Setelah Vella kabur dari Gisella yang mulai mendidih karena kata-katanya, dia pun kembali ke tempat di mana Rey sedang menunggunya.
Rey ternyata sudah mengambil makanannya. Entah bagaimana caranya. Lelaki itu sudah melahap makanannya tanpa mempedulikan Vella yang sudah kembali. Gadis itu pun akhirnya melahap makanannya juga. Ada ayam goreng, perkedel, kangkung... dan tatapan pedas dari gadis yang duduk tidak jauh darinya. Ya, ekor matanya bisa menangkap sosok Gisella yang sedang memberikan tatapan membunuh padanya.
Ayam gorengnya pun kini terasa hambar. Kenapa sih hari ini semua orang buat nafsu makanku ilang? gerutunya dalam hati.
Akhirnya, Vella memutuskan untuk buru-buru menghabiskan makanannya dan beranjak pergi dari sana. Meninggalkan Reynaldo yang masih berkutat dengan makanannya.
***
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan yang paling ditunggu-tunggu oleh semua murid. Safari malam! Kegiatan ini sangat menguji keberanian para murid. Pertama-tama, semua murid akan dibagi ke beberapa kelompok. Satu kelompok berisi 4 orang. Setiap kelompok hanya akan dibekali dengan satu obor dan satu peta. Peta itu menunjukkan kemana mereka harus berjalan. Di sepanjang jalan itu, mereka akan menemukan bendera dengan berbagai warna. Ada warna merah, biru, hijau, kuning, dan ungu. Bendera-bendera itu harus mereka ambil dan bawa ke garis finish. Kedengarannya mungkin mudah, tapi mereka akan melewati berbagai rintangan yang sulit tentunya.
Semua kegiatan tentu tidak asik kalau tidak ada hukumannya. Para guru sudah berdiskusi dan akan memberi hukuman yang tak akan terbayangkan oleh para murid jika mereka tak mau ikut. Hal itu langsung membuat semua murid bergidik ngeri.
"Vel, sekelompok yuk," ajak Reynaldo.
Dibelakang Reynaldo, bisa Vella lihat bagaimana Gisella sedang menatapnya dengan tajam. Kalau mata gadis itu bisa mengeluarkan laser, dia pasti sudah mati tak bernyawa sekarang.
Vella menghela napas panjang. Ia ingin sekali menolak karena malas berurusan dengan Gisella, tapi bagaimana caranya dia menolak Reynaldo yang sedang menatapnya dengan tatapan memohon?
"Ya... ya udah deh." Vella hanya bisa memaksakan seulas senyum tak ikhlas untuk Reynaldo. Tapi mungkin lelaki itu tak sadar karena kini wajahnya telah berbunga-bunga.
"Vella, Rey! Aku ikut kelompok kalian ya ya ya ya ya? Plisssss," ujar Gisella yang tiba-tiba muncul dan bergelayut manja pada Reynaldo.
Vella hanya bisa memutar bola matanya melihat tingkah laku gadis itu. Benar-benar genit!
"Kenapa ga sekelompok sama Evelyn, Bianca, Stella? Biasanya kalian selalu barengan," tanya Reynaldo heran.
Gisella menggeleng dengan cepat."Mereka udah punya kelompok sendiri. Biarin aja. Aku maunya di kelompok ini. Boleh kan, Vella?"
"Ga. Ga boleh. Enak aja main masuk-masuk kelompokku. Buat aja kelompok sendiri sama Rey, aku ga peduli! Meningan aku sendirian daripada sekelompok sama cewe murahan kayak kamu!"
Itu yang ingin Vella katakan. Sayangnya, bukan caci maki itu yang keluar dari mulutnya.
"Terserah." Hanya itu yang dapat Vella ucapkan.
Tiba-tiba, seseorang menepuk bahunya. Vella membalikkan tubuhnya dan terkejut melihat Raka di belakangnya.
"Kenapa, Ka?" tanya Vella dengan heran campur senang. Kapan lagi Raka menepuk bahunya?
"Aku ikut kelompokmu boleh ga?"
Satu kalimat itu langsung membuat hati Vella melompat kegirangan.
Eh, tunggu sebentar.
Vella memutar tubuhnya dan melihat Reynaldo yang sedang kebingungan dengan sikap Gisella. Heishh, kayaknya gara-gara ada Rey ada di sini deh. Itu lebih masuk akal.
Vella berdeham pelan. "Ya udah. Toh kita emang kurang orang." Lalu, dia berjalan menuju guru olahraganya yang sedang membagikan obor. Jangan berharap terlalu tinggi, Vel. Jatohnya sakit.
***
Reynaldo mengarahkan obor yang dia pegang ke bawah. "Hati-hati, di sini ada lobang!"
"Oke!" jawab Gisella, Vella, dan Raka serempak.
Keempat orang itu sedang menjalani safari malam mereka. Baru mulai saja, mereka sudah diberikan tantangan sulit. Berjalan di sebuah hutan yang jalanannya berlubang dan berbatu hanya dengan diterangi oleh satu obor. Mereka juga harus berjalan dalam barisan karena jalanannya sempit. Sungguh merepotkan.
"Oh? Reyyy stop stop stop!" jerit Gisella sambil menepuk punggung Reynaldo berkali-kali. "Ini tempat bendera pertama! Liat deh."
Gisella memperlihatkan peta yang sejak tadi ia pegang. Ya memang dia yang bertugas menunjukkan jalan. "Nih, di peta kan gambarnya rumah." Dia menunjuk ke sebelah kanannya dan melanjutkan, "Di atas sana juga rumah, kan?"
Ketiga orang lainnya menengok ke arah yang ditunjukkan Gisella. Sebuah rumah kayu tua berdiri di atas tebing. Gelap dan kumuh. Seperti rumah angker.
Bulu kuduk Vella langsung berdiri. Semoga saja tidak ada apa-apa di dalam sana.
"Ya udah ayo naik," ujar Reynaldo sebelum kemudian dia memanjat tebing yang diselimuti rumput liar itu dengan satu tangan. Dengan mudahnya lelaki itu melangkah di tanah yang hampir vertikal itu.
Begitupun dengan Raka yang bisa memanjat dengan mudah.
Sayangnya, bagi kedua gadis itu, memanjat adalah hal yang sulit. Sangat sulit sampai-sampai mereka tidak bergerak dari tempat awal.
"Rey! Jangan manjat lagi! Di bawah sini jadi gelap banget. Kita ga bisa liat apa-apa!" jerit Gisella yang tangannya sudah penuh dengan tanah. Begitupun dengan Vella.
Reynaldo dan Raka berhenti dan menatap kedua gadis yang masih di bawah. Tanpa disuruh, keduanya langsung turun dan mengulurkan tangan mereka yang kosong secara serempak.
Gisella dan Vella sama-sama terkejut. Mengapa? Karena kedua tangan yang diulurkan itu hanya untuk satu orang. Dan itu Vella.

KAMU SEDANG MEMBACA
Trilationship
RomanceHanya kisah percintaan biasa seorang gadis biasa. Tentang bagaimana ia menghadapi dua orang yang sangat berarti baginya.