"Semua murid dipersilahkan masuk ke bus sekarang," ujar Pak Hery, selaku kepala sekolah. Setelah 10 menit diceramahi, akhirnya murid kelas 10 dan 11 bisa bersorak-sorai karena sebentar lagi mereka akan refreshing. Ya, setelah melewati ulangan mid-semester, murid kelas 10 dan 11 akan melewatkan 5 hari 4 malam di Puncak. Semuanya sudah tidak sabar segera menghirup udara segar pegunungan, termasuk Vella.
Sambil menarik koper hitamnya, dia mengikuti rombongan kelasnya ke sebuah bus yang di depannya tertempel kertas bertuliskan '10A'. Kopernya dia taruh di bagasi, sedangkan ranselnya dibawa. Mana mungkin dia meninggalkan cadangan makanannya di bagasi?
Saat sudah berada di dalam bus, dia mengedarkan pandangannya dengan cepat. Vella mendapati Reynaldo duduk dibelakang, oleh karena itu dia duduk di baris tengah. Untuk sementara waktu, dia tidak ingin bertemu dengan lelaki yang satu itu.
Pilihannya pun jatuh pada kursi untuk 3 orang. Vella memilih untuk duduk di tengah dan menaruh tasnya di sebelah kirinya, sedangkan kursi di sebelah kanannya -yang dekat dengan jendela- ia biarkan kosong. Dengan begitu, dia harap tidak ada orang yang mau duduk di sampingnya karena dia butuh ketenangan.
Oh ya, dia HARAP. Sayangnya, harapannya tidak terkabul. Raka tiba-tiba berdiri di sampingnya dan berkata, "Sebelah kananmu kosong kan? Boleh ga aku duduk di sana?"
Bagaimana mungkin dia menolak? Yah walaupun dia butuh ketenangan, dia tidak mungkin menolak saat orang yang dia sukai ingin duduk di sebelahnya. "Boleh kok. Duduk aja."
Lelaki itu pun akhirnya duduk di sebelahnya. DI SEBELAHNYA. Jantungnya langsung berdegup kencang saat dia mencium wangi khas Raka. Raka di sebelahku, Raka di sebelahku! Aih, jangan-jangan di retret ini aku bakal dapet jodoh! Di tengah-tengah kebun teh, dia berlutut, terus nembak aku!
"Vella." Suara Raka langsung membuyarkan imajinasi Vella yang mulai liar. Untung saja ya. "Boleh nanya sesuatu?"
"Emang mau tanya apa?" tanya Vella balik.
"Waktu turun dari panggung... kenapa-"
"Kenapa aku tiba-tiba sakit gitu?" tebak Vella.
Sesuai dugaan, Raka mengangguk. Vella pun menghela napas panjang dan mulai menjelaskan, "Aku punya trauma gitu sama panggung. Jadi kalo naik ke atas panggung tuh rasanya takut, keringet dingin, de-el-el."
Raka mengangguk kecil. "Terus kenapa pas festival, kamu gapapa di atas panggung?"
"Gatau juga. Aku juga bingung, kenapa efeknya malah muncul pas aku turun, bukan pas diatas panggung," jelas Vella sambil mengangkat kedua bahunya.
"Kalo boleh tau," ucap Raka ragu-ragu. "Kenapa bisa trauma?"
Vella terkekeh. "Ga nyangka ternyata Raka yang biasa stay cool bisa cerewet juga."
Kali ini Raka yang mengangkat kedua bahu. Dia sendiri juga bingung kenapa dia jadi banyak bicara seperti ini.
Vella menatap jari-jemarinya yang sedang dia mainkan. Ini pertama kalinya dia menceritakan hal ini pada seseorang. "Dulu pas SD, aku sering banget tampil pas ada acara-acara gitu. Aku selalu dipilih buat nyanyi karena suaraku yah dibilang lumayan lah. Nah, terus pas kelas 6, pas aku tampil di sebuah acara, ada cewe-cewe yang ga suka sama aku. Bisa dibilang mereka kayak iri gitu. Bukan sombong ya, tapi emang begitu kenyatannya.Akhirnya cewe-cewe itu ngelemparin aku pake segala macem. Mulai dari botol plastik, kertas, telor, bahkan ada yang ngelemparin aku pake cutter."
Raka merinding mendengar kata terakhir yang muncul dari bibir kecil Vella. Cutter? Itu sih namanya tindakan pembunuhan!
"Bekas jahitannya masih ada nih sampe sekarang di pinggang kananku. Makanya sejak itu aku ga berani naik panggung lagi." Lalu, Vella melirik ke arah Raka yang sedang memandangi pinggangnya dengan penasaran. "Dan karena seseorang, aku naik lagi ke atas panggung dan jadi inget kenangan burukku lagi."
"Maaf. Aku gatau kalo kamu ga mau tampil gara-gara hal ini," sahut Raka sambil menunduk.
Vella terkekeh. "Gapapa kok. Aku juga seneng bisa naik panggung lagi."
Dan tiba-tiba, mata Vella melebar melihat Reynaldo yang menurunkan tasnya dari kursi. "Eh? Kok tasku diturunin?"
"Kosong kan? Aku duduk di sini ya," ucap lelaki itu datar. Dan tanpa menunggu jawaban dari Vella, Reynaldo langsung duduk.
Vella hanya bisa menganga dalam diam. Dan kini, atmosfer di sekitarnya jadi panas dan canggung. Kenapa jadi seperti ini?
Sepertinya retret kali ini akan jadi retret yang paaaaaaanjaang.
---
Ziwa's note:Hai semua ^^ Maaf ya part ini pendek banget. Otak lagi ga jalan sama sekali ㅠ.ㅠ
Sebagai gantinya, part selanjutnya akan kubuat lebih panjang lagi, ok?
Ditunggu vote n commentnya~ ^^

KAMU SEDANG MEMBACA
Trilationship
RomansaHanya kisah percintaan biasa seorang gadis biasa. Tentang bagaimana ia menghadapi dua orang yang sangat berarti baginya.