Melihat cowok itu pergi, Lola mulai menangis. Ia melirik keluar jendela yang mulai menggelap dan sunyi. Ia pun menelenggelamkan kepalanya pada lipatan tanganya di meja, ia menangis tersedu-sedu. Ia sangat ketakutan. Betapa kejamnya cowok itu meninggalkannya dengan keadaan seperti ini.
Semakin lama, semakin kencang pula tangisan Lola. Ia memanggil-mangil nama ibu dan ayahnya yang tidak mungkin datang dan membawanya pulang saat ini. Ketika ia mendengar pintu bergerak, ia semakin membenamkan kepalanya. Ia semakin ketakutan, beberapa film pernah ia tonton mengenai hantu sekolah. Pada malam hari, sekolah tampak sangat menyeramkan dan banyak penghuni makhluk halus yang suka mengganggu manusia.
Badannya terguncang, "Kenapa lo menangis?" Lola mendongak dan mendapati seorang cowok berdiri di sampingnya. Ia pun memeluk erat pinggang kokoh itu, ia merasa lega. Rasa takutnya hilang dalam sekejap.
"Kak, aku takut" Ucapnya parau di perut tanpa lemak milik Azka. "Aku kira kakak pergi ninggalin Lola" Raungnya.
Azka menghela nafas panjang dan membiarkan cewek itu meruntuhkan rasa takutnya. Beberapa saat Azka membiarkan posisi mereka seperti itu, hingga akhirnya Lola mendongak dan menghapus air matanya.
Azka berjongkok dan meraih tissue basah anti septic yang entah dari mana ia mendapatkannya. Membuka dan mengambilnya beberapa lembar lalu di arahkannya pada kaki sang gadis. Ia membersihkan darah kotor yang mengalir milik Lola dari betis hingga lutut. Darah itu mengalir hingga mengenai kaus kaki Lola, Azka tidak dapat membersikan nodanya. Tetapi itu sudah cukup bagi Lola, ekor matanya tidak sedikitpun berpaling dari tangan Azka yang mengusap kakinya dengan lembut.
Azka mendongak setelah membersihkan kaki Lola. Ia mendapati kedua mata gadis itu makin memerah, sepertinya Lola akan menangis lagi. "Bisa berdiri?" Lola menggeleng. Ia memegang perutnya. Di awal datang bulan, seringkali ia merasakan sakit yang luar biasa hingga seluruh badannya memucat pasi. Azka mengambil jaketnya dari tas dan membantu Lola berdiri. Kembali ia membantu gadis itu melilitkan jaket pada pinggangnya dan mengancingi bagian depan hingga terbentuk menyerupai rok.
Setelah berpindah tempat duduk di kursi yang lain. Azka kembali menggosok bangku bekas darah Lola menggunakan tissue basah hingga nodanya hilang tak berbekas. Setelah itu menge-pel lantainya dengan kain pel dan ember beris air yang di bawanya bersama tissue basah tadi.
Hati kecil Lola terharu melihat perlakuan Azka. Cowok itu sedikitpun tidak merasa jijik dengan darahnya. Kedua tangan Azka bahkan terlihat merah, perpaduan darah Lola dan darahnya sediri di dalam tubuhnya karena memeras kain pel.
Lantai dan kursi itu kini sudah bersih kembali. Azka berdiri dan mengambil tempat sampah. Ia memasukkan tissue kotor ke dalamnya dan mengembalikannya ke tempat semula.
"Ngga takutkan, gue tinggal sebentar?!" Azka menatap Lola
Lola menggelengkan kepala. Azka kemudian mengangkat ember dan kain pel ke luar ruangan. Ia akan mengembalikannya ke tempat semula. Di gudang kamar mandi sekolahnya.
***
Di luar ruangan sudah tampak gelap. Lampu-lampu teras sekolah telah dinyalakan untuk menerangi seluruh penjuru koridor. Di sana Azka berjalan sambil menggendong Lola di punggungnya. Tasnya dan tas gadis itu berada di bagian depan Azka. Tubuh mungil Lola tidak membuat Azka kesusahan membawa gadis itu.
"Kak..." Lola berucap setelah beberapa saat mereka terdiam.
"Hm!" Azka berdehem dan menatap lurus pada jalanan di depannya. Satu tikungan lagi, mereka akan tiba di parkiran sekolah.
"Makasih, kak!" Ucapnya tulus. Ia mengeratkan kedua tangannya pada leher Azka dan merebahkan kepalanya di pundak cowok itu "Aku sayang kakak" Tambah Lola pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOLA ✅ [SHIC #3] [TERBIT]
Teen FictionGANTI JUDUL. CEWE BARBAR => LOLA Sequel of (S)He Is Crazy #2 Cover by : @Lita-aya SELURUH CERITA MASIH UTUH. TAPI PRIVATE ACAK. FOLLOW UNTUK MEMBACA KESELURUHAN CERITA!! Mungkin kata 'BARBAR' saja tidak cukup untuk Lola bagi Azka. Ia tidak tahu...