Setelah melakukan perencanaan dan penghitungan biaya, aku dan Patricia mulai pergi mencari informasi tentang fotografer, katering, bunga, dan pengisi acara. Saat ini kami berada di sebuah toko kue yang jaraknya hanya beberapa blok dari kafe. Patricia menemukan toko ini di internet dan ia tertarik dengan desain unik kue di foto website toko dan harganya yang terjangkau. Plus, kami juga bisa mencicipi sampel kuenya secara gratis.
Di toko, berbagai macam cake dalam bentuk replika dipamerkan di atas meja dan etalase secara terbuka. Di setiap replika, ada piring kecil yang menyajikan sampel cake tersebut. Semua cake bisa dipesan secara khusus dengan berbagai tingkat sesuai keinginan pelanggan.
"Kudengar saat ini kue mangkuk sedang populer. Kau mau mencobanya?" Aku menunjuk kumpulan kue mangkuk yang ditata secara bertingkat di depan etalase toko.
"Tapi aku dan Daniel tidak akan bisa melakukan potong kue bersama di pesta. Meskipun hanya bermakna simbolis, memotong kue bersama sangat penting, apalagi kalau kita berikan pada orang-orang tersayang. Aku bisa memberikan sepotong kueku untukmu, rasanya seperti membagi kebahagiaanku bersamamu."
"Ah, Patricia, kau bisa saja." Aku tersentuh oleh ucapannya. Aku mulai melirik cake lain. Semuanya cake indah, namun terlihat cukup standar bagiku. Tidak ada yang menarik perhatian. Patricia ingin cakenya tetap sederhana dan elegan seperti namun juga unik dan tidak konvensional seperti seleranya dan Daniel.
Walaupun begitu, semua kue tetap kucicipi, sebagai referensiku di masa depan saat aku merencanakan pernikahanku sendiri. Yah, walaupun aku masih lajang, namun aku boleh berharap, bukan. Sejauh ini, aku suka cake buttercream dan vanilla. Cake lemon juga menarik untuk dicoba, namun Patricia kurang menyukainya.
"Kau tidak harus memutuskan sekarang, Pat. Kita ke sini hanya untuk mengumpulkan informasi, bukan?" kataku.
"Aku tahu." Jawab Patricia sambil mencicipi salah satu cake vanilla. "Susah juga ya menentukan cake yang selera dan harganya pas."
"Kalau kau ingin tahu, aku punya beberapa daftar toko kue lainnya yang bisa kita datangi. Mereka juga bisa memberikan sampel gratis seperti ini." Tawarku.
"Menurutmu apa aku bisa mendesain cake sendiri? Bisakah kita menemukan toko kue yang mau melakukannya?"
"Aku tahu toko kue di Riverdawn yang bisa melakukannya." Aku tersenyum. "Buat saja desain cakemu, nanti akan kita bawa ke toko itu."
"Bagus sekali! Terima kasih, Ellie!" Patricia mengajakku keluar dari toko. Ia mengeluarkan buku catatan serta pulpennya untuk mencoret nama toko kue yang baru saja kami datangi. "Setelah kucicipi, rasa cake di toko ini biasa saja. Aku harap toko kue rekomendasimu lebih baik daripada toko ini."
Kami berjalan kembali ke kafe. Dalam perjalanan, kami membicarakan pertemuanku dengan Henry di apartemennya kemarin. Patricia terkejut sekaligus tergelak mendengar ceritaku yang lucu baginya. Ia agak kecewa karena tidak berada di kafe saat Henry datang untuk pertama kalinya.
"Kau memang harus sabar menghadapi orang seperti itu." Patricia memberi saran. "Jika kau mengenalnya lebih jauh, siapa tahu dia ternyata adalah pria yang baik. Itu bisa membantumu melupakan Jack."
"Henry sudah punya pacar. Walaupun anehnya, tidak ada tanda-tanda kehadiran pacarnya di apartemennya."
"Maksudmu?"
"Kau pernah meninggalkan barang-barangmu di apartemen Daniel, bukan? Pakaian, kosmetik, bahkan tampon. Tapi aku tidak menemukan satu pun benda-benda itu di apartemen Henry."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pies of Love
RomanceA story about a girl named Ellie Andrews who works at Ned Horton cafe in fictional town Riverdawn and in love with one of her customers, Jack Larsen who visits every morning. She's in love for a year yet never dare to talk to him. Ellie bakes and se...