Inilah si 'Dia'

117 8 2
                                    

Hari itu
16 September 2015

Aku suka duduk di sini, di pojok kelas fotografi. Melihat ke depan, punggung hitam. Seorang dalam pakaian pangsi, rambut hitam pendeknya yang agak kriting mengkilat ketika terpapar cahaya flash. Ia sesekali menoleh ke belakang lalu menyunggingkan senyum kecil.
Sosok itu beranjak ke depan kelas. Berdiri dihadapan kami.
Mulutnya komat kamit.
Aku bosan, agak ngantuk sih. Maka akhirnya aku pindah ke depan, duduk di bangku depan. Sebenarnya aku tidak duduk di kursi, aku duduk bersila di atas meja. Sebuah permen berbentuk kaki sedari tadi terselip di antara bibirku dan beberapa adik kelasku. Ceritanya aku hari ini membeli empatpuluh batang permen kaki untuk aku bagikan, dalam rangka... apa? Ga tau, hahaha. Oh yaa dalam rangka pengen aja, soalnya baru dapet honor kemarin.

Si Dia masih berbicara dan menuliskan sesuatu di papan tulis, Azka. Heey!
" Iiih, ga sudi." Seruku.
" Udah Ka, terima aja." Balas salah satu anggota, aku mendengus saja. Pa Sembiring, pembina kesiswaan kami masuk ke kelas. Aku buru buru turun dari meja dan duduk tenang kursi walau hampir saja terjungkal.

" Yaa, bapa pengen liat proses pemilihan ketua baru..." jelasnya.
Aku menopang kepalaku dengan tangan, malas.

Kala itu aku tidak terlalu fokus, aku lebih suka memandangnya dari sini, iya, dari jauh. Cukup rasanya.

Entahlah apa yang terjadi, tapi ia memintaku maju.
" Aah, udah ini mah gak akan eskul lagi euy." Gumamnya entah pada siapa. Aku tidak fokus, lensa mataku ini sialan apa? Dari tadi ia fokus ke manapun ia mau. Tak tahu diri.
" Ka..." panggilnya. Aku menoleh.
" Kenapa?"
Ia lalu berkata, sepatah dua patah kata yang tak bisa kudengar. Kelas terlalu riuh. Tapi, yang aku lihat, senyumnya sedari tadi tiba tiba pudar.
" Apa? Ga kedengeran." Kataku minta ia mengulangi.
" Gak, ga jadi."

Setelah pidato singkat ga jelas dan acara sertijab ini selesai ia langsung pergi meninggalkan kelas. ' Yaaah... ko cepet banget.'

Akhirnya si bapak kesiswaan maju ke depan memberikan wejangan. Aku masih menatap tempat ia tadi sempat duduk. Aku sesekali melihat ke depan agar tidak ditegur.

Yaa, selesai juga semua basa basi ini. Untuk seorang yang baru saja meraih impiannya sejak setahun lalu aku bisa dibilang tidak bahagia.

Senyum tipis yang pahit, berseru pada bang jack aku akhirnya jadi ketua eskul. Pura pura bahagia itu perih. Ya kan?

Momen terakhir yang tidak menyenangkan dan buram. Aku percaya momen terakhir itu ada, hanya kita tidak sadar ia akan datang. Aku akan belajar percaya semua orang itu punya momen terakhirnya.

IntervalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang