[ 5 ] Si Anak Setan

591 44 0
                                    

"Ini tiket lo? Lo habis kesambet apaan?"

"Apaan?"

"Bukannya lo paling males diajak nonton acara begituan? Nonton gue main aja ogah ogahan."

"Gue diancam. Udah ah, keburu telat."

"Wih keren juga berani ngancem. Siapa nih? Cewek?"

Pintu ditutup.

"Berarti iya! Akhirnya saudara gue beranjak dewasa."

Motor dijalankan.

***

Rolling tempat duduk kelas minggu ini menakdirkanku duduk dengan anak yang paling diwaspadai anak satu kelas. Siapa lagi kalau bukan Arka. Selain karena kelakuan isengnya yang luar biasa, dia juga tergolong pencuri kelas kakap. Walaupun cuma alat tulis, tapi kan belinya juga pakai uang.

"Pinjem bolpen, dong." Arka menyenggol-nyenggol lenganku sambil berbisik. "Bolpen gue habis nih."

"Itu bolpen gue. Dipikir gue gak tau tadi lo ngambil dari kotak pensil gue," jawabku jutek sambil tetap fokus mengerjakan soal yang ada di buku paket. "Dipikir gue buta apa," lanjutku lirih lebih ke arah berbicara pada diriku sendiri.

"Wah kok lo tau gue mikir gitu?"

"Rangajar"

"Pardon?"

"Pretest bahasa inggris aja remidi. Gaya lo pardon padon."

"Eh, kemarin pretestnya menda-"

"Heh, ramai saja mulai tadi! Sudah selesai?"

"Eh, ini bu, Via gak mau minjemin saya bolpen padahal bolpen saya habis."

Aku melirik wajahnya yang dihiasi cengiran lebar. Wajahnya menampakkan raut yang sangat puas.

"Via..."

Aku menghela napas. Aku korban fitnah. Bukan fitnah sih, memang kenyataan. Tapi kan ada alasan mengapa aku melakukannya. Kuberikan bolpenku dengan kasar. "Aduh, cewek kok kasar. Takut nih," Arka mengeluarkan ekspresi ketakutan yang dilebih-lebihkan. Mulutku bergerak tanpa suara membalas ucapan Arka. Takut ditegur guru lagi dan takut difitnah Arka lagi.

Suasana hening tercipta beberapa menit. Arka sudah ribut lagi. Buku paketnya ia bolak-balik pada halaman yang sama. "Ini caranya gimana sih? Ajarin dong." Tanpa aba aba Arka langsung menarik buku tulisku kepangkuannya. Menyalin tanpa perlu membacanya terlebih dahulu. Baginya membaca nomer dan diketahui, ditanya sama dengan buku paket itu sudah cukup.

Aku berusaha menarik bukuku. Masalahnya aku juga belum selesai padahal sebentar lagi bel akan berbunyi. Peristiwa tarik menarik dalam diam pun tak dapat dihindari. Hanya mata yang berbicara saling mengancam. Hingga akhirnya Arka angkat bicara. "Gue pinjem sebentar aja atau lo mau gue aduin?" ancam Arka.

"Lo tuh kayak cewek ya beraninya ngadu," balasku tak kalah sengit.

"BU DINI TO-"

"Iya iya. Lo pinjem dulu." Buru-buru kulepaskan buku yang sampulnya berkerut disisi kanan kirinya dan sedikit sobek di bagian tengah akibat tragedi tarik menarik tadi. Aku mengalah karena Arka hampir saja mengadu pada guru. Aku bukan anak nakal yang suka bolos dan kelayapan, tapi aku juga bukan anak rajin yang selalu mendengarkan guru, duduk diam mencatat tulisan di papan tulis, selalu dapat nilai di atas KKM. Aku hanya siswi biasa. Aku juga beberapa kali berbuat kerusuhan saat jam pelajaran. Jadi tidak heran kalau fitnahan Arka tadi dipercaya Bu Dini. Aku tidak berani ambil resiko untuk kedua kalinya.

"Itu namanya nyontek bukan minta ajarin."

"Ini namanya menyalin."

"Itu sama aja."

ARKAVIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang