4 : OMG !

8K 224 1
                                    

Rasanya aku sangat bersemangat untuk sekolah hari ini. Jalan jalan sebentar dengan Rayan kemarin benar benar membuat efek yang sangat baik pada moodku. Dan entah kenapa aku bisa menghilangkan Bimo dari ingatanku walau tidak seluruhnya.

Aku sedang duduk di pinggir lapangan sendirian, karena sekolah pun masih sepi. Sudah kubilang aku terlalu bersemangat sekolah sampai sampai tadi aku berangkat jam enam pagi dan saat sampi di sekolah baru hanya ada beberapa murid yang dating.

" Cie yang kemaren bolos pelajaran terakhir gak ngajak ngajak " Suara Maria terdengar dari belakang, yang membuatku menoleh lalu nyengir lebar . Aku menggeser posisi dudukku, membrikan Maria tempat agar bisa duduk bersamaku.

" Sori bro, kemaren buru buru sih " candaku mengedipkan sebelah mata menggodanya.

Maria duduk di sampingku " Ya kalo bolosnya sama tukang tawuran nomer satu di sekolah sih wajar aja buru-buru " balas Maria sinis , menjulurkan lidahnya untukku .

Aku mendelik ke arahnya kok Maria tahu ? " Ngomong ngomong, lo tau darimana gue bolos sama Rayan ?" tanyaku. Kan kemarin aku tidak bilang ke siapa siapa tentang bolos ini, kenapa Maria bisa tahu ?.

Cewek berambut lurus sebahu itu menghela napas " Melyssa Rahardian, coba nanti lo tanya ke semua anak angkatan kita siapa sih yang nggak tau lo bolos bareng Rayan ninggalin Karin nangis histeriss sendirian di gudang? " jawabnya . Uh... aku menyesal kemarin tidak memikirkan tentang pandangan anak anak angkatanku kalau bolos sama Rayan .

Dan meninggalkan Karin sendirian, eh tapi jujur saja aku tidak peduli tentangnya.

"Cerita dong kemaren jalan jalan kemana aja " ujar Maria disusul tawa kecilnya.

Aku menghela napas. Mengingat-ingat caranya menyeka air mataku, mengendarai motor dengan sangat kencang dan memanggilku dengan sebutan..... astaga apa aku harus bercerita pada Maria tentang itu ?.

"Gue mau cerita , tapi takut lo muntah. Gue aja jijik mau nyeritain ke lo " Aku memasang mimik jijik di wajahku.

Maria mengernyit " Apa ? lo udah di gituin sama Rayan ? "

Aku mencubit pipi Maria, ya ampun Maria bisa bodoh begini ya ? .

" Nggak lah ! mana mungkin gue mau " cibirku.

Maria terbahak "Aduduh sakit ! Iya iya maaf, terus ada apa dong ? " Dia mengusap usap pipinya yang memerah karena cubitanku.

"Nih ya..duh gue jijik banget sih mau cerita ini ke lo " aku mendecak , harus bagaimana memulainya ya ?.

"Apa deh Mel ? jangan bikin penasaran gitu ah ! " dia menepuk bahuku dengan buku tulisnya.

" Terserah abis ini lo mau muntah atau enggak. Jadi... dia punya nama panggilan buat gue "

Maria mengerutkan dahinya " apa ? Melss? Melyss ? rahardi ? dian ? " tanyanya bertubi tubi .

Aku menggeleng perlahan "Lebih buruk Mar , dia manggil gue ...- " mulutku terbungkam oleh telapak tangan yang menutupi setengah wajahku .

" Hai Sweetiepie " Rayan 'menyapa'-ku .

Maria Melongo. Antara kaget akan panggilan Rayan terhadapku atau Rayan yang tiba tiba datang dari belakangku . " Sweetiepie ? HAHAHA serius ?! " lalu Maria tertawa , sangat kencang sampai ia harus menutup mulutnya .

Aku menrik jari jari Rayan yang membekap mulutku " Rese lo, sana pergi jauh jauh " ucapku ketus .

"Aduh..hahaha.. jangan galak gitu dong Mel..haha sama Sweetiepienya....pfffhh hahahaha " Maria berusaha bicara di tengah tawa kerasnya , membuatku menatapnya sebal. Sepertinya Maria juga bakal kena virus nyebelin Rayan nih .

Rayan tersenyum simpul , lalu berjalan ke arah tangga. Aku memperhatikan punggungnya yang menghilang perlahan seiring dia menaiki satu persatu anak tangga menuju ke kelasku di lantai dua .

" Ngeliatin meululu, suka yaaa? " aku cepat cepat mengalihkan pandangan dari tangga , menatap Maria yang tiba tiba Melontarkan pertanyaan aneh dari mulutnya .

"Hah? Suka ? nggaklah. Ngapain suka sama Rayan, hidup gue bisa bisa gak tenang nantinya " ujarku agak tergagap.

Maria menggeleng pelan " Udah ngaku aja, suka kan ? " tanyanya lagi .

Kali ini aku menggeleng mantap " Mar, lo lupa pas di kantin lo yang paling ngelarang gue deket sama Rayan ? duh gimana sih " Jawabku tegas . suka sama Rayan ? Cih, aku berharap nantinya aku tidak akan pernah punya rasa apapun untuknya atau bisa bisa aku tertular virus nakalnya.

Tangan Maria menepuk bahuku " Iya iya, lo nggak suka sama Rayan " lalu dia berdiri " Tapi lo udah sukaaaa banget sama dia, yak an ? haha !" dia membeRiku senyum liciknya dan menaRik tanganku memaksaku bangun dari bangku taman ." Yuk , bentar lagi bel " ujarnya pelan.

Ingin sekali aku menjawab pernyataan Maria yang super salah itu tapi sepertinya menimpali kalimatnya sama dengan mencari gara gara dan pasti pada akhirnya aku juga yang akan kalah.

Kami berpisah di tempat biasanya, dia masuk ke kelasnya sementara aku masih harus berjalan sedikit lagi untuk mencapai ke kelasku yang terletak di ujung lorong sekolah. Aku terheran heran dengan semua orang saat aku berjalan Melewati mereka. Semua orang sekarang membeRiku 'perhatian' berlebihan yang membuatku muak. Cara mereka menatapku , berbisik bisik saat aku lewat , malah sekarang terdengar tawa pelan dan cekikikan dari mulut mereka.

Aku hanya menghela napas dan Melanjutkan langkahku, tidak berniat untuk peduli.

Aku membuka pintu kelas dan terbelalak. Pemandangan di kelas lebih dari cukup untuk merusak mood luar biasaku pagi ini . Rayan sedang duduk dan membaca komik entah apa tepat di belakang tempat duduku yang seharusnya bukan tempatnya.

" Lo ngapain disini ? " tanyaku menggeram.

Rayan mengangkat wajah dari komik yang sedang dia baca . " duduk ? " lalu mengacuhkanku. Baru kemarin dia bersikap sangat baik dan sekarang dia berubah lagi? Huh.

Aku memukul mejanya "Tapi ini bukan meja lo ! bukan tempat lo biasanya ! " aku mencari Faraz, orang yang sebenarnya duduk di belakangku. Mataku mengitari kelas dan mendapatinya duduk di pojok kelas, kursi Rayan. " Woi Faraz ! lo gak mau duduk disini lagi ? "

Cowok culun berkacamata tebal dan berambut klimis itu menggeleng panik "Ng..nggak Mel ! ma-makasih..." ujarnya takut takut , lalu kembali berkutat dengan buku pelajarannya yang lebih tebal dari pada kacamatanya .

Mataku kembali tertuju ke arah wajah Rayan " Tadi Faraz lo apain sampe ketakutan gitu ? "
Dia mengangkat bahu " Mana gue tau, tadi gue cuma nyuruh dia pindah sambil gebrak meja. Eh dianya langsung ngacir " Bibir Rayan menyunggingkan sedikit senyum tapi tidak sama sekali mengalihkan pandangannya dari komik yang dia baca.

Aku menghela napas, dasar idiot.

Akhirnya aku duduk di bangkuku dan merasakan pandangan tidak enak dari seseorang.

Dan saat aku menoleh, dia malah memalingkan wajahnya.

Oh, Karin. Tidak, aku tidak mau menganggapnya ada di kelasku. Masa bodoh dengannya, aku sudah terlanjur benci. Dibanding aku terus menerus memarahinya lebih baik diam kan ?.

"Oi Sweetiepie " Rayan memanggilku .

"Apa sih ? " jawabku ketus se-ketus ketusnya .

Rayan menjenggut rambutku, membuatku terpaksa mengadahkan kepalaku untuk menatapnya dalam posisi terbalilk " lepasin, pedofil lo "

Dia menggeleng "Dengerin gue dulu "

Aku menggeram, mencubit lengannya keras keras " AW ! " Rayan berjengit, Melepas genggaman tangannya dari rambutku. Aku segera mengembalikan kepalaku ke posisi normal, menghadap lurus ke papan tulis.

Rayan memajukan badannya sehingga aku bisa merasakan hangat napasnya di telingaku " Padahal gue mau ngasih tau rahasia ke lo " bisiknya

Tiba tiba seluruh tubuhku merinding. Apa apaan ini, Rayan berbicara padaku dalam posisi begitu . " Apa ? kalo lo tiba tiba punya kelamin ganda ? Atau lo mau ngaku kalo lo itu homo ? " balasku ketus tanpa menoleh .

"Lo mau tau gak, kemaren Karin sama Bimo ngapain aja ? "

Dengan kecepatan Melebihi roket, aku menoleh ke arahnya "What the fu- "

"LANGUAGE MELYSSA ! " suara Bu Ina menggema di kelas. Menghentikan semua obrolan ringan anak anak kelasku, membuat semua kepala menoleh ke arahnya .

Dan tepatnya, memotong kalimatku yang bahkan belum selesai.

Dia menatapku tajam, seolah Melihat aku sedang menyuntik heroin ke nadiku. Tanpa mengalihkan pandangannya, dia berjalan menghampiri mejaku. Membuatku menunduk dalam dalam .

Bu Ina , guru bahasa inggris killer.

" Saya mau denger tadi kamu ngomong apa " tukasnya .

Dia punya telinga ultrasonic atau apa sih.

Aku mengangkat wajahku takut takut "Err...engga kok bu...saya gak ngomong apa apa... " jawabku berusaha berbohong .

BRAKK

Dia memukul mejaku kencang " Jawab yang jujur ! " Matanya tidak terlepas daRiku, aku bisa Melihat softlens berwarna bening menempel disana .

DUH GIMANA DONG INI .

"Engg..tadi saya bilang..bi-bilang..what..th-the fu....fu-funny ! iya bu ! saya tadi bilang what the funny bukan what the-"

"Udah salah masih berani bohong ? telinga saya ini ultra sonik , asal kamu tahu " Bu Ina menatap ku setajam membuatku bergidik . Tuh kan benar apa kataku, telinganya ultra sonic.

Aku menunduk pasrah, mendengar langkah kaki Bu Ina menjauh dari mejaku . " saat bel pulang sekolah berbunyi, kamu harus berada di kantor saya. Ngerti ? " perintahnya.

Yang kubalas anggukan pelan , itu pernyataan, bukan pertanyaan.
****
"Iya bu, makasih. Selamat sore " Aku menutup pintu ruangan Bu Ina di belakangku setelah diceramahi panjang kali lebar olehnya tentang penggunaan tata bahasa inggris yang baik dan benar lalu diberi tugas membuat makalah yang harus dikumpulkan pada saat kenaikan kelas nanti.

Sekolah sudah mulai sepi kembali. Berjalan di lorong sekolah sendirian sambil memperhatikan lapangan sekolah. Tersenyum sendiri saat Melihat semua lapangan di penuhi oleh anak angkatanku , kenapa jadi monopoli lapangan begini ya ?. Memang sekarang kami sudah menjadi senior di sekolah ini, berhubung kelas 12 sudah UAN dan sekarang tidak punya kerjaan di sekolah, jadi pihak sekolah memutuskan untuk Meliburkan mereka.

Pandanganku mendarat di lapangan basket. Terkikik kecil kalau mengingat anak angkatanku tidak pernah bisa main basket dengan serius. Semuanya akan berakhir kacau , tim tiba tiba berubah, malah mencetak skor untuk diri sendiri dan berebut satu bola berwarna oranye tersebut.

Langkahku Melambat seiring penglihatanku menangkap sosok tersebut, badan tinggi berisinya, luka di sikunya, goresan cakar kucingnya di leher atau yang remeh seperti aku masih ingat cara Bimo mendribel bola, shootnya yang hampir selalu sempurna sehingga menjadikannya sebagai kapten basket angkatanku. Wajahnya yang penuh keringat setelah main basket, cara dia minum lalu menyiram kepalanya dengan air mineral yang sama.

Aku ingat, terlalu ingat.

" MELYSSA ! AWAS ! " Suara cowok di pikiranku meneriakkan namaku kencang, membuatku menoleh dan ......

BUGG.

Tubuhku terduduk di lantai. Semuanya berputar, rasanya seperti habis naik kora kora di Dufan . Disusul dengan perih yang menyerang hidungku, bola oranye sialan. Pelempar bola sialan.

Samar samar Melihat Bimo berlari ke arahku " Mel ? kamu gak papa ? " tanyanya .

'Kamu ' katanya ? .Masih bisa dia manggil aku pake ' kamu ' ?.

Tanganku mendorong pundak Bimo "Udah gue gapapa, sana lo pergi !" Seruku geram. Buat apa Bimo repot repot menghampiRiku? Untuk membuatku jatuh hati padanya lagi ?.

Bimo menatapku sayu. Ya ampun, kenapa jantungku kembali berdegup seperti ini ?.

" Mana bisa aku ninggalin kamu kaya begini Mel.. ".

Aku berusaha berdiri, yang malah membut sakit di hidungku terasa sampai ke kepala. Aduh, ini sakit banget. rasanya seperti habis di tonjok sama Chris John, padahal cuma pake bola basket. Aku berusaha menahan sakitnya, sampai sampai sekarang aku mulai menangis.

"Udah sana lo per- " Belum sempat kalimatku selesai, setetes darah jatuh ke seragamku. Dan tiba tiba saja darah mengalir deras dari hidungku , membuatku lemas tidak karuan .

"A-ah..... sa-sa..kit " ringisku pelan, mataku terpejm tidak kuat lagi melihat begitu banyak darah di seragamku.

" MEL ! tunggu ! aku bawa kamu ke.... " perlahn lahan suara Bimo menghilang dan semuanya berganti jadi warna hitam. Pekat .


####

Aku mencoba membuka mataku yang terasa berat sekali. Lalu menyadari kalau langit langit ruangan ini bukan kamarku. Aku dimana ? . Perlahan aku mencoba mengangkat kepalaku yang terasa sangat pening dan sakit, ngilu di hidungku juga ikut berpartisipasi untuk membuatku gagal hanya untuk mengangkat kepala .

"Arghhh " tanganku meremas dahi, berusaha menahan pening yang berlebihan ini. Gila, hanya dicium bola basket dan semuanya bisa jadi sesakit ini ya ?.

Terdengar suara langkah kaki yang mendekatiku, tidak perlu dipertanyakan lagi. Aku tau pasti itu Bimo ." Kamu masih sakit ? " tanyanya . Dasar bodoh, jelas jelas aku lagi kesakitan begini dan dia masih nanya .

" Iya gue sakit. Ngeliat lo ciuman Karin dan sekarang gue yang ciuman sama bola. Puas ? " ucapku kesal. Masih Melawan sakit yang rasanya berangsur- angsur membaik. Untunglah .

Bimo menatapku lembut , badannya menunduk , mendekat kepadaku yang berbaring di kasur UKS . " Siapa juga yang sayang sama Karin Mel ? Aku sayangnya sama kamu " dia berkata sangat lembut.

Aku menatap mata hitamnya, berusaha tidak tergoda dengan kalimatnya tadi " Tinggalin gue sendiri bias gak ? Gue gak butuh omong kosong " .

Apa sih maunya Bimo ? ngapain gitu dia nungguin aku sampe sadar begini ?
Jarinya mengusap bibirku pelan " I miss this lips , baby " wajahnya perlahan mendekat ke sampingku. Napasnya menggelitik telingaku .

Aku berusaha menjauh darinya, tapi tangannya memegang daguku kencang tidak membolehkanku pergi. "Lepasin gue, brengsek ! " mendorong dadanya kencang. tapi apa daya? Kepala saja masih pening dan hidung masih sakit, tanganku belum punya tenaga yang cukup untuk membuatnya menjauh daRiku.

,Kamu pasti juga kangen kan Mel ?" Bimo berbisik tepat di telingaku, membuatku menggeliat geli. Napasnya terlalu menggelitik, dan sekarang dia turun ke leherku. Sengaja bernapas dengan tempo yang kencang. Kurang lebih enam bulan aku pacaran dengannya, dan Bimo sudah terlalu hapal titik lemahku.

"Please Bimo.. lepasin gue.." ujarku lemah. Kini hidungnya menempel di leherku, memberi sensasi yang kalau boleh jujur, sangat nyaman. Tapi mengingat perlakuannya kepadaku, mana mungkin aku memperbolehkannya seperti ini lagi ?.

Dia mengangkat wajahnya, menatapku lamat. Perlahan bibirnya mendekat ke bibirku, yang membuatku terpejam dan menutup bibirku rapat rapat. Napasnya mulai terasa di wajahku.

Tolong .... Tolong aku...

Tiba-tiba sehelai kertas tebal terselip diantara wajahku dan wajah Bimo.

" Whoops "

Aku bisa Melihat mata Bimo Melebar sebelum Rayan menarik kerah seragam Bimo dan menghempaskannya ke sofa UKS ini. Membuatku bisa bernapas lega. Syukurlah ada Rayan, entah apa yang akan terjadi kalau Rayan terlambat sedikit saja.

" Maaf ganggu, tapi gue gak suka sinetron abal-abal kaya tadi " ujar Rayan sambil menghampiRiku. MembeRiku senyum nakalnya " Selamat, pangeran lo udah dateng nih " lalu terkekeh .

Aku berusaha menyembunyikan senyum lebarku dengan merengut " Pangeran kesiangan kaali " balasku singkat.

Bimo bangkit dari sofa, melangkah ke arah Rayan " Lo mau ngapain di sini? " Tanyanya kasar.

"Mau jemput Melyssa " Rayan menjawab ketus, menghampiri Bimo .

"Lo kira lo punya hak buat deketin Melyssa ? " tinju Bimo Melayang ke wajah Rayan yang langsung di tepis olehnya.

Rayan menggeram, mencengkram kerah baju Bimo kencang "Emangnya lo masih punya hak buat cium cium Melyssa hah ? " desis Rayan .

Aku menghela napas panjang. Bisa bisa mereka berdua adu tinju lebih lama kalau aku tidak seger bertindak . " Jadi mau pada berantem di depan orang sakit ?" Kataku menyindir .

Mereka berdua menoleh ke arahku yang sekarang sudah bisa duduk di ranjang UKS.

Rayan membanting Bimo ke sofa lagi lalu menghampiRiku di ranjang " Udah mendingan ? " tanyanya .

Aku mengangguk " sekarang jam berapa ? " Aku balik bertanya pada Rayan.

Rayan bergumam sebentar sambil MeliRik jam tangannya " uhmm jam setengah empat "

Mataku Melebar, aku pingsan dari jam 12 sampe jam segini ? Ya ampun emang bola basket sekeras apa sih kena muka aku ? " Gue.... pingsan selama itu ? " Aku bertanya ragu .

Kepala Rayan mengangguk " Kalo bukan karena ada orang yang dengan sadar ngelempar bola basket ke muka lo sih lo ga bakal kaya gini " .

Tunggu, apa ? jangan jangan yang melempar bola basket ke arahku... . " Ap-.. gue.... Bimo... ? " Ucapku terbata ingin menjelaskan keraguanku .

Rayan mengangguk , mengiyakan .

Bimo ? ngelempar bola dengan sengaja ke mukaku ? setelah dia selingkuh sama Karin ? setelah dia bikin aku patah hati ? dia malah lempar bola dengan sengaja ke muka aku ? .

Aku turun dari ranjang , sedikit terhuyung tapi tangan Rayan dengan sigap menopang punggungku. Mataku menatap Bimo tajam " Gue salah apa Bim ? Gue ngapain lo sih ? " .

Bimo mengangkat wajahnya, beranjak berdiri lalu tersenyum. " Lo masih untung gue belom punya niat buat bunuh lo " Desisnya sebelum meninggalkan aku dengan banyak tanda tanya. Apa ? bunuh ? kenapa ? Bimo kenapa sejahat itu?.

Aku menggigit bibirku yang bergetar, berusaha menahan air mataku agar tidak tumpah lagi ke wajahku. Rayan yang sepertinya mengerti perasaanku menghela napas panjang, melingkarkan tangannya di pinggangku.

Bimo ...... kenapa ? apa dia gak tau kalau aku sayang padanya ? ini balasan rasa aku kepadanya ? ini balasannya ?.

Air mataku mengalir tanpa bisa lagi kutahan, membuat suara isak keluar dari mulutku .
" Sweetiepie, jangan nangis dong " Kali ini Rayan benar benar memelukku. Membuatku bersandar di dadanya. Tanganku meremas seragam sekolahnya .

Pikiranku Melayang ke enam bulan yang lalu. Saat Bimo selalu tersenyum untukku, menyapaku hangat, membuat lelucon sehingga kami tertwa bersama.... cara dia ngecup dahiku, cara dia menggenggam tanganku ... itu semua apa ? drama ? selama ini dia cuma akting ? aku korbannya ? tikus percobaanya ?.

Isakanku mengeras, membuat Rayan berinisiatif memelukku lebih erat lagi. Entahlah, aku merasa tenang di posisi seperti ini. Rengkuhan Rayan sangat menenangkan mengakibatkan aku betah berlama lama berada di dalam lingkaran tangannya .

"Sweetiepie....." ucapnya pelan sedikit berbisik. "Kok lo cengeng gini ? " candanya .

Aku memukul dadanya kencang " Ap-apa sih.. R-Ray... " ujarku di sela isak tangisku.

Jari Rayan menyisir rambutku dengan lembut. Duh, sepertinya aku mampu kalau disuruh untuk diam dalam posisi seperti ini selamanya.

Hening lama .

Sepertinya...... agak konyol juga kalu berlama lama seperti ini. Aku mendorong tubuhku dari Rayan saat tersadar kalau aku udah terlalu lama ada di pelukannya .

"So-ri Ray .... " ucapku, pasti wajahku mulai memerah.

Rayan hanya nyengir lebar .

Aku menggaruk kepalaku " Uh.. ngg... berapa lama ..mmm .. tadi gue di peluk ? " tanyaku terbata .

Dia Melirik jam tangannya lagi " 10 menitan sih haha, mau pulang ? " tawarnya .

Kepalaku otomatis mengangguk. Maria pasti sudah pulang dan itu artinya aku tidak punya tumpangan lagi untuk pulang.

Kami berjalan dalam diam, aku memikirkan ucapan Bimo sementara Rayan .... entahlah apa yang dia pikirkan. Wajahnya terlihat santai , seperti tidak sedang memikirkan apa apa.

Rayan melemparkan jaket kulit saat kami sudah sampai di parkiran, yang refleks aku tangkap " Pake, nanti lo kedinginan " .

Aku menatapnya heran, dia sesiap ini ya mengajakku pulang bareng ?.

Aku mencoba jaket kulitnya sementara dia sedang memakai sarung tangan. Yaiks, ini terlalu kebesaran untuk tubuhku . " ih ini kegedean , lo aja yang pake "

Dia menggeleng " Sweetiepie, lo tuh abis sakit. Kalo ditambah masuk angin kan nanti nyokap lo kasian harus ngerokin badan lo " Rayan tersenyum memperlihatkan deretan gigi rapinya . ciaaaaaatt ganteng amatttt .

Aku memutar bola mataku, pura pura terlihat sebal" udah ah, mau pulang " .

Rayan membantuku naik , dan dengan segera aku Melingkarkan tanganku di perutnya. "Siap ? "

"Yip Yip "

BBRRMMM

Motor Rayan melaju kencang seperti hari kemarin. Aku mempererat tanganku di perut Rayan, berjaga jaga kalau nanti dia ngetrek atau apa gitu .

Ponsel di saku-ku bergetar lama, tanda panggilan masuk. Aku Melepas satu tanganku dari perut Rayan untuk merogoh saku dan tanpa membaca nama kontak yang menelepon aku langsung mengangkat panggilan tersebut .

"Halo ?! " ujarku sedikit berteriak, takut takut suaraku tidak terdengar karena ributnya klakson kendaraan dan angin kencang .

" HALO MELYSSA ?! LO GAK KENAPA NAPA KAN ? MAAF TADI GUE PULANG DULUAN YAAA !! " Suara cempreng Maria terdengar jelas di telingaku membuat telingaku pengang. Dia harus ikut kursus vocal agar suaranya terkontrol....

" iya ga papa , gue juga udah mendingan kok " Balasku .

"HAH ? APAA ? LO LAGI DIMANA SIH ? SUARA LO KECIL BANGET ! " teriak Maria.

Uh... aku memutuskan sambungan telepon. nanti nanti aja member tahunya, saat nanti sudah sampai rumah. Kalau dilanjutkan menelpon bisa bisa aku terlihat seperti orang gila teriak teriak sendiri di jalanan.

Tangan Rayan meraih tanganku lagi, menaruhnya di atas tanganku yang masih melilit di perutnya .

Rayan...... kadang kadang manis banget kelakuannya .

_________________________

" Thanks for the ride " ucapku sambil tersenyum .

Rayan membuka helmnya " Yoi Mel, kalo lo butuh tukang ojek telpon gue aje "

Aku tertawa " Gimana bisa telpon kalo nomer aja gak punya ? ".

Dia menepuk dahinya "Oh iyaya, mana nomer lo ? " Rayan merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel.

Aku menyebut sederet nomer perlahan, membiarkannya mengetik di ponselnya.

"Sip " ujarnya setelah selesai, dia menaruh ponselnya lagi di saku celana .Matanya mendelik ke arahku "Gue besok di ajak ke ulang tahun temen gue. Lo ikut ya "

Aku mengernyit "Lah kok gue ? "

" Ya gue maunya elo " Rayan mengangkat alisnya, mengisyaratkan agar aku harus setuju untuk ikut dengannya.

Well, karena besok hari libur dan biasanya aku memang tidak punya kerjaan di rumah sepertinya tawaran Rayan bukan hal yang buruk. Pada akhirnya aku mengangguk, mengiyakan untuk setuju ikut dengannya.

" Oke , fixed ya " Dia tersenyum membuatku sedikit salah tingkah dengan senyumnya yang sangat menaRik. Kalau dilihat lihat, sepertinya senyum Rayan lebih menaRik daripada senyumku, jadi minder.

Dan ............ hening .

Rayan menghela napas " Mel, sini bentar deh "

Aku mengernyit, tapi tetap melangkah mendekatinya dengan memasang wajah penasaran. " mau ngapa........."

Bibir Rayan mengecup pipiku cepat. Membuatku berdiri membeku di hadapannya bahkan kalimat pertanyaanku terputus. Mataku menatapnya kosong, ragu akan apa yang dia lakukan barusan.

" eh ? " kenapa hanya itu yang keluar dari pita suaraku...

Rayan tertawa "Serasa di cium malaikat ya gak ? ". Lagi lagi ngeselin, Rayan bener bener plin plan nih kepribadiannya. Pipiku terasa menghangat, yang artinya rona berwarna merah itu mulai menghiasi pipiku.

Rayan manis sekali. Kenapa dia bersikap seperti ini padaku? Bahkan awalnya, kalau bukan karena ku terjebak di kelas berduan dengan Rayan mungkin sampai sekarang kami tidak akan pernah mengobrol. Memang Tuhan punya rencana yang lebih baik yang tidak bisa kita duga.

" Tuh kan bengong. Pengen lagi ?" Rayan menyadarkanku dari lamunanku tentang dirinya .

"I- ih apaan sih lo haha ogaah ! " Aku berlari kecil ke depan gerbang rumahku .
Rayan menggeleng geleng lalu memakai helmnya lagi. Melambaikan tangan ke arahku lalu langsung ngebut , pergi .

Loving The Wrong GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang