Perlu diketahui bahwa beberapa chapter dibawah ini udah ada yang di edit hehe, dikarenakan dulu aku masih penulis amatiran dan kalau dalam bahassa inggris sih 'grammar'-ku masi acak kadul.
But the most important is, semoga kalian suka dengan cerita pertama yang kubuat dan kuselesaikan dengan seluruh jerih payahku.
:)
____________________
Bugg.
"Aww..." Aku mengusap hidungku yang tiba tiba menabrak punggung orang lain, entah siapa.
"Bego ah, ga punya mata ? "
Aku mengadah untuk mencari tahu pemilik punggung yang mulutnya liar ini.
Cih, Rayan.
Kalimat seperti itu hal biasa kalau diucapkan oleh manusia bermasalah yang satu ini. Rayan Xavier namanya. Kerjaan di sekolah kalau bukan malak atau tidur di kelas ya mengajak sekolahan lain tawuran. Andai aja dia tidak senakal itu, aku yakin sekali, pasti dia di puja puja oleh cewek satu sekolah. Lah mukanya blasteran arab eropa siapa juga yang ingin menolak?.
"Gak pake bego berapa sih harganya?" Ujarku sinis lalu melanjutkan langkahku ke kelas. Maklum sikapku jadi sensitif begini, semalaman suntuk kemarin aku habiskan dengan menangisi nasib sialku.
Bagaimana tidak ?. Cowok yang udah menjalin hubungan denganku hampir setengah tahun ini , kutemukan sedang ciuman dengan cewek lain di depan mataku. Dan parahnya, cewek itu teman sekelasku sendiri, malah bisa dibilang cukup dekat karena kami sering belajar bersama. Dan saking manisnya sifat pacarku, dia bukannya melepas pelukan dari cewek itu tapi malah mencumbunya menjadi jadi.
Napasku tercekat, bahkan hampir tersungkur ke lantai karena kakiku tiba tiba terasa sangat lemas. Dan pada saat itu barulah Bimo melepas pelukan dari Karin lalu memapahku. Untungnya tanganku refleks menamparnya tepat di pipi. Mulutku menyerukan kata kata kasar, air mataku mulai tumpah. Aku mendorongnya lalu lari dari gudang itu ke kelas, yang akhirnya dikerumuni oleh teman teman sekelasku dengan wajah penasaran kenapa tiba tiba aku nangis keras sekali.
Well, begitulah alasan mengapa hari ini aku menjadi hampir perhatian satu sekolah. Dan untungnya sampai detik ini, aku belum menangkap sosok Bimo, cowokku itu. Terlebih lagi aku belum menyiapkan apa kalimat atau sikap yang harus aku lakukan jika bertemu Bimo.
"Hai tukang tinju"
Aku menoleh lalu tersenyum lebar, mendapati Maria yang menyapaku.
Artinya moodku akan membaik sebentar lagi. Maria adalah teman terdekatku selama satu tahun sekolah disini dan aku tidak pernah sama sekali dibuat sedih olehnya. Lihat saja cara dia menyapaku.
Entahlah, Maria benar benar tahu bagaimana cara membuat moodku membaik. Dan itulah alasan mengapa dia menjadi teman terbaikku selama setahun ini.
"Hai maria, berangkat pagi ya hari ini?" Sapaku yang membuat Maria tertawa, lalu berjalan seiringan denganku. Waktu kelas satu dulu, kami memang satu kelas dan terpisah karena penjurusan. Dia masuk kelas ipa, sementara aku kelas ips. Aku akui, otaknya memang lebih encer daripada punyaku.
Dia mengangkat bahunya "Adek gue nangis dari subuh, mau gak mau gue yang ngurusin sebelum mbak Ani dateng. Kan nyokap gue masih di luar kota" Jawabnya, lalu menoleh ke arahku "Ngomong ngomong, sinetron di depan gudang kemaren seru banget loh. lo nonton gak?" Lanjutnya.
Aku menyikut lengannya keras, bisa aja sih nyindirnya "Ih apaansih lo Maria ! " memasang wajah cemberut habis habisan yang memancing Maria terbahak keras. Kebiasaan dia memang seperti itu, suka meledek sikapku.
"Tapi gue gak nyangka bimo bisa kaya gitu" Maria berkata pelan, wajahnya berubah serius.
Aku menghela napas, dadaku terasa sedikit sesak "Lo aja mikir kaya gitu apalagi gue, Maria".
Maria menghentikan langkahnya "Yaudah, kalo gitu ketemu ya nanti pulang sekolah" Dia melambaikan tangannya sebelum beranjak masuk ke kelas. Sementara aku harus berjalan sedikit lagi untuk menemukan kelasku. Wajar saja, kelasku terletak diujung koridor sekolah.
Beberapa teman sekelasku tersenyum dan melambaikan tangan ke arahku, yang tentu saja aku balas dengan senyuman. Moodku jauh lebih membaik setelah diajak bicara oleh Maria.
Aku meraih gagang pintu kelas dan mendapati kelasku kosong. Lah? Bukannya pelajaran pertama ekonomi?.
"Pak Bejo ga dateng hari ini. Anak anak pada ke kantin "
Suara itu membuatku terkejut. Aku menoleh ke sudut belakang kelasku.
Yah, Rayan lagi.
Dia sedang membuka bungkus permen karetnya, kedua kakinya naik ke atas meja. Memang benar benar anak bermasalah.
Aku mengangguk singkat "Oh gitu".
Aku enaruh tasku di meja lalu duduk. Menelungkupkan kepalaku di meja, merasa agak canggung dengan kondisi kelas yang isinya hanya berdua. Kalau sesama cewek atau cowok yang bawel sih tidak masalah, tapi sekarang ini dengan Rayan. Sosok yang paling dihindari anak anak angkatanku bahkan hanya untuk sekedar dijadikan teman.
Hening.
Oke, aku bisa mati lama lama kalo sepi kaya begini terus. Rayan cari topik kek, ajak ngobrol atau apa gitu. jadi cowok kok pendiem banget sama cewek.
Mataku melirik sekilas ke belakang, ke meja Rayan. Dan mendapatinya sedang menatapku lurus lurus sambil mengunyah permen karetnya. Aku cepat cepat membenamkan wajah lagi ke lipatan tanganku yang ada di atas meja. Bodoh, kenapa Rayan ngeliatin aku seperti gitu sih, bikin salah tingkah aja.
Tiba tiba suara langkah kaki (yang pastinya punya Rayan ) menggema di kelas, dan berhenti tepat di belakangku. Leherku merinding . Aduh, kenapa pula aku harus merinding? Rayan kan manusia,bukan setan.
"Gue mau ke kantin" Ujarnya
Aku mengangkat kepalaku, lalu menoleh ke belakang "Ya...udah "
Dia melipat tangannya "Lo serius mau disini sendirian? " Salah satu sudut bibirnya terangkat, yang membuatku sedikit tercengang.
Baru kali ini aku liat muka rayan sedekat ini dengan bibirnya yang tersenyum simpul, kalo boleh jujur ..oke emang ganteng. Alisnya tebal, hidungnya mancung dan satu yang baru sekarang aku sadari yaitu warna matanya hijau pekat. Pantas saja kalau dari jauh pasti ada yang berbeda darinya.
"Woi Mel " Rayan menjetikkan jarinya di depan wajahku, membuatku sadar dari lamunan tadi. Dia tertawa "Lagi mikirin gue ya?" Candanya.
Aku merengut " Pengen banget ? "
Lalu mataku menyapu seluruh sudut kelas. Hmm.. sepertinya sendirian di kelas bukan ide yang buruk. Lagipula apa jadinya kalau aku pergi ke kantin bersama Rayan? Adanya juga nanti kalau Maria mendengar aku dan Rayan berjalan bersamaan dia pasti akan menceramahiku panjang lebar tentang betapa bahayanya manusia satu ini.
Kepalaku menggeleng "Gue disini aja Ray"
Rayan mengangguk acuh, lalu berjalan ke arah pintu . Dan sebelum menutup rapat pintu kelas, tangannya menunjuk ke arahku ."Gue belom pernah di tolak cewek loh Mel. Tungguin gue ya " memberiku senyum sekilas, dan menutup pintu.
Ya terus kalo dia ga pernah di tolak cewek masalah banget buat aku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving The Wrong Guy
Teen Fictionapa jadinya kalau aku punya hubungan dengan anak ter-nakal di sekolah?