Genggaman

529 26 1
                                    

Aku tak menyangka akan melihat dia di perpustakaan lagi. Ia tertidur, kepalanya miring dan menjadikan kedua tangannya sebagai alas bantal diatas meja.

Bodoh,
Kenapa tidur disini.

Aku mendekati mejanya, kemudian duduk di depannya.
Aneh sekali, di tempat ini cukup ramai.

Banyak orang yang belajar disini.
Berkedok menuruti kelakuan mereka, aku membawa buku dan membacanya dalam hati di meja ini.

Layaknya orang belajar, aku mengeluarkan buku catatan dan menulis hal-hal yang penting.
Anehnya, tangan ku tak bisa menulis apapun. Malah mencoba menggambar lelaki itu.

Bulu matanya panjang, lucu.

Garis demi garis terbentuk, matanya tertutupi kaca mata.

Rambutnya hitam,

Alis mata hitam kecoklatan.

Frame kacamata agak bengkok.

Saat menggambar , aku melakukan beberapa kali kesalahan dalam bentuk wajahnya, berkali-kali aku hapus kemudian mengulangnya kembali.

"Gambarnya bagus."

Tanganku langsung berhenti bergerak.
Kepalaku refleks memandang ke arah suara itu.
Jantungku langsung berdetak cepat, aku tertangkap basah menggambar dirinya yang sedang tertidur.

"Itu gambar wajahku? Ternyata tampan juga aku. Hahaha."

Dia tertawa lepas, sambil menunjuk ke arah gambarku.

Aku hanya bisa terdiam, bingung harus berkata apa menjawab pertanyaannya.

"Coba lihat."

Tangannya menarik bukuku, lalu menyentuh gambar dirinya.

"Ohh, jadi begini wajahku waktu tidur. Rasanya aneh lihat wajah sendiri ya? Dari kapan kamu membuat ini?"

"Eh, baru aja. Ingat ada tugas ngegambar, tiba-tiba aja langsung ngegambar wajah kamu. Maaf ya?"

Alasan ini tidak logis sekali, harusnya bukan alasan ini yang keluar dari mulutku. Duh, malu sekali.

"Gak papa. Tapi, harusnya modelnya dibayar loh. Jarang loh ada orang yang gak marah kalo ketauan ada yang ngegambar dirinya. Itu gak sopan."

"Eh, harus bayar? Berapa? Maaf."

Aku menundukkan kepalaku, merasa bersalah.
Ia lalu tertawa kembali.

"Bohong kok, hahaha"

Melihatnya berkali-kali tertawa membuatku senang.
Tanpa alasan yang pasti, aku tersenyum dan ikut tertawa bersamanya.

"Modelnya kasih nama. Rafi."

"Hah?"

Aku bingung dengan perkataan yang tiba-tiba darinya.

"Nama kamu siapa?"

Aku langsung melihatnya lalu menjawab.

"Vika."

"Oke, Vika. Aku menunggu bayarannya. Pergi dulu ya."

"Hah? Ah? "

Sungguh lambat sekali otak ini mencerna perkataannya.

Ia membuatku terkejut, ketakutan, bersalah, lalu tersenyum.
Terukir sudah namanya dalam pikiran ini.

Mungkin aku juga harus pulang untuk kembali menjernihkan fikiran ku.Diam disini hanya bisa membuatku tak bisa berfikir.

Saat melangkahkan kaki ke luar tempat ini. Aku langsung melihat ia berdiri di sisi trotoar sedang menelpon seseorang.

Melihatnya lagi membuatku kembali tersenyum. Lalu dia mematikan handphonenya dan menyeberangi jalan menuju ke kafe.
Aku mengikutinya, bagai penguntit yang tidak ingin disadari.

Namun setelah menyeberangi jalan yang dilewatinya. Langkahku berhenti saat melihat ia tersenyum kepada perempuan di depannya, mengelus dan mengacak-acak rambut perempuan itu.

Lalu mengenggam tangannya memasuki kafe di depan mereka.

Memory Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang