Vella duduk di sudut ruangan. Memerhatikan kedua lelaki yang duduk bersila tak jauh darinya. Matanya sudah bosan menjelajahi ruangan yang penuh dengan alat musik itu. Entah sudah berapa menit dia menjamur di pojok ruangan.
Sebenernya yang bakal nyanyi itu aku apa Rey sih? Kenapa Raka malah diskusi sama Rey coba? gerutu Vella dalam hati.
Rey tiba-tiba menoleh ke arahnya, membuat Vella lansung terlonjak.
"Vel, mau lagunya bahasa apa?" tanya Rey sambil membetulkan posisi kacamatanya.
Kenapa malah Rey yang nanya? Raka ngomong donk! "Bahasa apa aja boleh lah, serah aja," jawabnya ketus.
Rey menaikkan sebelah alisnya. Heran melihat perilaku gadis yang sedang cemberut itu. Tidak biasanya Vella mudah kesal. "Kenapa sih marah-marah?"
Vella tidak menjawab. Dia hanya menatap lantai keramik berwarna putih yang dia duduki.
"Kalo ngak, sebutin lagu apa yang sering kamu nyanyiin." Akhirnya Raka membuka mulutnya pada Vella.
Suasana hati Vella langsung membaik. Yah, setidaknya dia tahu lelaki itu masih menganggapnya ada. "Count on Me, Bruno Mars."
Raka dan Reynaldo dengan serempak menggeleng.
"Ga cocok sama tema," kata Reynaldo. Dia membuka sebuah gulungan kertas yang berada tak jauh dari dirinya dan memperlihatkannya pada Vella.
Vella tidak memakai kacamatanya, jadi matanya harus disipitkan agar bisa membaca tulisan di poster itu. "SMA Bintang mempersembahkan Love Story Festival."
"Yup, itu temanya. Love Story. Tema itu dipilih soalnya sekalian menyambut Hari Valentine, kata ketos," jelas Reynaldo yang diikuti anggukan oleh Raka.
"Oh kalo gitu harus lagu tentang cinta donk." Vella mengangkat wajahnya dan menatap langit-langit ruang musik. Dia sedang berpikir lagu apa yang akan dia nyanyikan.
Raka menjentikkan jarinya. "Tau lagu Marry You-nya Bruno Mars ga?"
Vella mengangguk dengan cepat. "Tau, tau."
"Coba nyanyiin lagu itu."
"Hah? Ga ah!"
"Kenapa?"
"Suaraku jelek."
"Jangan boong."
"Serius, tanya aja Rey!"
"Udah nyanyi aja, namamu udah di tulis di daftar peserta."
"Itu kan bukan aku yang mau."
Reynaldo menengahi kedua orang itu. "Stop, daripada ribut, meningan kamu nyanyi aja dulu, Vel. Biar Raka bisa denger dulu."
Vella berdecak kesal, tapi kemudian dia menarik napas dalam-dalam, bersiap untuk bernyanyi. Satu, dua, satu, dua, tiga...
"It's a beautiful night
We're looking for something dumb to do
Hey baby, I think I wa-"
Nyanyian Vella dihentikan oleh suara tawaan Reynaldo. Raka juga tertawa, tapi terlihat jelas kalau lelaki itu berusaha mati-matian untuk menahannya.
Vella berdecak kesal. "Tuh kan, kubilang apa. Suaraku tuh jelek, jangan disuruh nyanyi."
"Haha.. ha.. hah.. Sorry," ucap Reynaldo saat tawanya sudah mereda. "Udah lama banget ga denger kamu nyanyi."
Vella menatap tajam lelaki di sebelah Reynaldo. "Udah denger kan suaraku pas nyanyi? Jadi cepetan ganti penyanyi, oke?"
Raka menggeleng. "Kalo udah ditulis, ga bisa diganti lagi."
Desahan keras keluar dari mulut Vella. Dia pun berkata, "Jadi gimana? Mengundurkan diri aja deh. Tapi, ngomong-ngomong, kenapa kamu yakin banget sih aku bisa nyanyi?"
"Soalnya wa-" Raka menghentikan ucapannya dan menggeleng. "Soalnya kamu punya suara yang agak tinggi, jadi kupikir bisa nyanyi."
***
"Ngak mau..!" Vella menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Harus mau, Vel. Ga ada pilihan." Reynaldo menarik gadis di depannya itu. Walau begitu, usahanya sia-sia karena Vella tetap tidak beranjak dari kursi.
"Aku mau bantu hias kelas aja! Kan udah ga ada harapan juga!" ucap Vella sambil berusaha melepaskan cengkraman Reynaldo di lengannya.
Tiba-tiba Raka muncul entah darimana dan menatap lekat Vella. Yang ditatap hanya bisa menelan ludah. Bukan takut, tapi... Ya ampun, kenapa ganteng banget.
"Vella, ayo latihan," ucap Raka.
Vella menggeleng. Walaupun yang mengajaknya Raka -lelaki yang disukainya-, tetap saja dia tidak mau. Ya, keras kepala memang.
Raka menghela napas panjang. Lelaki itu kemudian berlutut satu kaki di samping Vella membuat gadis itu tersentak. Bukan hanya itu, murid-murid yang sedang menghias kelas juga langsung menghentikan kegiatan mereka. Semua mata tertuju pada Raka dan Vella.
Vella langsung panik. "K-kenapa berlutut? Cepet berdiri!"
Reynaldo juga bingung dengan kelakuan sahabatnya. Dia mau mohon-mohon ke Vella? Ngak, dia bukan tipe orang kayak gitu.
Raka tidak menjawab. Dia menarik napas dalam-dalam. Lalu, sebelum gadis di hadapannya sempat menolak, dia meletakkan tangannya di bawah lutut dan di punggung Vella dan mengangkatnya.
Perbuatan Raka sukses membuat semua orang membulatkan matanya, khususnya Vella yang sudah berada di gendongan Raka. Wajahnya langsung berubah warna menjadi merah padam. Jantungnya berdebar kencang, bahkan mungkin lebih kencang dari kereta tercepat di dunia. Otaknya menuntutnya untuk memberontak karena semua orang menatap mereka, tapi mulutnya seperti dikunci. Suaranya tidak bisa keluar.
Sedikit perasaan iri dan kesal muncul di hati Reynaldo yang menyaksikan semua itu. Tapi dia mencoba menyembunyikannya. Dia pun mengambil jaketnya di bawah laci mejanya dan menaruhnya di bagian bawah tubuh Vella yang tidak sengaja 'agak terbuka'. Dia tentu tidak mau gadis itu jadi tontonan para laki-laki.
"Sorry, Vel, tapi kita harus latihan." Setelah mengucapkan itu, Raka membawa Vella keluar dari kelas mereka yang masih dalam keadaan shock. Reynaldo pun turut membuntuti mereka berdua dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trilationship
RomanceHanya kisah percintaan biasa seorang gadis biasa. Tentang bagaimana ia menghadapi dua orang yang sangat berarti baginya.