Home Bitter Home

83 13 0
                                    

Murid-murid langsung berhamburan keluar kelas saat bel sudah berbunyi 4 kali. Semuanya ingin pulang karena sudah lelah di sekolah. Semuanya sudah mengangkat kaki dari kelas, hanya Vella yang masih betah berlama-lama di tempat duduknya. Barang-barangnya masih berserakan di atas meja. Seperti inilah kesehariannya sejak masuk SMA, tetap berada di kelas sampai sekolah akan tutup jam 6 sore nanti.

PR-PR yang dia dapat hari ini langsung dikerjakannya. Jangan anggap dia rajin. Dia hanya tidak tahu mau melakukan apa lagi. Saat jarum jam sudah menunjukkan jam 6 sore, gadis itu pun akhirnya melangkah keluar dari sekolah dan menunggu angkot.

"Vella?"

Vella tersentak dan langsung menoleh ke lelaki yang memanggilnya. "Eh? H-hai..." jawabnya canggung pada Reynaldo yang tiba-tiba muncul di sebelahnya.

Selang beberapa detik, seorang lelaki lainnya muncul dari balik tembok sekolah. Raka! Dan dia berjalan ke arahnya!

"Ayo pulang," ucapnya... pada Reynaldo yang tentunya. Mana mungkin pada Vella?

Reynaldo mengangguk, tapi kemudian dia menoleh lagi ke arah Vella, membuat gadis itu tersentak.

"Mau ke rumah ga?"

Vella terdiam sebentar. Dia mau ke rumah Reynaldo, tapi suasananya pasti canggung lagi seperti dua hari yang lalu. Dengan berat hati dia menggelengkan kepalanya. "Ngak deh, aku mau pulang aja."

Reynaldo mengangguk kecil, lalu berjalan pergi. Raka pun membuntuti lelaki itu. Oh ya, tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Vella.

***

"Kamu ini! Kerjaannya cuma mabuk-mabukkan! Buang-buang uang aja!" Teriakan itu berasal dari bibir cantik ibunya.

Terdengar suara suatu barang pecah. "Berisik! Memangnya sebelum ini aku pernah minum bir? Ini pertama kalinya! Lagipula aku pakai uangku sendiri!" Suara serak itu tidak mau kalah kencang.

"Uangmu itu uangku juga!"

"Yang benar saja! Itu uangku! Aku yang bekerja mati-matian untuk mendapatkan uang itu!"

"Lalu, aku dapat uang dari mana? Kau tidak memperbolehkanku bekerja!"

"Kau minta saja ke pria itu! Pria yang membelikanmu tas baru itu!

"Apa?!"

"Aku tahu, kau selingkuh kan? Jangan pura-pura, aku tahu segalanya!"

"Enak saja! Aku dapat tas itu dari teman wanitaku! Jangan asal menuduh!"

Teriakan dan suara pecah berbagai barang terus terdengar. Pekelahian itu terus saja berlanjut seperti lingkaran api, terus berkobar tanpa hentinya.

Vella menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya. Dia memeluk lututnya lebih erat setiap kali terdengar suara barang pecah. Tubuhnya gemetar, tapi tangisnya tak bisa keluar. Sedih, kesal, takut, kecewa, semuanya bercampur di dalam hati dan pikirannya.

Saat libur kenaikan kelas, Ibu dan Ayahnya yang selalu hidup harmonis itu tiba-tiba berubah drastis. Masalah sepele langsung membuat mereka berdua ribut. Kasih sayang diantara mereka mulai memudar. Ikatan cinta mereka mulai terputus. Tak ada lagi senyum yang terlukis di wajah mereka. Bahkan senyum untuk Vella pun tidak. Vella diabaikan sepenuhnya. Tak ada lagi Ibu yang membangunkannya setiap pagi, membuatkan makanan, menemaninya berbelanja pakaian. Tak ada lagi Ayah yang selalu mengantar jemputnya, yang menonton film action bersamanya setiap hari Minggu, yang mengajaknya jalan-jalan ke Dufan. Tak ada lagi keluarga yang selalu harmonis dan saling mencintai. Hanya ada kebencian dan kepahitan di rumah itu.

Dia ingin pergi, tapi tak bisa. Di lubuk hatinya yang paling dalam, masih ada setitik harapan agar keluarganya bisa bersatu lagi. Karena di setiap doanya, dia selalu menyisipkan satu kalimat itu.

"Tuhan, tolong jangan biarkan keluargaku terpecah-belah."

TrilationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang