5

378 17 1
                                    

Sera masih mengingat kejadian di mobil, untuk pertama kalinya ia merasa nyaman dengan mata Jerson yang berwarna abu-abu gelap. Dulu ia merasa mata abu-abu menyiratkan kedinginan atau kebekuan hati. Tapi ini berbeda, sinar mata Jerson menyiratkan sesuatu yang hangat.

Lagi-lagi senyum terbit di bibirnya. Ia paling senang menatap mata seseorang dalam-dalam, seolah-olah ia sedang menilai sikap orang tersebut.

Ia merasa bahwa mata Jerson adalah mata terindah yang pernah ia lihat.

•••

Mata coklat itu, indah dan memancarkan kehangatan. Seperti kue yang baru matang dari oven, hangat dan coklatnya menggiurkan.

Jerson akui, ia terpana dengan mata indah itu. Bahkan saat ia suka dengan Aren, ia tidak tahu bagaimana mata seorang Aren. Ia hanya tau warnanya saja. Tapi tidak tau spesifiknya seperti apa.

"Kenapa gue jadi mikirin mata itu?" tanyanya pada dirinya sendiri. Entah kenapa mata itu mengingatkannya akan sebuah kehangatan.

•••

Sekolah merupakan tempat terindah bagi Sera saat ini. Ia lebih baik menerima tugas banyak daripada di rumah harus bertemu mamanya yang tambah lama tambah menyebalkan menurutnya.

Bukannya ia tidak senang akan kehadiran mamanya, ia senang tentu saja. Namun kalau mamanya menjadi bawel begini, lebih baik mamanya tetap tidak peduli seperti dulu. Mungkin ini juga akibat ia yang terlalu sering sendiri, sehingga ketika ada sedikit keanehan terjadi, ia langsung menyadarinya.

"Besok-besok mama ajak kamu shopping, kali ini nggak dulu deh!" kata Helen seperti terlihat kecewa. Sera menghembuskan nafas lega.

•••

"Kita nanti malam makan bersama keluarga Hutama lagi," kata papanya mengingatkan. Ia bingung, yang mau dijodohkan ini orang tuanya atau dirinya? Kenapa yang semangat hanya orang tuanya?

"Kamu jemput Sera ya," kata mamanya.

Sepertinya bakal ada sesuatu yang besar, batin Jerson.

"Dimana?" tanya Jerson.

"Di salon, nanti jam 6 aja jemputnya, di Salon langganan mama," jawab Jessica.

"Oke, nanti aku jemput," balas Jerson malas.

•••

"Jam 5 nanti kamu ikut mama ke salon, wajib!" kata Helen. Mungkin kemarin ia bisa menolak ajakan mamanya ke mall, tapi sepertinya yang ini ia tidak akan lolos.

"Buat apa?" tanya Sera berbasa-basi.

"Udah, nurut aja!" ketus mamanya. Namun tak urung senyum menghiasi wajahnya.

"Ma, kata guru BK di sekolah, kalo senyum-senyum sendiri itu nanti bisa jadi mengalami gangguan kejiwaan!" goda Sera.

Ctak!!!
"Kamu sembarangan kalo ngomong" omel Helen setelah menjitak kepala Sera.

"Salahin guru BK aku dong!"

"Kamu dong yang salah, pengaplikasian materi sekolah kamu salah!" balas Helen.

"Iya deh, yang muda ngalah," kata Sera.

"Jadi kamu bilang mama tua?" ketus Helen tidak terima.

"Ya kalo mama nggak tua, namanya bukan orang tua, tapi orang muda!" balas Sera cerdik.

•••

"Menurut lo, apa rencana orang tua kita?" tanya Jerson. Ia sudah menjemput Sera dari salon. Jujur saja ia cukup terkesima menatap Sera malam ini. Dengan dress selutut berwarna peach, Sera sukses membuat Jerson tak mampu mengalihkan perhatiannya.

Destiny.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang