2 : The Truth

7K 214 3
                                    

Keesokan harinya, di kantin sekolah.

Setelah memesan dua es teh ,sepiring nasi goreng dan semangkuk bakso. Aku dan maria duduk di salah satu meja paling sepi di kantin, kami butuh privasi.

Dan aku meringis melihat Maria melotot ke arahku "Mel, gue saranin lo jangan lagi ngobrol sama Rayan ya. Atau lo bakal mati di tangan dia ". Kenapa Maria jadi membuatku merasa seperrrtia habis di terror oleh Rayan? Baru saja aku cerita kalau Rayan mengajakku ke kantin bareng saat pelajaran kosong kemarin, Maria sudah bicara panjang lebar sedari tadi.

"Terus, KENAPA. lo baru cerita sekarang ? " Maria menunjuk wajahku dengan garpu yang sedang menusuk bakso urat di ujungnya.

"Kan dari kemaren kita gak ketemu Marr " aku membela diriku sendiri.

Dia menggelengkan kepalanya " Lalu apa gunanya smartphone melyssa ! Duh gue punya sahabat otaknya di mana sih, udah sukanya makan melulu, tidur kaya kebo lagi hibernasi, profesinya tukang tinju-"

Lemparan segumpal tisu dariku memotong kalimat petuah tidak penting Maria yang setelah itu nyengir lebar " Intinya,lo jangan deket deket rayan ya Melysaaaaa"

Aku mengangguk lemah, iya-in sajalah apa kata Maria. Mulutnya tidak akan berhenti bercuap kalau lawan bicaranya juga terus menimpalinya.

"Cowok lo sekarang siapa Mar?" Tanyaku jahil.

Maria hampir tersedak saat pertanyaan tersebut terlontar dari mulutku.

"Emangnya gue punya berapa juta mantan sih ?" geramnya.

Aku memutar bola mataku "Kan lo pemegang rekor mantan terbanyak waktu kelas sepuluh ".

"Sialan lo mel, gue tau lo baru sekali pacaran pas SMA ini".

"Wolezz jodoh kan gak kemana " aku berlagak genit dengan mengibaskan rambutku yang membuat maria terpingkal.

Maria balas melempar gumpalan tisu ke arahku "Melyssa banyak omong !".

Aku menjulurkan lidah, lalu tertawa.

Inilah kenapa aku cinta cewek ini.

Mataku memandangi sekeliling kantin sambil melahap nasi goreng yang baru ku-jamah dua suap. Lalu bernapas lega, phew untung ga ada Bimo ya. Aku meraih gelas teh ku lalu meminumnya perlahan dengan tenang.

Sampai tiba tiba ada seseorang yang mencolek bahuku dari belakang.

"Ughhhhhk"

Dewi Fortuna masih berbaik hati tidak membiarkan air teh dalam mulutku menyebar kemana mana. Kan malu sekali kalau terjadi kejadian seperti itu, huh. Aku berusaha bernapas dalam dalam untuk menenangkan tenggorokanku, lalu menoleh ke arah orang tanpa etika tersebut.

Lah, Karin?

Dia menunduk, menggigit bibir bawahnya sebelum bicara "Eh...sori Mel.. gue pengen ngomong....bisa?"

Aku mendelik "Kemaren lo ciuman sama bimo depan mata gue, sekarang lo bikin gue keselek. Masih berani ngajak ngomong gue?" menyuap sesendok nasi ngoreng lainnya ke mulutku, pura pura tidak menganggap serius ucapan Karin. Padahal mulutku sudah tidak tahan untuk mengeluarkan sumpah serapah sebanyak yang aku bisa ke depan mukanya.

Karin mendecak "Ck, plis mel. Penting".

"Mau ngomongin apa sih? pengalaman lo ciuman mesra gitu di dalem gudang? "

Sepertinya kalimatku cukup menusuk Karin, membuatnya terdiam agak lama sebelum meberanikan diri menatap mataku lagi. Dan kali ini, sorot matanya amat sangaaaaaat sayu.. Aku menarik napas panjang, balas menatapnya. Baiklah, kalau bukan karena sorot matanya yang terlihat sangat memohon, pasti sudah aku usir dia jauh jauh dari sini.

Aku menepuk kursi kayu di sebelahku "Disini aja ya, ga terlalu rahasia kan?" Ucapku pada Karin.

"Rahasia sih..." Mata karin melirik Maria sekilas yang membuat Maria berkata ketus kearahnya sambil lagi lagi menunjuk wajah orang lain memakai garpu yang sedang menusuk bakso.

"Yaelah gue disini atau engga juga sama aja Rin, Melyssa pasti cerita ke gue nantinya. Udah sana lo ngomong, anggep aja gue ga ada" Cetus Maria sebelum dia melanjutkan menggigit baksonya.

Ragu ragu Karin duduk di sebelahku, menunduk. Sementara aku daritadi menatap matanya tanpa beralih ke arah manapun, meskipun dia tidak balik menatapku.

"Maafin gue ya mel " Ucapnya sangaaat lembut.

"Hmm... " gumamku melanjutkan menyuap nasi goreng. Menunggu kalimat selanjutnya keluar dari mulut Karin.

Tapi Karin hanya diam. Sepertinya bingung ingin mulai darimana.

Tapia apa peduliku? Kenapa dia tidak mengejarku untuk meminta maaf kemarin ?.

"Udah gitu doang?" Tanyaku ketus.

Dia menggeleng parau. Terdengar helaan napas panjang dari Karin yang kelihatannya agak jengkel juga dengan sikapku.

"Mel...ma-maaf " Ujarnya lagi.

Aku menelan nasi gorengku "Lo minta maaf juga percuma kali, gue mau penjelasan ".

"Eng....anu....lo....udah berapa lama sama bimo?" Tanyanya takut takut, bibirnya bergetar.

Aku mengernyit heran, untuk apa Karin bertanya seperti itu ? "Baru mau 6 bulanan, dan buat informasi aja selama itu gue ga pernah di cium bimo di dalem gudang " Sahutku jengkel.

Karin akhirnya mengangkat wajahnya, menatapku lemah. Seakan aku habis bilang kalau 'gue tadi bakar semua baju di lemari lo'. Karin memang termasuk kumpulan cewek sosialita di sekolah, kerjaannya nongkrong di Mall, dandanannya kalau jalan jalan seperti ingin berjalan di red carpet Hollywood.

"Maafin gue ya mel" volume suaranya mengecil.

"Minta maaf melulu lo kaya pembantu baru ".

Dia sekarang memejamkan matanya, berkata "Gue...udah jadi simpenan bimo...5 bulan" Hampir tanpa suara, tapi cukup membuat jantungku berhenti bekerja.

Aku berusaha mencerna kata katanya. Lima? Lima bulan?. Bimo?. Pikiranku melayang ke enam bulan yang lalu saat pertama kali Bimo bilang kalo dia menyukaiku, bilang dia ingin melindungiku, dan bilang......apakah aku ingin jadi pacarnya.

Lalu, kalau dihubungkan dengan cerita Karin. Sebulan setelah itu Bimo sudah mesra mesraan dengannya di belakangku? begitu?.

"Ughukk..uhukk.." sekarang giliran Maria yang tersedak "Lo ngomong apa Rin? gue mau denger sekali lagi ! " Serunya dengan wajah yang sangat terkejut.

Karin menoleh ke arah maria yang berapi api .

"Gue sama bimo......"

Cukup.

Brakk!

Aku menggebrak meja kantin. Membuat seluruh mata tertuju ke arahku. Tanganku menarik kerah seragam Karin " Lo... ikut gue sekarang ! " Ucapku mendesis. Lalu mencekal pergelangan tangannya.

Amarahku sudah meluap luap sekarang. Ini tidak mungkin, bagaimna bisa selama ini aku tidak tahu bahwa Karin adalah orang ketiga hubunganku dengan Bimo ? Bisa bisanya Bimo membohongiku selama ini.

Bisa bisanya Karin mau menjadi orang ketiga hubunganku dengan Bimo.

Karin mengelak "Gu-gue bisa jalan sendiri " Sahutnya lemah.

Aku melepas cekalan di tangannya, memandang ke sekeliling sekolah. Dan mataku terpusat pada ruangan itu, gudang sekolah.

"Ke gudang" aku berkata cepat pada Karin dan sekilas melihatnya mengangguk, wajahnya pucat pasi.

Bugg.

Sampai di gudang aku mendorongnya hingga terjengkal. Napasku tidak beraturan, emosi sudah mencapai luar batasku.

Cewek di depanku adalah orang yang dipilih Bimo untuk menduakanku.

"Mel maafin gue.." Ujarnya perlahan. Air mata mulai turun di pipinya. Dia meremas rambutnya sendiri "gue...gue bingung Mel waktu itu..gue suka sama dia dari SMP. Dan tiba tiba Bimo punya pacar, gue kaget Mel."

"Ya terus kalo lo kaget lo harus main di belakang gue?! sakit Rin sakit! " Aku berteriak frustasi.

Karin sesenggukan "dan pas itu,ti-tiba tiba Bi-...Bimo dat-..dateng" Dia berusaha menatap mataku.

"di-...a bi-bi..lang kalo dia su-...ka sama gue. dia tanya,apa....gue..mau ja..di p-p-pa..car sim-pe...pen-an dia.." Karin berusaha menarik napas yang malah membuat tangisnya menjadi jadi.

Aku duduk di depan karin mengangkat wajahnya kasar "Dan dengan bodohnya, lo terima Rin?"

Karin memejamkan matanya sambil mengangguk "Gue..ud-udah bilang ka-n ka-lo gu..e su-suka sama dia da-dari smp?".

Mataku menatapnya tajam " TERUS LO NGGAK MIKIRIN PERASAAN GUE? LO NGGAK TAU KAN RIN SAKITNYA LIAT ORANG YANG LO SAYANG SELINGKUH DENGAN MATA KEPALA LO SENDIRI ? " Teriakkanku menggema di langit langit gudang ini.

"Mel...ma-"

"GUE SAYANG RIN SAMA BIMO.JADI LO SELAMA INI NGUMPET DI BELAKANG GUE? PURA PURA BAIK KALO DI KELAS? JADI KALO BIMO BILANG ADA URUSAN ITU URUSANNYA MESRA MESRAAN SAMA LO? GITU?"

Hening.

Tangan Karin menepis tanganku yang mengangkat wajahnya.

Mataku memanas, kakiku melemas sehingga aku terduduk di depan Karin. Rasanya ada ribuan jarum yang menusuk dadaku lalu mebembus ke hati. Air mata mulai turun deras di pipiku. Brengsek.....Bimo brengsek.

Suara tangis kami memenuhi gudang berdebu itu. Karin memeluk lututnya sambil sesenggukan keras "m-mel gu-gue jug..juga ga tau ba-ba-bakal jadi kaya.....g-g-gini " Ujarnya parau.

Mataku yang penuh oleh air mata menyipit ke arahnya "Oh.. ja-jadi maunya gak kepergok sama gue ? GITU ? " Teriakku frustasi.

Tanganku terangkat, hendak menamparnya saat tiba tiba seseorang mencekal pergelangan tanganku cepat. Yang membuat kepalaku menoleh ke belakang.

Dia lagi, Rayan Xavier.

Loving The Wrong GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang