Bag 7
Aku!
(Rey P.O.V)
Mataku terasa panas dan masih mengantuk, semalam aku tidak bisa tidur dengan benar. Dan mas Rafa membuatku mengingat lagi kejadian saat itu, saat orang terbrengsek bagiku menukarkanku dengan sebuah motor yang menjadi incarannya.
Aku merasa kotor dan rusak, dan mungkin aku terpuruk dengan itu. Ibuku juga tau akan ini dia orang yang paling hebat yang selalu mendukungku dengan tanpa lelah.
Mungkin itu juga salahku yang terlalu percaya pada orang brengsek itu, ya mungkin saat itu aku benar-benar tergila-gila pada sosok dia yang begitu baik, atau mungkin aku yang terlalu lugu hingga aku mudah sekali di bohongi.
Dan kejadian malam itu masih jelas ku ingat, bahkan kadang muncul di mimpiku begitu saja. Ya Tuhanku.... bisakah hamba mu ini melupakan kejadian itu, dan aku ingin sekali menghilangkan memori tentang malam itu.
"Rey, loe kenapa?" Mbak Intan menepuk pundakku kemudian dia menunjuk-nunjuk kearah wajahku.
"Gak napa-napa kok mbak" Mbak Intan sepertinya tidak percaya, dia menakup wajahku dan menolehkannya kekanan dan kekiri.
"Oke gue percaya, ohya semalam lo kok gak bisa di telpon?"
"Anu.. itu hape ku batrenya kembung jadi gak bisa di hidupin mbak"
"Ibu lo telpon ke rumah, beliau nanyain lo katanya kangen?"
"Ibu telpon ke rumah mbak Intan"
"Iya, Jevi juga nungguin lo kemaren, ya udah ntar kalau udah pulang ikut gue ya?" Aku mengangguk dan mbak Intan meninggalkan ku di pantry.
Hari ini aku tidak melihat Rafa di kantor jadi aku agak sedikit tenang, sebenarnya aku malu sih kalau ketemu Rafa, aku malu jika bertatap mata dengannya. Malu karena aku sudah menceritakan tentang malam itu, malam yang buruk bagiku.
Meja Rafa juga kosong, bukan maksud untuk men-stalker-in Rafa, mau tidak mau aku pasti tau dia ada atau gak.
oOo
Perutku terasa lapar berkali-kali meronta-ronta untuk di isi, tapi Mbak Intan masa bodoh dengan keluhanku itu, sepotong roti bakar milik Jevi sudah habis kumakan.
"Je, tu sudut bibir kamu kenapa?" Aku melihat kearah sudut bibir Jevi yang sepertinya habis di tonjok.
"Oh ini, biasa temen-temen gue suka jail"
"Wah kalo ini si udah kelewatan Je"
Ya Jevi, dia sahabatku yang sering di pukuli teman-teman satu sekolahnya karena mereka tau kalau bapaknya Jevi Homo, dan mereka sering sekali menyakiti Jevi, kemaren tangan Jevi biru-biru kayak habis di tonjok.
"Lo gak laporin ama Guru lo Je?"
"Gak mbak, biarin deh gue males ribut-ribut."
DRRRTTT DRRTTTT
Handphone Intan begetar di atas dashboard, ia meraih handphone itu dan menaruhnya di telinga kiri.
"Halo, ada apa?" Intan diam, dia mendengar apa yang orang seberang sana bicara.
"Oh, gue lagi di jalan ama dua uke" Jevi melotot kearah Intan yang menyebut kami berdua dengan kata Uke.
"Ya udah, kita ketemuan disana aja, bye" Intan menutup telponnya dan mulai mengemudikan mobil avansa miliknya."Sapa mbak?" Jevi penasaran dengan siapa Intan bicara.
"Temen je, Dia ngajak ketemuan"
Jevi kembali diam dan menatapku yang sedang mengotak-atik tablet miliknya.