Bag 11Email!!?
(-'_'-)v
Bosan, ya aku benar-benar bosan. sudah lima hari ini aku berbaring di ranjang rumah sakit dan tak melakukan apapun, teman-teman sekantor mengunjungiku beberapa hari yang lalu tapi Intan tidak ikut menjengguku. Pikiranku bertanya-tanya bagaimana keadaan Rey, Jevi & Intan yang kemaren ikut andil dalam insiden itu.
Mataku menatap kearah jendela yang terbuka lebar, gordin yang menari-nari tertiup angin nampak begitu bahagia, dan aku iri sangat iri dengan gordin itu juga cuaca yang begitu cerah dengan langit biru tanpa sedikitpun awan berarak menghiasi.
Wajah Rey beberapa hari ini menghiasi otakku, menari-nari disana dengan seenak-nya dan membuatku merindu laki-laki cute itu. Ber-kali-kali ku kirim sms ke nomer handphone Rey, tapi pesanku tak kunjung terkirim. bahkan saat aku mencoba menelpon-nya mbak-mbak operator akan berkata nomer yang aku hubungi berada di luar jangkauan.
Sialan!!
Krieeet.....
Derit pintu terbuka, Ibuku berada disana dan di belakangnya adiku si Vero berjalan mengekor ibu.
"Loh kok gak di makan makanannya Raf?" Gerutu ibu ku sambil menunjuk kearah nakas yang masih di tindih oleh senampan makanan dari rumah sakit.
"Gak laper ma?"
"Idih si kakak sekarang gak doyan makan" imbuh Vero. Aku hanya menghela nafas kemudian ku tarik otot-otot di wajahku membentuk senyuman.
"Kamu kenapa Raf?"
Kugelengkan kepalaku pelan, mengisyaratkan tidak ada apa-apa. aku menarik gelas diatas nakas yang berisi air putih lalu meneguknya pelan. Mama menatapku penuh tanya, beliau duduk diatas ranjang dan menggenggam tanganku.
"Kamu mikirin anak-anak itu Raf?" tanya mama lirih sambil mengelus tanganku, ku jawab hanya mengangguk kepala dan membenarkan kaca mataku. Mama turun dari ranjangku dan beliau berjalan menuju jendela sedangkan Vero dia duduk di sofa dengan pandangan kearah gadget-nya.
"Kamu gak usah berteman dengan mereka lagi, mama tau semuanya?"
Aku terdiam, dan jantungku serasa di pompa dengan kecepatan penuh. Aku menunduk dan tanganku saling meremas antara jari-jarinya.
"Mama gak habis fikir soal ini Raf?"
Aku masih terdiam, dan sekarang aku benar-benar yakin kemana arah pembicaraan ini. tentang diriku yang sudah menyimpang, dan kuharap aku salah soal ini.
"Kamu anak laki-laki satu-satunya Raf, kamu yang harus memberi keturunan, kenapa kamu tega sama keluarga kita?"
Vero yang tadi hanya duduk diam kini dia mengangkat kepalanya dan menyimpan gadget-nya kedalam Saku.
"Ma, mama gak boleh gitu" Sahut Vero sambil mendekat kearahku. "Bukannya mama dulu oke oke aja waktu mas Rafa bilang kalau dia...." Vero menggantung kalimatnya, seolah kata Homo/Gay adalah kata kasar.
"Ia tapi masa harus berlanjut, terus ntar siapa yang ngasih keturunan ke keluarga kita!" Sahut mama dengan nada yang terdengar sakratis.
Vero dan aku terdiam, mama melangkah meninggalkan kami berdua di tempat ini. Vero meraih tanganku mengengamnya lembut dan menatapku penuh harap.
"Kakak sabar ya?"
Kubalas hanya menganggukan kepalaku lalu menarik otot-otot di wajahku sehingga bibirku membentuk sebuah senyum.
"Waktu kakak diantar kesini, Mama sempet marah sama Mbak Intan dan dua orang cowok itu kak"
Aku menatap Vero penuh tanya, Vero mengangguk kecil kemudian ia duduk di pinggiran kasur.