Licik

5.5K 404 1
                                    

"Lena."

Aku mengerucutkan bibirku, melipat tanganku didepan dada, membelakangi orang yang terus menerus memanggil namaku.

"Aku minta maaf." desahnya

Aku menggeleng. Justin mendesah pelan, lengannya melingkar diperutku. Sekuat tenaga aku mencoba agar tidak memeluknya balik. Aku menghembus nafas pelan, melepas pelukannya dan berbalik ke arah lelaki itu.

"Tidak bisakah kau pakai baju layak ? ini musim dingin."

"Aku hanya tidak mau kau sakit, Justin." tambahku. Aku memang marah karena ia hanya memakai kaos ketat sedangkan diluar baru saja terjadi badai salju. Lelaki itu tersenyum, bibirnya mengecup lembut keningku sekilas.

"Aku takkan sakit, Lena. Dingin adalah sebagian dari diriku."

Aku menatapnya bingung, lelaki itu terkekeh pelan.

"Kau tak merasa suhu badan ku dingin ?"

Aku baru tersadar, ternyata lelaki ini memang mempunyai kulit putih pucat yang dingin. Itulah sebabnya aku menyukai dirinya, karena aku suka dingin dan salju.

"Ah tentu saja, aku baru menyadarinya" jawabku.

Tangannya mengelus puncak kepalaku lembut, aku hampir saja jatuh kedalam pelukannya jika saja tanganku tak menghalangi badannya. Alis hitam tebal itu terangkat naik.

"Kau tak ingin memeluk tubuh dingin ini ?"

Aku menggeleng "Tidak!"

Lelaki itu tersenyum nakal "Bahkan jika aku memaksa ?" godanya.

"Tidak. Akan" ucapku mengeja setiap kata.

Ia terkekeh, lalu tanpa aba-aba dan persiapan memeluk secara sepihak. Aku tidak memberontak, terlalu munafik rasanya jika menolak pelukan dari tubuh yang selalu kau inginkan.

"Aku mencintaimu" lirihnya.

Aku hanya dapat mengangguk. Racun pelukan lelaki ini membuatku membeku, membeku dalam kenyamanan.

--------

Tangan putih pucat itu terus mengenggam tanganku erat, tanpa celah ibarat aku adalah tawanan yang akan lari. Aku mengikutinya menaiki tangga, lelaki ini sangat tampan bahkan dari belakang. Rambutnya yang coklat dan kulit putih pucatnya yang mempesona, tak bisa dipungkiri, lelaki ini adalah pahatan dewa yunani atau titisan dewa Zeus. Entahlah.

"Kau siap ?"

Suara lembut itu menarikku kembali dari lamunan. Aku mengerjapkan mata, mencoba meraih kesadaran ku seutuhnya.

"Iya."

Ia tersenyum, lalu menarik lembut tanganku masuk kedalam ruangan itu. Di atas ranjang, terbaring seorang wanita berambut coklat dan kulit putih pucat yang terlihat sangat lemah. Matanya terpejam, lebam yang bertengger diwajahnya tak menyurutkan kecantikannya sedikitpun.

"Cassandra." ucap Justin. Lelaki ini menggoyangkan tubuh Cassndra pelan, matanya terbuka menampilkan bola mata coklat kehitaman yang mempesona. Ia tersenyum tipis. Perlahan ia mulai bangkit dan duduk bersandar diranjang.

"Aku ingin memperkenalkan istriku, Lena."

Cassandra memperhatikanku dari bawah sampai atas, saat bola mata kami bertemu ia tersenyum simpul.

"Hai, Lena." lirihnya dengan suara serak.

Bibirku tertarik, membentuk senyuman tulus. Wanita ini tak seperti yang aku duga, ia sangat ramah dan tentu saja cantik.

"Maafkan aku membuat kalian bertengkar."

aku menggeleng, mendaratkan bokongku disisi kasur dan mengelus lembut lengannya yang tertutup gaun putih.

Lena LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang