Book .4. Must

6.6K 268 5
                                    

"Clara pulang.." ucap Clara begitu masuk rumah, itu sudah seperti kebiasaannya.

"Hei..." suara berat itu sangat familiar di telinga Clara, suara yang sangat dirindukannya, suara yang selalu menemaninya ketika ia sedang rapuh.

"K-kakak?" Clara terkesiap melihat kakaknya berdiri didepannya, menyambut kedatangannya.

"Ya, hei adikku." Clara buru-buru memeluk kakaknya itu. Hah, sudah 8 tahun ia tak bertemu kakaknya yang bersekolah diluar negri membuatnya kangen tak karuan.

"Elah, masih pendek juga lo, dek." Ejek kakaknya ketika Clara memeluknya.

"Ih! Apa sih kak Stevano Arsteen? Aku tuh tinggi tau! Cuma kakak aja yang tingginya gak ketulung!" Balas Clara cemberut karena digoda kakaknya. Padahal Clara termasuk gadis yang ideal. Hanya saja, Clara cuma sebatas bahu kakaknya itu.

"Masa sih? Perasaan lo pendek deh." Cengiran lebar terpampang nyata di wajah tampan kakaknya itu. Clara segera melepaskan tautannya pada kakaknya.

"Noh, dipanggil mama.." Ucap Stevano kepada Clara lalu menepuk pelan bibir adiknya itu yang manyun 10 centi.

"Ih apa-" baru saja Clara mau mengutarakan protesnya. Stevano sudah berucap duluan yang membuatnya semakin geram "biar gak manyun."

"Dah sana dipanggil mama." Ucap Stevano sekaligus berjalan menjauhi adiknya.

"Iya tah?" Tanya Clara memastikan. Biasanya kak Stevano itu suka membohonginya, ide jahil itu kayak gak habis-habis di otak kakaknya tercinta itu.

"Ya bodo..." Stevano terkikik pergi meninggalkan Clara dan melambaikan tangan pada Clara dengan membelakanginya.

Untung kakak gue! Kalau gak, udah gue ceburin ke sumur. Batin Clara kesal.

Enggak ding! Kasian kegantengan kakak gua kalo diceburin ke sumur. Clara menggeleng dan cekikikkan mendengar suara hatinya.

------------------

"Clara, mama mau ngomong sama kamu. Harus." Ucap mama begitu merasakan Clara berlalu ingin menghindarinya.

"Mau ngomong apa lagi ma?" Tanya Clara lesu. Sebeneranya dia juga tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Dengar, putri Arsteen. Kau akan aku jodohkan. Mau tak mau." Ucap mama tegas dengan tatapan tajam.

Clara mulai berkaca-kaca, tapi ia memahan air matanya yang sudah tak sabar ingin menetes.

"Orang tua pasanganmu akan datang besok untuk meresmikan perjodohannya. Lusa setelahnya, kita akan adakan pertunangan. Tepat dihari minggu itu." Ucap mama tegas. Lagi.

Clara tak tahan lagi. Percuma ia menangis, toh mamanya tak akan luluh. Kemarin saja ia sudah menangis tetapi lihatlah, Mamanya tetap bersikeras tentang perjodohan ini walaupun sudah membuka luka dihati Clara.

"Fine." Jawab Clara lesu lalu pergi beranjak meninggalkan mamanya yang sedari berbicara tanpa melihat ke Clara.

Kak Stevano mendengar semuanya. Ia bersandar tepat di dinding pemisah antara ruang keluarga dan dapur. Ia sudah tahu lebih dulu daripada Clara. Awalnya ia juga tak setuju. Namun, mendengar alasan mamanya, ia juga mensetujuinya walaupun tak tega melihat adiknya.

Demi kebaikanmu, dik. Batin Stevano.

--------------------------

Clara tak ambil pusing. Sekarang ia sudah berganti pakaian. Ia memakai celana jeans panjang dan sweater berwarna putih. Ia menggerai rambut coklat bergelombangnya. Ia sedikit memoles bedak dan lip gloss untuk mencegah bibirnya kering.

LAST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang