Motivation : UP

73 4 2
                                    

"Do re mi fa sol la si do," ulang Vella entah untuk sekian kalinya. Gadis itu menghela napas panjang. "Gimana? Udah bagus kan?"

Raka menggeleng, membuat bahu Vella terasa begitu berat seketika. "Belom pas. Kamu buta nada ya?"

Vella memutar bola matanya dengan kesal. "Kan udah kubilang waktu itu."

Kali ini, lelaki yang duduk di depan piano itu yang menghela napas panjang. Raka mulai bingung harus berbuat apa. Nada do re mi saja salah, bagaimana mau bernyanyi?

Vella bangkit berdiri. Sambil menepuk-nepuk roknya, dia berkata, "Aku ke toilet dulu lah."

Setelah melihat anggukkan dari Raka, Vella pun akhirnya bisa keluar dari ruang musik itu setelah 5 jam terkurung di dalamnya.

Vella menyusuri lorong sekolahnya yang begitu padat. Dia berkali-kali harus meminta maaf karena tidak sengaja bertubrukkan dengan orang lain. Semuanya sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

Di ujung lorong, dia belok ke kiri dan membuka pintu yang mempunyai tulisan 'wanita' di atasnya. Di dalam kamar mandi, ada 3 pintu lagi yang terbuka lebar. Dia pun memasuki toilet yang tengah.

Setelah tuntas, dia pun keluar dan melihat Gisella sedang menatapnya melalui cermin besar di depan mereka. Kedua tangan gadis bersuara emas itu dilipat di depan dada. Mata Gisella yang menatapnya dengan tajam membuatnya agak merinding.

Gisella berjalan ke hadapan Vella, masih dengan tatapan tajamnya. Firasat Vella langsung mengatakan kalau ada sesuatu yang tidak beres.

"Kenapa, Gis?" tanya Vella karena mulai risih dengan Gisella yang menatapnya terus.

Gisella meneliti setiap bagian tubuh Vella. Dari atas ke bawah, lalu ke atas lagi. Setelah itu, sebuah senyum mengejek terlukis di wajah cantiknya.

Gisella mengangkat dagu Vella."Apa bagusnya sih cewe begini? Pake pelet apa supaya bisa deket sama mereka?"

Vella menepis tangan gadis di hadapannya. "Maksudmu apaan sih, Gis?"

"Ya elah, masa ga ngerti sih? Pake otak donk. Aku tuh nanya pelet apa yang kamu pake supaya bisa deket sama Reynaldo dan Raka."

"Bentar deh. Ga sopan banget sih. Sorry ya tapi aku ga pernah pake pelet. Terus, siapa yang bilang aku deket sama dua cowo itu?"

"Ngapain sopan-sopan sama cewe yang pake pelet."

Darah di kepala Vella mulai mendidih. Dia pun menarik napas dalam-dalam. "Batu banget sih. Udah lah aku pergi duluan."

Saat Vella mulai beranjak pergi, Gisella membuka mulutnya lagi. "Jauhin sama cabut pelet dari Raka sama Reynaldo. Mereka tuh milikku."

"Milikmu? Hah! Emang sejak kapan mereka dibeli sama kamu? Deket aja ngak!" ucap Vella ketus.

Gisella pun akhirnya ikut memanas. Dia pun berkacak pinggang dan berkata, "Kita tuh deket, tapi sejak dipelet sama kamu, mereka jadi begitu deh. Dasar, bisanya cuma peletin orang. Oh iya, kamu kan ga ada bagus-bagusnya, jadi pake pelet deh."

Vella mengepalkan tangannya erat-erat. "Ga ada bagus-bagusnya?"

Gisella tersenyum penuh kemenangan. "Iya lah. Do re mi aja salah nada. Bagusnya dimana coba?"

Kedua matanya ditutup dan dia menarik napas panjang. Tangannya yang terkepal dengan begitu erat akhirnya terbuka sedikit demi sedikit. Matanya yang penuh dengan tatapan amarah kini berganti dengan tatapan tajam. Senyum lebar kini menghiasi wajahnya. "Gimana kalo kita taruhan," tantangnya.

"Taruhan?"

"Iya, kita taruhan. Apa aja boleh kok. Kalo kamu menang, aku ga bakal deketin dua cowo itu lagi. Kalo aku menang, jangan ganggu aku lagi. Gimana?"

"Wow, menarik juga. Kalo gitu aku mau kita taruhan nyanyi gimana, si buta nada?"

Itu yang kutunggu, Gis. "Boleh aja."

Gisella tertawa geli mendengar jawaban Vella. "Beneran nih? Siap mati ya?"

Vella mengangkat kedua bahunya. "Who knows. Jadi deal ya? Pas festival nanti, kita liat bandmu atau nyanyiku yang dapet juara lebih tinggi," ucap Vella sambil mengulurkan tangannya.

Tanpa pikir panjang Gisella langsung menjabatnya. "Deal." Suara emas lawan buta nada? Ya ampun, ga perlu ditanya lagi lah siapa yang menang!

Vella melangkahkan kakinya dengan cepat ke ruang musik.

"Vel, lama ba-," belum selesai Raka berbicara, Vella sudah menyelanya.

"Ka, sebentar." Dia pun melangkah ke tasnya yang tergeletak di pojok ruangan dan merogoh isinya. Dia mengeluarkan sebuah map dan mengambil selembar kertas dari dalamnya.

"Nih," ucap Vella seraya memberikan kertas itu pada Raka.

Raka menerimanya dengan bingung dan membaca tulisan yang ada di paling atas kertas itu. "First Love, Utada Hikaru?"

Vella mengangangguk mantap. "Iya, tau lagunya kan?"

Raka mengangguk pelan dan menatap Vella dengan heran. "Tau, terus kenapa?"

Vella tersenyum lebar. "Aku mau nyanyi lagu itu, pas festival, besok."

Raka membulatkan matanya. "Tunggu, tunggu. Mau ganti lagu ini? Kita tampil besok lho!"

"Aku tau. Udah, pokoknya besok aku mau nyanyi itu, ya. Aku pulang dulu," ucap Vella sambil memakai tasnya.

"Pulang? Mau ganti lagu tapi kamu pulang?" tanya Raka yang benar-benar heran dengan kelakuan gadis itu.

Vella hanya tersenyum kecil sebelum kemudian menghilang di balik pintu.

TrilationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang