11 : I Don't Even Knew

6K 183 7
                                    

Sepanjang perjalanan pulang, tidak ada satu pun dari kami yang bicara. Aku pun tidak bersusah payah untuk mengeluarkan sepatah kata pun di saat begini, kami memang butuh kesunyian.

Bahkan saat aku turun dari motor Rayan, kami tidak berucap apa apa. Dia hanya membuka kaca helmnya, tersenyum sekilas padaku. Lalu beranjak pergi lagi.

Aku.....tidak tahu harus bagaimana lagi.

Semua ini membingungkan, mantan pacarku tiba tiba membuat sayembara untuk membunuhku, kakak kembarku membuat geng motor tanpa sepengetahuanku. Dan Rayan juga termasuk ke geng motor kakakku. Apa yang sebenarnya tidak ku ketahui? Seberapa sedikit hal yang kuketahui ?

Dan aku memang bodoh, kenapa dari kemaren aku gak nanya ya sama kakak kembarku ?

Aku buru buru masuk ke rumah, mendapati lantai bawah kosong seperti biasa. Mama sepertinya belum pulang, atau bisa jadi lembur lagi ditemani rancangan baju yang berserakan di meja kerja kantornya.

Suara musik dari lantai atas terdengar, menandakan kedua kakakku sudah pulang.

Artinya, aku bisa meminta penjelasan pada mereka.

Cepat cepat aku menaiki tangga, dan tanpa mengucap salam langsung membuka kamar kakak kembarku yang sedang menonton tv dari kasur mereka masing masing.

Raka dan Riko menoleh, menatapku heran. "Kenapa Mel ?"ucap Raka yang langsung terduduk di kasurnya.

Aku duduk di kasur Riko "Tadi gue abis di culik sama Arman, siapa pula dia gue ga tau. Abis itu di selamatin sama Rayan. Gue gak ngerti lagi harus gimana Rak, Rik. Gue mau di gimanain juga kan jadi gak tenang di terror terror begini terus gue.... "

"Hah? Tunggu tunggu " kali ini Riko terbangun, duduk tegak di kasurnya, matanya menatapku terbelalak "Arman? Ketua geng motor Hurricane? "

"Mana gue tau? " aku bertanya balik ke Riko dengan sinis.

"Bahkan gue gak tau punya salah apa sama Bimo. Bisa bisanya dia ngeluarin uang 100 juta buat bikin gue mati. Gue salah apa? Gue dosa apa? Gue kan gak tau.. " Aku menarik napas panjang, memberi jeda diantara kalimat panjangku. Raka dan Riko sesekali berpandang pandangan, seperti sedang merundingkan sesuatu secara tidak langsung.

Tangan Riko memijit bahuku perlahan, berusaha membuatku tenang.

"Yakin, lo mau tau sekarang ? "

Aku memutar bola mataku " oh come on, emang lo kira berapa lama gue nunggu buat lo cerita ke gue ? "

Raka menarik napas panjang panjang, lalu menghembuskannya perlahan "Jadi, Mel.. Bimo itu sedarah sama kita.. "

Aku mendongak, menatap Raka lurus lurus. Sedarah?

"Sedarah, cuma beda ibu. Tahun lo lahir, dia juga lahir. Dia umm... Anak haram "

No way. Ayah? Atau Mama ?

Riko mendesah kecil. "Gue sebenernya males banget ngomongin ini, sumpah " dia melepas rangkulannya dari pundakku. lalu bersandar di dinding kamarnya .

"Ayah kandung kita waktu itu, ngehamilin lacur sebelum Mama hamil. Dan pas kita lagi seneng senengnya bakal punya adek, cewek itu dateng ke rumah sambil nangis cerita kalo dia hamil gara gara Ayah "

Aku ikut bersandar di sebelah Riko, menghela napas panjang. Sudah saatnya aku tahu, ya kan? Lagipula aku sudah 17 tahun kan tahun ini, pasti bisq menanggapi ini dengan baik. Walau sedikit kecewa, seharusnya Mama juga ada disini ikut memberi penjelasan untukku.

"Mama yang lagi hamil juga waktu itu langsung ngedrop. Bilang gak mau ngadopsi anak haram itu, nyalahin Ayah kenapa harus make pelacur. Sementara Ayah juga bingung, karena setiap mereka berunding bertiga hasilnya bukan jalan keluar. Tapi caci maki satu sama lain "

Loving The Wrong GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang