Saat pagi menjelang, Vio tidak menemukan Austin dimanapun.
Para pelayan, penjaga tanaman, supir, bahkan para penjaga rumah tidak ada yang tahu mengenai kedatangan Austin malam itu, mereka malah menganggap bahwa Vio sedang bermimpi.
Tetapi Vio yakin, dia tidak sedang bermimpi saat itu, dia benar-benar melihat Austin didapur dan mengatakan hal yang sangat tidak ingin Vio mengingatnya.
Bahkan setelah berminggu-minggu Vio masih merasa bahwa dia tidak sedang bermimpi.
Setiap kali dia mengingat Austin, rasa penyesalan mendalam mendatanginya. Menyerangnya melalui mimpi buruk yang selalu hadir setiap malam.
Maka dari itu, dia menjadi jarang tidur dan lebih memilih untuk menyibukkan dirinya diluar rumah.
Sesekali ia menangis. Ulu hatinya terasa ngilu saat tiba-tiba saja mengingat wajah Austin, bagaimana pria itu memperlakukannya, dan semua yang pria itu berikan kepadanya.
Mungkin menurut kalian, Vio adalah wanita yang sangat tidak tahu terima kasih. Tapi jika diberi pilihan, Vio lebih memilih hidup miskin dan tidak pernah mengenal Austin dan keluarganya daripada seperti ini. Menyakitkan.
Musim semi datang. Semua bunga yang berada disekitar halaman rumah Vio tampak mekar.
Vio tersenyum dalam diamnya. Jari-jarinya yang tidak begitu panjang menyentuh dan menekan-nekan tuts piano dengan asal. Berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa menyibukkannya.
Mata Vio tampak terpejam. Berusaha memutar ingatannya kepada sebuah lagu yang mungkin cocok untuk suasana hatinya saat ini.
"My mind runs away to you,
With a thought I hope you'll see..
Can't see where it's wandered to,
But I know where it wants to beI'm waiting patiently,
Though time is moving slow..I have one vacancy,
And I wanted you to know that,You're the one, designed for me..
A distant stranger
That I will completeI know you're out there,
We're meant to beSo keep your head up, and make it to me.."
Jari-jari Vio langsung saja menekan tuts piano kepada suatu nada pada sebuah lagu. Seolah hapal, Vio memainkan sekaligus menyanyikannya dengan mata terpejam. Menahan suatu gejolak yang tiba-tiba mendatanginya.
"Make it to me..
So sick of this loneliness,
It seems such a waste of breathSo much that I need to say,
So much to get off my chestI'm waiting patiently,
Though time is moving slow
I have one vacancy,
And I wanted you to know that,"Saat Vio kembali ke reff, langsung saja intonasi suara Vio berubah menjadi tinggi dan menjadi emosi. Ia menyanyikannya dengan sangat menghayati, seakan-akan ia sedang berkata dengan seseorang.
Tes,tes, tess
Akhirnya, tetesan air mata tanpa meminta ijin darinya turun melewati kedua pipinya. Tetapi Vio tidak berhenti, ia terus bernyanyi dan menghentak-hentakkan kedua kakinya yang tidak terbalut oleh apapun.
Hatinya hancur. Jantungnya remuk. Mengingat betapa besarnya penghalang, dan betapa panjangnya jarak yang memisahkan mereka. Ia sudah sampai disini, ditempat dimana hatinya kembali hancur saat menyadari bahwa ia sendiri, tidak ada teman untuk bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected
WerewolfDari cara kau tersenyum, dari cara kau memandang. Kau memergokiku, tidak seperti yang lainnya. Dari sejak sapaan pertama kita, aku sudah yakin, aku sudah memastikan.. Bahwa kita memang saling memiliki.. ~Luna Del Violette~ ~Austin Connor~