Chapter 10

5.9K 195 13
                                    

Bu Fira membereskan barang barangnya di atas meja. "Oke anak anak, sampai disini dulu ya materi kita. Jangan lupa kerjakan PRnya ya "

"Iya buuuu " jawab kami kompak. Meskipun sudah ada satu dua anak yang telah bersiap dari tadi untuk pulang.

Aku menghela napas lega, akhirnya sekolah hari ini selesai juga. Terasa lamaaaa banget, mungkin karena dari tadi aku was was gitu kalau ada orang yang cuma sekedar lewat di depan kelasku. Parno sendiri jadinya....

Dan....untungnya hari ini aku sama sekali gak ketemu Bimo.

Kepalaku menoleh ke belakang, mengecek Rayan yang bersikap aneh seharian ini. Masa apa apa aku harus di ikutin sama dia, emangnya aku kaya anak kecil yang masih harus pake babysitter?. Ke kamar mandi aja dia masih ngikutin aku...aku tau sih sekarang status aku buronan...tapi...

"Apa liat liat?"

Ya kan, udah tukang nguntit, ngeselin juga iya.

Aku mendecak "Daripada stalker ".

Rayan terkekeh, dia meraih tasnya ."Yuk pulang "

"Gue mau ke rumah Maria sih ye "

"Yaudah gue anter "

"Kan gue pulang bareng Mariaa "

"Yaudah gue ikut bareng "

"Can you not... ? " desisku kesal. Apaan sih ini Rayan, gak jelas banget.

Rayan menggeleng "Gue kan jagain lo honey " dia meraih tasku lalu berjalan keluar kelas.

"Rayan ! Ih gue bisa bawa tas gue sendiri ! " teriakku kepadanya yang membuat sisa teman teman sekelasku ber- "CIEEEEE" heboh. DUH.

Aku merengut kesal "Apaan sih... " lalu mengejar Rayan yang tertawa penuh kebanggaan. Tawa renyahnya yang memperlihatkan sebagian gigi depannya.

Uhm....kalian tau kan pasti rasanya kalau ngeliat orang yang kita suka bisa ketawa gara gara tingkah kita?

Aku gak percaya aku mikir omongan kaya gitu. Lupakan.

Akhirnya langkahku sejajar dengan langkah besarnya. Dia tersenyum simpul ke arahku, menyerahkan tas ransel yang sedari tadi dia genggam. "Nah gitu dong, sekarang pulang ya.. "

"Gue mau pulang sama Maria. Titik ! " ujarku keras.

Rayan menarik tasku lagi "lo itu buro- "

Aku merampas tasku dari tangannya lalu berjalan buru buru turun ke lantai bawah meninggalkan Rayan dengan kalimatnya yang masih menggantung. Tadi sekilas melihat Maria di lapangan sudah melambaikan tangannya ke arahku.

Sebelum aku kenal dengan Rayan dan Bimo, atau bahkan saat pacaran dengan Bimo, aku sering diantar jemput Maria karena arah rumahnya ke sekolah melewati rumahku dulu. Maria pun terkadang menyantap sarapan di rumahku, karena orang tuanya selalu berangkat pagi pagi dan jarang membuatkan sarapan untuknya. Terlebih lagi, sifatnya yang tomboy membuat kedua kakakku senang sekali mengajaknya main. Entah main PS atau main basket atau apalH yang mereka suka.

Ya tentu saja, meninggalkanku sendirian.

Tapi, Maria benar benar sudah kuanggap saudara kandungku sendiri.

"Melyssa! Tunggu !"' Rayan berteriak dari atas.

Bapakmu tunggu, batinku dalam hati. Jelas jelas Rayan adalah atlit futsal dengan rekor lari tercepat. Bahkan dia sudah pernah mengalungi medali perak untuk lomba lari jarak pendek saat kami kelas sepuluh. Dan tadi dia bilang tunggu? Aku tau pasti dia mau ngejek aku lagi deh.

Aku mempercepat jalanku, dan tiba tiba terkesiap melihat pintu ruang janitor tiba tiba terbuka. Menghalangi jalanku. Wah mas Budi nih rese banget, udah berkali kali kan anak anak sekolah kebentur pintu sialan ini kalau dia lagi buka pintu. Masih aja gak liat liat.

Loving The Wrong GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang