[ 12 ] Jangan Salkim

405 33 5
                                    

"Jadi gitu ceritanya, Gab."

"Tinggal bilang salah kirim aja apa susahnya?"

"Iya juga, ya." Aku menghentikan sejenak aktivitasku. "Kok bego banget sih gue nggak kepikiran?"

"Makanya kalo lagi suasana kayak gitu jangan panik biar bisa mikir jernih," nasihat Gaby, "Sekarang bales tuh chatnya."

"Siap bos."

Via Adara : Eh maaf salkim nih

Keanofian Akbari : Wkwkwk gpp kok

Aku mengacungkan jempolku sambil tersenyum puas. Semudah itu? Kenapa tidak mulai kemarin aku kepikiran.

"Gampang banget percayanya, Gab." ujarku.

Ketika kuangkat kepalaku yang kudapati justru Gaby yang sedang menunduk. Tidak menatapku dan sepertinya juga tidak mendengarku. Jempolnya sibuk bergerak-gerak di atas layar handphonenya. Kalau sudah begitu, pasti akan lama.

Egois memang, saat suasana di mejaku hening sedangkan meja lain ramai membuatku ingin menyumpal mulut mereka satu-satu. Suara para siswa yang bersahut sahutan membuatku jengkel. Padahal tidak seharusnya aku begitu karena itu hal wajar. Toh ini kan tempat umum.

Aku ingin menyuruh mereka semua diam agar kantin menjadi sepi. Seperti di bangkuku.

Mangkuk bakso yang tadinya penuh kini hanya tersisa kuahnya saja. Warnanya gelap hasil perpaduan dari sedikit kecap, sedikit saos, dan sedikit sambal. Merasa belum puas dengan warna yang dihasilkan aku menambahkan kembali beberapa sendok saos.

"Taruh," tukas Gaby sambil menahan tanganku menuangkan saos. "Kasihan Abangnya nanti rugi."

"Dikit doang."

"Lagian kurang kerjaan banget sih."

"Lagian lo mulai tadi diem aja. Main hp terus. Gue bosen."

Gaby membalikkan layar hpnya. "Gue lagi belajar bukan main. Habis ini gue ulangan."

"Wah, kimia ya? Bocoran dikit dikit boleh tuh."

"Nggak." Gaby kembali tenggelam pada deretan huruf di layar hpnya. Sedangkan aku sudah heboh sendiri.

"Temen sendiri nih. Masa nggak mau bantu?"

"Temen justru nggak bakal ngejerumusin temennya ke hal yang tidak baik," jawab Gaby. "Gue maunya lo bisa sendiri."

"Yahh."

"Kalo lo emang mau bantuan dari gue, gue bantu ajarin. Tapi gue nggak akan pernah mau bantu ngasih bocoran soal."

Aku terkekeh pelan mendengar jawaban yang serius dari Gaby. "Gue tadi cuma bercanda. Lo malah serius. Mana bijak banget lagi."

"Jadi makin cinta deh," godaku.

Yang digoda tetap diam tidak peduli. Menatapku datar sejenak lalu kembali fokus belajar. Namun justru itu yang membuatku gemas ingin menggodanya.

"Ceritanya udah selesai kan?" Gaby memasukkan telepon genggamnya ke dalam saku. "Ayo gue anter ke kelas," ucapnya seraya berjalan.

"Tae lah ni bocah," gumamku.

"I can hear you."

***

Aku berpisah dengan Gaby di tikungan. Kulanjutkan perjalanan menuju kelas sendirian. Beberapa kali kubalas sapaan teman-teman yang menyapaku.

Teman.

Apa kau heran kenapa aku jarang sekali bersama teman-temanku? Aku juga heran. Aku lebih nyaman sendirian. Kalau kau tanya kenapa, aku tak bisa menjelaskan. Tunggu saja. Nanti kau juga akan tahu kenapa aku lebih sering sendiri.

ARKAVIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang