Pesta

5.7K 342 4
                                    

Crystal salju hampir seluruhnya mencair, para hewan sudah berani menampakkan batang hidungnya kepermukaan setelah hibernasi yang panjang. Aku memejamkan mata, berdiri diatas balkon melihat pemandangan alam yang selalu aku lihat selama ini. Musim dingin akan berakhir beberapa hari lagi tergantikan oleh musim semi yang menawan. Sudah dua minggu sejak tragedi kesalah pahaman Christian dan Rowena, sudah dua minggu pula kami semua menjadi para vampire yang sangat sibuk. Angin musim dingin mulai menerpa wajah, memberikan sensasi dingin yang manis. Angin musim dingin. Aku jadi teringat angin musim dingin pertamaku di Rjukan. Angin yang membawa rasa cinta Justin dan angin yang membawa kebencian Cassandra.

"Disini kau rupanya."

Aku berbalik dan tersenyum ramah ke lelaki yang sekarang berjalan pelan menghampiriku. Lelaki ini adalah alasan terbesar aku bertahan. Lelaki ini adalah alasan terbesar aku melawan. Dan lelaki ini pulalah alasan terbesar aku kuat.

"Kau tidak siap-siap ?"

Alisku berkerut, "Untuk apa ?"

"Besok malam akan ada pesta." sahutnya santai. Aku semakin memandangnya bingung, pesta ? aku seorang calon ratu tapi aku bahkan tak tahu akan ada pesta. Apa ini sebuah pesta undangan kerajaan dari daerah lain ?

"Pesta untuk berperang."

"berperang ?"

Justin mengangguk, membuat rambut coklatnya bergoyang lembut seusai irama.
"Ya. Sesuai adat leluhur, Lena. Setiap akan berperang, kita akan mengadakan pesta besar-besaran untuk mengajak para arwah ikut berperang bersama kita."

Kerutan dikeningku semakin banyak, aku baru saja hendak bertanya tetapi lelaki ini sudah kembali bersuara.
"Kaum vampire sangat suka pesta, Lena. Itu sebabnya jika kita berpesta para leluhur akan ikut bergabung dan itu menandakan mereka juga akan ikut berperang."

Aku terdiam lalu mengangguk mengerti. Lelaki itu tersenyum, merangkul pinggangku dengan lembut. Sesaat suasana menjadi begitu hening, aku hanya membiarkan kepalaku jatuh dengan nyaman kepelukan vampire itu.

"Aku takut." lirihku

Tak ada sahutan dari bibirnya, hanya suara hembusan nafasnya yang terdengar sangat teratur. Hembusan nafas ? aku tersenyum geli mengingat kami bahkan tak punya organ pernapasan yang bernama paru-paru. Ku rasakan tubuhnya bergerak, memegang pundakku dan memeluk dari depan. Aku terkesiap lalu dengan lembut membalas pelukannya.

"Ada aku." Suaranya yang lirih membuat buluku meremang, aku menyukai saat ia berbicara dengan nada seperti ini padaku. Nada yang membuatku tenang dan percaya bahwa lelaki ini akan selalu ada. Disisiku.

"Berjuanglah. Seperti katamu dulu, semua akan baik-baik saja."
Aku tertawa kecil, Justin memang penguntit yang profesional rupanya. Ingatanku kembali membawa ku ke masa lalu, masa dimana pertama kali aku menerima perjodohan ini. Perjodohan dengan boss baruku yang teramat ku benci. Boss baru yang juga membenciku ini ternyata adalah seorang vampire. Dan kenyataan yang paling memohokku, aku adalah sang ratu vampire. Entah ku sebut kutukan atau anugerah dari ibuku, Alice Athena Lee.

"Lena." Panggilnya yang berhasil menarikku kembali ke alam nyata. Aku mengerjapkan mataku berulang kali, berusaha memperoleh kembali kesadaran yang sempat melayang.

"Aku mencintaimu."

Tanpa jeda, lelaki ini langsung menciumku. Ciuman yang hangat dan mesra. Aku tak melawan ataupun memberontak, membiarkan lelaki itu menyentuhku. Untuk yang kedua kalinya.

------

Aroma roti yang sedap memenuhi rongga hidung. Tidak hanya aroma roti, aroma hotdog dan burger pun menyebar saling berebutan untuk memasuki penciuman. Aku berjalan pelan, sesekali mengeratkan genggaman pada lelaki disampingku. Didepan kami, berjalan pulalah sepasang kekasih yang terlihat begitu mesra. Sang lelaki yang menggunakan jeans dan kemeja hitam terlihat memeluk pinggang wanitanya begitu posesif. Kami memang sedang berada diluar kerajaan sekarang, atau lebih tepatnya sebuah pasar swalayan. Dan untuk pertama kalinya kami semua menggunakan pakaian yang santai, kemeja dan dress panjang untuk musim dingin. Justin memang tidak suka menjadi bahan perhatian bagi para rakyatnya, mengingat bagaimana pandangan semua orang ketika aku membeli hadiah musim dingin bersama Rowena dulu. Langkahku terhenti didepan toko pakaian yang besar dan mewah, dikaca toko tersebut terpampang gaun-gaun menawan yang mewah dan elegan. Aku memandang Justin yang masih saja terdiam didepan pintu sedangkan Rowena dan Christian sudah memasuki toko tersebut beberapa menit yang lalu.

Lena LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang