Perjanjian

421 22 0
                                    

"Raka, lo kenapa ada disini?"

"Ada urusan gue disini."

"Urusan apaan? Sampe kesekolah orang."

Dia pergi menghiraukan pertanyaanku membuatku sedikit marah. Dia terlihat tak ingin diajak berbicara, namun saat kami tadi bertabrakan, melihat ekspresinya dia ikut merasa terkejut. Padahal dulu dia meminta bantuan padaku, tanpa menanyakan apapun dia langsung mengajakku melakukan hal yang aneh. Ah, dia juga tidak berterimakasih, haruskah sifatnya seperti itu. Menjengkelkan sekali.

Aku membalikkan tubuhku menuju tujuanku sebelumnya ke kelas.

"Vika?"

Aku berbalik ke arah suara yang memanggilku, Raka mulai mendekatiku. Dan ia mulai berbicara saat kita sudah dalam jarak yang dekat.

"Gue butuh nomer lo," tegasnya.

"Hah? Buat apa?" tanyaku yang tak tahu harus merespon apa lagi dengan perkataannya.

Namun, harusnya ini merupakan permintaan kan , bukan paksaan.
Tanpa aku sadari hal yang aku pikirkan ternyata keluar dari mulutku.

"Oke, sorry. Kalo gitu boleh gak gue minta nomer hape lu?" katanya secara lebih sopan. Dan dia menambahkan senyuman di wajahnya.

"Buat? Gak perlu senyum juga kali. Menakutkan."

Aku semakin mulai curiga dengan yang ia katakan, dan aku juga tak ingin terjerumus lagi ke masalah yang ia perbuat.

"Yaudah, hape lu aja sini."

Dengan perasaan yang mulai tak enak aku memberikan handphone ku padanya. Dia langsung menerimanya dengan senang hati. Saat ia menghidupkan layarnya ia langsung melihatku tanpa ekspresi.

"Apa?"

Masih tak mengerti dengan apa yang ia maksudkan, aku mendekatinya dan melihat ke layar hp ku.

"Oh passwordnya ya."

Aku mengambilnya dan mulai membuka kunci layar.

"Gue masih butuh bantuan lo. Nanti gue kabari."

"Eh, gue gak mau ikut ke masalah lo ya. Yang dulu juga lo tiba-tiba aja tanpa minta pendapat gue."

"Oke, kalo gitu lo minta imbalan apa ke gue? Anggap aja ini permintaan terima kasih gue."

"Bantu gue dapetin Rafi."

Raka yang masih memperlihatkan wajah yang tak dapat mempercayai permintaanku tak bergeming saat aku mengatakannya. Dia menggelengkan kepalanya, menolak permintaanku.

"Hah? Lo gila ya? Dia kan udah punya pacar. Trus dia juga sahabat gue. Lo minta bantuan ke orang yang salah. Bukan, bukan. Elo nya aja yang salah, lo pikir hal itu bagus apa?"

Aku hanya diam masih memandangnya dengan tatapan terima-atau-enggak.

"Ini beda lagi. Gue cuman mau lo buat ngusir cewek yang dijodohin sama gue. Tapi kan lo mau ngehancurin hubungan orang lain. Setidaknya gak gini juga kali. Ganti, gue gak mau kalo gitu."

Aku berbalik menjauhinya, mengharapkan dia akan menerima permintaanku.

"Deal! Gue terima."

Aku berbalik dan mengacungkan ibu jariku menyatakan pernyataan 'oke' kepadanya dan tersenyum. Ia membalas senyumanku menimbulkan perjanjian diantara kami berdua. Ini akan menjadi hal yang salah, namun inilah yang aku inginkan.


"Mission Start!"

Memory Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang