Bab 22 - Gede Rasa

37 0 0
                                    

"Nanti malem gue jemput jam tujuh. Gue tau lo butuh hiburan," kata Niko padaku saat kami berjalan bersama ke gerbang sekolah. Sepertinya, Niko tidak main-main dengan jawabannya kemarin. Bukannya senang, aku malah semakin ragu pada diriku sendiri. Apa aku sudah keterlaluan padanya?

Aku tersenyum, "Oke. Kita mau kemana?"

"Lihat aja nanti," jawabnya sok misterius. Dasar!

"Jalan kaki aja biar lebih sehat, deket juga kan," kataku saat Niko hendak berjalan ke parkiran, mengambil motor maticnya.

"Sekalian gue pulang," jawabnya lalu melanjutkan jalannya setelah sempat terhenti karena tarikan tanganku di kain seragamnya. Saat menunggunya di depan gerbang, tak sengaja aku bertemu dengan Radit dan motor besarnya. Ia berhenti di sebelahku, tanpa menghalangi jalan.

"Kok belum pulang? Nunggu apa?" tanyanya tanpa turun dari motor merahnya itu.

Aku gelagapan mencari alasan, haruskah aku berkata jujur bahwa aku sedang menunggu Niko? Bagaimana perasaannya nanti jika tahu aku pulang bersama Niko? Bagaimanapun juga aku merasa bertanggung jawab untuk menjaga hati mereka berdua.

"Eh, anu, mm.. Gue nungguin Gana, daritadi nggak keluar-keluar. Tadi sih katanya mau pulang bareng, tapi tunggu dia kelar ngurusin OSIS-nya itu," jawabku pada akhirnya.

"Oke, gue temenin nunggu ya," katanya kemudian lalu melepas helm dan turun dari motornya. Oh, tidak.

"Ah, nggak usah Dit. Nggak enak dilihat sama orang lain."

"Udah, nggak apa-apa." Dan ia sudah berdiri di sebelahku. Mati gue, pkirku dalam hati.

Aku segera mengambil Pony dari dalam saku, lalu berpura-pura ada telepon dan segera kuangkat.

"Eh, iya Gana. Halo? Oh, gue pulang duluan aja? Lo masih banyak urusan? Oke, gue pulang duluan yah, bye."

"Kenapa? Nggak jadi pulang bareng Gana?" tanya Radit setelah memperhatikanku mengangat telepon. Aku berharap Niko tidak segera muncul, aku berharap sepeda motor Niko terjebak di—

Niko datang. Sial. Aku harus bagaimana?

"Yuk, pulang." Ia sudah berada di depanku dan Radit. Tanpa harus kulihatpun, aku tahu telah terjadi perang batin antara mereka berdua. Aku terus menunduk, takut untuk melihat keduanya.

"Ayo," kata Niko lagi sambil menarik tanganku, yang tentu saja membuatku mengikutinya dan naik di boncengannya.

"Oh, Gana itu 'cowok' ya," katanya dengan nada sindiran yang benar-benar tak enak didengar. Apa aku sudah menyakiti hatinya?

"Kita balik dulu ya," kata Niko dengan nada mengejek yang segera kupukul punggungnya. "Maaf Dit," kataku sesaat sebelum Niko melajukan motornya. Radi membalasku dengan senyuman. Aku tidak tahu kenapa ia masih mau tersenyum padaku.

Bahkan aku masih sempat mendengarnya berkata, "Hati-hati."

"Nik," kataku saat kami baru saja meninggalkan area sekolah.

"Hmm?"

"Jangan gitu lagi ya."

"Apa?"

"Radit."

"Ngapain?"

Aku memukul punggungnya agak keras, sehingga ia mengaduh. Salah sendiri menjawab dengan tak acuh, membuatku kesal.

"Apaan sih?" tanyanya.

"Jangan gitu lagi!" kataku.

"Gitu gimana maksudnya?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ms. Naughty and The Three MusketeersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang