Acting

1.6K 133 0
                                    

Vio tersentak mendengar suara tersebut.

Iapun bangun dari tidur pura-puranya dan duduk. Ia menatap gadis berambut gulali tersebut dengan pandangan datar.

"Aku bisa membantumu." Ujar gadis itu lagi.

"Bagaimana caranya?" Tanya Vio kepadanya.

Sedangkan Ari hanya menatapnya dengan alis terangkat sebelah dan sebuah smirk yang menghiasi wajah cantiknya.

Kemudian Ari mendekatkan wajahnya kearah telinga Vio dan membisikkan sesuatu.

"Kau yakin?" Tanya Vio ragu setelah mendengar bisikan Ari.

Ari hanya mengangguk dan tersenyum senang.

Ari kemudian menarik tangan Vio dengan cepat dan langsung mendudukkan gadis itu disebuah kursi yang berhadapan dengan meja rias.

"Kau harus bersiap-siap!" Ujar Ari riang seraya menepuk-nepuk kedua tangannya satu sama lain.

***

"Bagaimana jika gagal?"

Ari memandang Vio yang cantik dengan wajah bosan. Ia sudah muak mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Vio.

"Aku suka melihat beberapa filmmu, dan melihat kau membawa penghargaan-penghargaan itu. Aku tahu kau bisa!" Ujar Ari meyakinkan

Vio kemudian melirik pintu ruangan kerja Austin dengan gugup, sedikit menggerakkan tangannya untuk memperbaiki tatanan rambutnya.

Ia menghela napas dan berjalan mendekati pintu tersebut kemudian mengetukknya.

Tuk..tuk...tuk..

"Masuklah!" Austin berteriak dari dalam ruang kerjanya.

Tentu saja, teriakannya berhasil membuat Vio dan Ari kaget. Bahkan Vio sampai meloncat mundur dari tempat ia berdiri barusan.

"Aku belum masuk saja, dia sudah seperti ini. Apalagi nanti, dia pasti akan mencincangku." Gumam Vio yang masih terdengar oleh Ari.

Sedangkan Ari yang berdiri sejauh tiga meter dibelakangnya hanya terkekeh pelan.

Dengan perlahan, Vio membuka pintu besar itu. Menampakkan sang penguasa yang tampan sedang duduk dengan gelisah dikursinya.

"Vio?!"

"A-Austin. Aku-

"Siapa yang berani-beraninya mengeluarkanmu?!!" Bukannya membiarkan Vio berbicara terlebih dahulu, Austin langsung saja berdiri, memotong ucapannya dan berteriak keras dihadapannya.

Jujur, nyalinya sedikit menciut. Ia tahu bahwa ia telah masuk kekandang macan dengan sangat sok berani.

Tapi Vio juga kesal. Austin berbicara kepadanya seolah dirinya tuli dan tidak dapat mendengarnya.

"Aku ada dihadapanmu, Austin." Ucap Vio sedikit jengkel.

Austin menatapnya dengan wajah memerah menahan amarah, "Katakan padaku siapa orangnya?!"

Kini saatnya, batin Vio sambil menghela napas dan menunduk.

Beberapa detik kemudian, terdengar isakan yang keluar dari mulut Vio. Bahunya bergetar hebat, membuat Austin sedikit tergugah dari amarahnya.

"Aku hanya ingin pulang, tetapi kau malah memperlakukanku seperti ini.. Hiks.." Vio terisak kecil.

Austin terdiam. Vio menangis 'lagi'. Membuatnya jauh lebih stres daripada yang tadi.

"Aku-aku merindukan penthouse-ku, aku merindukan Hollywood.." Cicit Vio pelan, tidak berani menatap Austin.

"Apa kau tidak nyaman disini, makanya kau ingin pulang ke Hollywood?" Tanya Austin mencoba melunakkan suaranya selembut mungkin.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang