Bab 21 - Bodoh

26 1 0
                                    


Aku berjalan dari ruang tengah ke kamarku sambil tertawa seperti orang gila, Ibu yang melihatku sampai heran. Entah apa yang membuat beliau mengikutiku masuk ke kamar dan membuatku terkejut—tanpa menghentikan tawaku—saat akan menutup pintu kamar dan menyadari kehadiran Ibu yang di belakangku.

"Ibu lihat kamu ketawa-ketawa sendiri, tapi kok perasaan Ibu bilang kalo kamu lagi sedih? Kamu kenapa?" tanya Ibu yang tidak menyadari kekagetanku akan kehadiran beliau.

"Ahahahaha.." tawaku berubah menjadi tawa getir. Dan tanpa sadar aku meneteskan air mataku yang segera diusap oleh Ibu.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Ibu khawatir.

"Aku bodoh banget," jawabku lirih.

"Cerita sama Ibu," beliau mengusap kepalaku pelan.

"Tadi.."

"Ehm," ia terbatuk pelan. Sepertinya ia akan mengatakan sesuatu padaku. Jantungku jadi berdebar-debar tak menentu karena perlakuannya ini. Dari jarak sedekat ini, ia terlihat jauh lebih besar dan tinggi dari yang kulihat sebelum-sebelumnya.

"Ta.."

"Kenapa?" tanyaku. Napasku mulai tak teratur. Ini gawat. Apa aku siap menerima pernyataan sukanya padaku? Harus kujawab apa nanti? Apa secepat ini?

"Gue.."

"Apa?" aku langsung bertanya sepersekian detik setelah kata itu diucapkannya.

"Sebenernya.."

"Hmm?" aku sudah tidak sabar.

"Suka sama.."

Waktu terasa berhenti. Napasku tercekat, membuat kepalaku serasa berat dan berputar-putar. Tolong katakanlah dengan cepat, Fian.

"Gana."

"Apa!?" aku langsung tercekat mendengar perkataannya. Rasanya udara di sekitarku semakin menipis. Aku membenci keadaan ini.

"Gue nggak bisa ngulangin lagi," katanya.

Rasanya air mataku ingin tumpah saat itu juga. Sakit sekali hati ini ketika mengetahui orang yang aku sukai ternyata tidak menyukaiku dan malah menyukai sahabatku sendiri. Aku menahan air mataku agar tidak jatuh, sebisa mungkin kutahan sampai di rumah.

"Terus, kenapa lo bilangnya sama gue? Kenapa nggak sama Gana langsung aja?" tanyaku berpura-pura tersenyum.

"Gue pingin minta tolong ke elo, buat deketin gue sama Gana. Lo kan sahabatnya. Tolongin gue ya?" pintanya.

"Sebisa mungkin gue bantu," jawabku tenang walau dengan hati yang berat.

Sisa perjalanan kami habiskan dengan diam, atau Fian yang mencoba berbicara padaku dan kujawab dengan singkat. Satu hal yang paling kutakutkan saat ini adalah tangisku yang sewaktu-waktu bisa pecah. Aku tidak ingin Fian tahu bagaimana perasaanku yang sebenarnya padanya.

Ibu memelukku ketika aku menceritakan kejadian tadi dan tangisku kini benar-benar pecah. Aku merasa sangat bodoh. Kenapa bisa aku berpikir bahwa Fian menyukaiku.

"Aku sekarang harus gimana, Bu? Apa aku harus bantuin Fian?" tanyaku di sela-sela isak tangisku. Entah kenapa rasanya harus sesakit ini.

"Terserah kamu, sayang. Tapi menurut Ibu, seharusnya kamu jujur sama dia dari awal kalo memang kamu nggak mau bantu dia. Percuma kamu bantu dia kalo kamu sendiri nggak ikhlas membantunya? Menurutmu sendiri, gimana perasaan Gana ke Fian?" tanya Ibu lalu melepaskan pelukannya untuk menatap wajahku.

Ms. Naughty and The Three MusketeersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang