Bab 13 - Keira

75 3 2
                                    


"Gue ikut sekolah," kataku pada Gana. Ia sedang merapikan seragam yang dipakainya, seketika menoleh ke arahku.

"Apa?" tanyanya.

"Gue ikut ke sekolah," kataku lalu bangkit dari ranjangku dan berjalan ke kamar mandi.

"Lo kan masih sakit, ntar kalo pingsan lagi di sekolah gimana?" tanya Gana saat aku sudah berada di dalam kamar mandi. Aku merasa sudah sehat sekarang, toh biasanya juga tidak apa-apa. Dulu penyakit itu mudah sekali muncul, tapi lama-kelamaan aku terbiasa lelah. Entah kenapa kemarin penyakit itu muncul lagi.

"Gue nggak apa-apa. Udah sehat," kataku lalu segera mandi dengan cepat.

***

Gana sudah menungguku di ruang makan ketika aku turun dari tangga lantai atas. Ibu memasak nasi goreng dan telur gulung yang membuat selera makanku naik. Aromanya saja sudah terasa sejak aku di atas tadi.

Ayah juga sudah duduk di kursinya, siap untuk sarapan. Beliau melihatku dan segera bertanya apakah aku baik-baik saja pergi ke sekolah. Aku meyakinkan Ayah dan Ibu—juga Gana—bahwa aku baik-baik saja.

"Ayah kemarin ke kamar kamu, tapi kamu sudah tidur. Cuma Gana yang lagi belajar semalam," kata Ayah. Aku mengangguk, lalu beliau memimpin doa sebelum makan.

***

Gana menggandengku sejak tadi. Sejak kami memasuki gerbang sekolah. Rasanya aku ingin melepaskan gandengan tangannya, namun tidak bisa. Mungkin ia hanya khawatir padaku. Kami tidak berjalan kaki ke sekolah, Ayah tidak memperbolehkanku. Jadi beliau mengantar kami dengan mobilnya, sebelum berangkat kerja. Aku tidak menolaknya, begitu pula dengan Gana.

Semua mata sejak tadi tertuju ke arah kami, membuatku dan Gana bingung apakah kami pernah berbuat salah. Kuberanikan bertanya pada mereka semua, saat kami berada di tangga menuju ke lantai tiga.

"Ngapain sih, pada ngelihatin gue?" tanyaku pada mereka yang langsung mengalihkan pandangan dengan cepat. Karena tidak ada yang menjawab, akhirnya aku dan Gana tidak menggubrisnya dan berjalan cepat ke dalam kelas.

Tapi, aku melihat kelasku sangat ramai bahkan sampai di luar. Dan aku mendengar seseorang berkata dengan keras, "Mana yang namanya Tita!?"

Aku kaget mendengar pertanyaan keras yang berasal dari dalam kelasku. Suara perempuan. Gana menoleh ke arahku dengan cepat, menyadari ada yang tidak beres. Aku melepaskan tangan Gana dari tanganku dan membalas pertanyaan itu.

"Disini," kataku tidak kalah keras. Gana menggeleng keras-keras, berharap aku tidak menanggapi orang itu dan pergi saja, kabur. Namun, aku tidak mempedulikannya. Semua orang yang ada di depan pintu kelas langsung menoleh ke arahku yang berada di belakang mereka.

Seseorang keluar dari kelasku. Senior, ungkapku dalam hati.

Ia perempuan bertubuh indah dan berparas cantik, serta lebih tinggi sekitar lima senti dariku. Tapi, penilaianku itu langsung turun ketika melihat perangainya.

"Oh, jadi elo yang namanya Tita!?" tanyanya keras-keras di hadapanku. Sungguh, aku pasti bisa mendengarnya tanpa ia berteriak sekalipun. Rasanya ingin aku menutup mulutnya itu.

"Saya nggak budek kok kak, pendengaran saya masih bagus," kataku sesopan mungkin. Tapi, ia tiba-tiba mendorongku hingga aku menatap dinding. Aku mencoba menahan amarahku, sebisa mungkin aku bersabar menghadapi senior macam ini. Aku melihat Gana ditahan oleh beberapa senior lainnya, yang mungkin saja teman orang ini.

"Ada masalah apa ya, kak? Bisa kita omongin baik-baik?" tanyaku mencoba bernegosiasi. Sekelilingku hanya diam, tidak ada yang berani menolong Gana dan aku. Mereka memperhatikan kami dengan serius.

Ms. Naughty and The Three MusketeersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang