, Lena. Aku bahkan setuju keputusan Justin untuk menbencimu. Tapi semenjak rasa itu muncul didalam hatimu, kau berubah. Aku memang masih merasakan aura lemahmu tapi lama kelamaan aku yakin aura itu akan menghilang. Aku tahu." tuturnya panjang lebar.

Aku tak lagi dapat berkata-kata. Tanpa persetujuan dari otak, tubuhku langsung memeluk tubuh dingin Rowena.

"Terimakasih atas semuanya, Rowena." lirihku.

"Kau bahkan sudah ku anggap adikku, Lena." jawabnya kemudianku rasakan lengannya melingkar di punggungku. Ia membalas pelukanku.

----------

Langit malam kembali memuntahkan butiran putih ke bumi. Aku memeluk gulingku dengan erat, memejamkan mataku secara paksa, dan membolak-balikkan badan. Aku mendengus kesal dan memandang langit-langit kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi dan aku belum terlelap. Aku menyibak selimut ku pelan, melangkahkan kakiku keluar kamar.

"Belum tidur rupanya." gumamku.

Dengan langkah pelan dan teratur, ku langkahkan kakiku menuju ruangan tersebut. Dari ventilasi udara terlihat lampu diruangan tersebut masih menyala dan orang itu tentu belum tidur.

"Just.."

Aku berhenti berucap, mataku memandang tajam orang yang duduk di sofa merah darah ruang kerja Justin.

"Hai sayang, ada apa ?" tanya lelaki itu dari balik laptopnya.

Aku tak menjawab hanya terus melangkah ke arah meja kerja Justin, melewati wanita berkulit putih pucat dengan gaya angkuh.
"Aku tak bisa tidur." ucapku semanja mungkin. Rasanya benar-benar ingin muntah, aku memang manja tapi tidak berlebihan seperti ini. Lelaki itu memandangku bingung, sebelum akhirnya berubah jadi senyuman manis.

"Aku ingin tidur denganmu, Justin." tambahku.

Aku memandang sekilas Cassandra yang melihat ku dengan senyum manis dibibirnya. Pendusta ulung batinku.

"Tapi aku ingin tidur dikamarmu."

Bibir Justin menganga, ia mungkin tak menyangka aku akan se-berlebihan ini. Dengan nada bicaraku yang centil dan jariku yang terus menerus menari didada bidangnya, aku harus menerima resiko akan perbuatan menggoda ini.

"Tapi.."

Aku memotong ucapan Justin, jari telunjuk ku letakkan di bibir lelaki itu.

"Tidak ada tapi-tapian. Cassandra pasti akan mengerti, bukankah begitu Cassandra?"

Lena LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang