Jam dinding kamarku sekarang jadi tampak lebih menarik dari pada buku pelajaran yang tebalnya mengalahkan ketebalan selubung bumi. Lihatlah, warna merah pada jamku sangat mencolok tapi tidak kampungan. Wah, gambar buah cerinya juga segar. Ngomong ngomong aku sudah lama tidak makan ceri. Rasanya pasti manis. Ingat ceri jadi ingat kue tart deh. Tiba-tiba pintu di buka. Aku langsung gelagapan membenarkan posisi dudukku dan secepat kilat meraih buku paket apa saja.
"Hayo Via habis ngapain. Ayo belajar!" ujar mama di ambang pintu dengan raut wajah masam.
"Iya ini Via lagi belajar biologi, Mama"
"Ingat ya, sebentar lagi ujian semester. Pokoknya mama tidak mau kalau nilai kamu jelek. Paham, vi?" Mama lalu belalu meninggalkanku. "Oh iya, kamu itu baca buku fisika bukan biologi dan kamu bacanya terbalik,"
"Aduh mati gue kalau mama bilang ke papa bisa jadi liburan ini gue membusuk di rumah. Gak mau. Gue mesti belajar nih," dengan semangat empat lima aku membuka buku biologiku.
Tak beberapa lama, "Yah, habis ini kan ada film bagus. Nanti aja deh belajarnya, lagian kan papa biasanya pulangnya magrib. Jadi nanti gue habis sholat langsung belajar biar waktu papa masuk kamar gue, gue lagi belajar. Terus habis sholat isya' gue main lagi. Asek dah"
***
Para orang tua bergegas menarik paksa anak-anaknya yang masih bemain di luar rumah. Bunyi jendela ditutup dan lampu dinyalakan mengiringi panggilan sholat untuk umat muslim. Lampu-lampu jalan menyala dengan indahnya menerangi kompleks perumahan. Segala aktivitas yang berlangsung berhenti sejenak untuk melakukan sholat wajib.
Selepas sholat magrib, aku mulai menjalankan rencana. Kini saatnya tumpukan buku-buku pelajaran yang kurang belaian kubelai dengan penuh kasih sayang. Soal-soal kujawab dengan segala cara. Mulai dari cara melihat pada halaman sebelumnya sampai cara cap cip cup. Goresan demi goresan stabilo mulai memenuhi buku. Iya, beginilah aku ketika menggunakan stabilo. Stabilo gunanya untuk menggarisbawahi hal-hal penting dan menurutku semua yang ada di buku itu penting. Jadi hampir semua kalimat berstabilo. Siap siap beli stabilo baru nih.
Lama lama aku tenggelam dalam kesibukan membaca sambil 'mewarnai' buku. Berpuluh puluh soal sudah kubabat habis walau ada yang dengan cara cap cip cup. Gak papa yang penting halal. Toh ini kan hanya bagian dari drama kecil kecilanku untuk papa. Ngomong-ngomong, papa kok belum ke kamarku ya. Papa udah pulang belum ya. Aku melirik jam dindingku. Jarum panjang menunjukkan angka dua belas dan jarum pendek berada di angka sembilan.
"Lah, ini bukan habis magrib namanya. Habis isya' plus plus"
Deru mesin mobil mendekat terdengar jelas. Ini pasti papa pikirku. Drama baru dimulai rupanya. Harus tampil prima nih. Aku berjalan menuju kaca. Menatap wajahku lamat lamat. Sepertinya kurang lusuh agar papa percaya kalau aku belajar dari sore. Perlahan tapi pasti aku mengacak acak rambutku sendiri. Setelah dirasa cukup aku mulai belajar atau lebih tepatnya acting belajar.
Ceklek!
Kakak laki-lakiku langsung melompat ke tempat tidurku. Kaki panjangnya memporak porandakanselimut yang sudah telipat rapi. "Wow! Ada keajaiban dunia rupanya disini," ujarnya sambil nyengir nyengir geje. "Apasih," sambutku cuek. "Tumben seorang Via Adara belajar segitu seriusnya apalagi sampe rambutnya amburadul kayak mie gosong"
"PAPA, KAK VIO GANGGUIN VIA BELAJAR!!"
"Papa? Papa yang mana, Vi? Papa belum pulang tau. Papa lembur. Eh, bentar. Oh jadi lo belajar itu hanya pencitraan semata"
"Serius papa lembur kak? Lah, itu tadi suara mobil?"
"Mobil gue kelez"
"Kamper, tau gitu gue tidur mulai tadi," tubuhku mendarat dengan mulusnya di spring bed. Aku bersusah payah menyingkirkan tubuh panjang kakak laki-lakiku. Ralat, tubuh tinggi maksudnya. Kan kalau horisontal panjang.
"Kok malah tidur? Eh, rapihin dulu mejanya."
"Bodo ah. Males tau."
"Oh, iya iya paham. Kan biar nanti pas papa dateng terus liat buku buku berserakan gini langsung tau kalo lo habis belajar ya? Gue bersihin ah"
"Serah. Mau tidur. Ngantuk. Lelah. Penat. Bye!"
"Heh, jangan tidur. Jadilah pelajar yang teladan. Belajar setiap hari walau tidak ada ulangan. Ayo lanjutin belajarnya. Jangan lupa belajarnya pakai hati. Kasihan hatimu gak pernah dipakai. Awas tiba-tiba jadi batu," ujar Vio sambil memainkan handphonenya. Apalagi kalau bukan chattingan dengan pacar barunya. Cewek yang sudah membuat Vio uring-uringan jika hujan turun di malam minggu. Cewek itu juga yang membuatku sering diculik ke kamar Vio hanya untuk membantu Vio menyeleksi pakaian mana yang cocok digunakan bertemu pujaan hatinya.
"Sombong ya. Gak inget yang bantuin siapa. Dasar kacang lupa kulit."
"Hahaha... Iya iya"-Vio berdiri mengacak-acak rambutku-"Sana lanjut belajar."
___________________________________
Hore, chapter satu selesai!!
Masih pemula nih jadi mohon banget bantuannya buat vote dan comment
Makasih yang udah baca
Semoga harimu menyenangkan :))
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAVIA
Teen Fiction"Oh jadi lo bilang gue bodoh?" "Lo yang menyimpulkan." "Apa sebutan buat orang yang lebih bodoh dari orang bodoh?" "Tolol." "Kalo gitu lo tolol. Udah tau orang bodoh, masih aja dicontek." Aku merebut buku tulisku. "Lah, ngambek. Hahaha. Gue aduin k...