"Kita mau kemana rev?" tanyaku pada Revan. Cih, kau terlalu berharap dengan menyebut kata 'kita' nay. "Ikut aja," balas Revan yang masih fokus akan jalanan.
"Rev aku nyalain radionya ya?" tanyaku pada Revan, lagi. Ayolah, Revan sangat tidak peka. Aku kan ingin diajak mengobrol. Cih lagi-lagi kau berharap nay. "Ya," balas Revan singkat dan datar.
Tahu begitu, aku tidak akan menerima ajakan jalan Revan. Ku kira dia sudah berubah, tidak cuek dan dingin lagi padaku. Dan hasilnya? Sama saja.
Memang aku saja yang suka berharap padanya. Di mobil hanya terdengar suara penyiar yang daritadi mengoceh tak henti. Kebetulan sekali, penyiar ini sedang membicarakan kasus lelaki yang cool kebangetan.
"Yak, sekarang kita mendapat telepon dari seseorang nih guys. Halo dengan siapa?" ucap sang penyiar.
"Ini Riska," balas sang penelepon.
"Oh hai Riska. Kamu punya pengalaman apaan nih sama cowok yang cool abis?" tanya sang penyiar.
"Gini, aku lagi suka sama seseorang. Orang itu bikin hidupku lebih berwarna, ceileh bahasa gue. Tetapi nih cowok dinginnya kehabisan, bisa-bisa mungkin si doi udah beku saking dinginnya," ucap sang penelepon lagi.
"Terus-terus? Gue jadi ikut penasaran sama cerita lo nih ris," ucap sang penyiar yang terdengar mulai antusias.
"Yah gitu deh. Karena dia cool abis, jadinya sifat si dia bener-bener gak bisa ditebak. Kadang bikin terbang, kadang bikin jatuh juga. Uh dasar cowo dingin. Padahal apa sih enak nya sok dingin itu? Hahaha," balas sang penelepon dengan tawanya.
Dan sang penyiar juga ikut tertawa. "Hahaha sama, gue juga gak habis pikir sama cowok cool yang kebangetan. Irit ngomong, irit ekspresi, terus bikin baper, eh habis itu bikin nangis. Hahaha keterlaluan!"
"Hahaha bener banget," balas sang penelepon sambil tertawa dengan semakin keras. Mungkin dia ketawa-ketawa baper atau ketawa-ketawa nahan sakit. Mendengar itu, aku pun juga ikut tertawa. Apalagi saat menyadari, bahwa cowok yang cool kebangetan itu ada disebelahku.
"Cowok yang cool kebangetan itu punya alasan masing-masing," ucap Revan tiba-tiba secara singkat, padat, dan jelas. Aku pun yang menyadari ucapan Revan, langsung bungkam.
Apalagi maksud dari Revan? Dikiranya aku ini cenayang apa ya? Setelah itu aku hanyut dalam pikiranku sendiri, ocehan sang penyiar dan penelepon serasa tidak terdengar lagi oleh telingaku.
Apa Revan punya alasan dibalik sifatnya yang dingin itu? Tetapi apa? Mungkin dia sakit hati sama seseorang di masa lalunya, terus jadi dingin? Ah kau kebanyakan baca novel dan wattpad nay.
"Udah sampai. Turun," ucap Revan dingin. Aku yang kaget pun tidak membalas ucapan Revan dan langsung turun dari mobilnya.
Aku tercengang melihat pemandangan yang ku lihat ini. Diatas bukit dengan pekarangan bunga dandelion.
Aku yang masih terkagum-kagum oleh pemandangan yang ku lihat ini, tidak sadar bahwa sedari tadi Revan menggandeng tanganku menuju ujung bukit.
"Ah Revan, jangan buang aku ke jurang. Mama tolongin Naya!" teriak ku, entah pada siapa.
"Diem!" ucap Revan dingin yang malah membuatku semakin curiga dan berakhir dengan berteriak lagi.
"Ah Kak Matt, Revan mau buang aku. Astaga aku mau nikah dulu!" teriak ku, lagi.
"Ya udah, gue nikahin lo dulu disini. Baru gue lempar lo ke jurang," ucap Revan datar.
Aku yang mendengar ucapan Revan menjadi bingung, enaknya baper--karena dia mau nikahin aku-- atau malah takut --karena dia mau ngelempar aku ke jurang--. Akhirnya aku memilih untuk bungkam saja.
Dari ujung bukit, dapat ku lihat hamparan sawah yang luas serta sungai yang mengalir dengan tenang. Dan satu yang paling ku suka, suasananya. Dingin dari udara dan hangat dari matahari, ditambah sedang bersama Revan.
Aku yang sangat menikmati suasana ini pun, menutup mata sambil tersenyum tipis. Namun tiba-tiba ada tangan yang melingkar pada pinggangku serta kepala yang bertumpu pada pundak ku.
Aku yang terkejut pun langsung membuka kedua mataku, dan melirik ke arah pundak ku. Benar saja, itu Revan. Ku lihat Revan juga menutup kedua matanya dan tersenyum tipis sekali, hampir tak terlihat.
Hatiku terasa sejuk menikmati momen seperti ini. Setelah tangisku kemarin hari, akhirnya aku menemukan senyumku. Seperti pelangi sehabis hujan.
Peristiwa Revan memeluk ku tidak berlangsung secara lama. Setelah Revan melepaskan pelukannya, ia langsung berlalu untuk memasuki pekarangan dandelion.
Aku pikir setelah pulang dari sini, aku pasti bersin-bersin. Mengingat serbuk dandelion kecil-kecil dan dapat masuk ke hidung kapan saja.
Aku berjalan mengikuti Revan, dan tiba-tiba angin berhembus sedikit kencang. Menyebabkan serbuk dandelion bertebangan, dan sialnya mereka masuk ke dalam hidungku.
Dalam beberapa detik, hidungku mulai terasa gatal dan "Hachim!" aku bersin. Tak hanya sekali namun berkali-kali. Sungguh sial. Tidak, aku tidak punya alergi pada bunga. Tetapi sungguh ini gatal sekali, seperti kemasukan ulat bulu.
Ku lihat Revan langsung pergi ke mobilnya, ya meninggalkanku. Oh sialnya kau. Aku yang berniat untuk kembali ke mobil juga, terhenti karena melihat Revan kembali menghampiriku dengan membawa sebuah masker. Ah perhatian, uw makin cinte.
Tanpa berkata-kata, Revan memberiku masker tersebut. "Thanks," ucapku singkat pada Revan. Memang setelah peristiwa memeluk ku, Revan kembali menjadi Revan yang biasanya. Yang dingin sekali seperti es batu. Lama-lama aku masukin aja dia kedalam sirup, terus aku minum.
Setelah memakai masker, aku mengikuti Revan lagi. Ku lihat Revan memetik satu dandelion lalu meniupnya. Ah kurang kerjaan Revan itu. Aku yang sedang memperhatikannya terkejut bukan main saat Revan menatapku balik. Aku pun langsung mengalihkan pandangan, "Duh bego banget kamu nay. Ke gap, mampus mampus!" batinku.
Tiba-tiba Revan sudah ada di depanku dengan membawa satu dandelion. Kalian bisa menebak ku, ya aku terkejut lagi.
"Nih," ucap Revan sambil memberiku dandelion tersebut. "Buat apa?" tanyaku. "Make a wish, terus tiup dandelionnya," ucap Revan. Wah aku baru tahu kalau dandelion bisa untuk membuat permohonan seperti bintang jatuh dan lilin ulangtahun.
Aku pun mengambil dandelion tersebut serta mengucapkan permohonon dalam hati, "I wish everything is gonna be alright." Lalu aku membuka maskerku dan meniup dandelion tersebut. Jadi tadi Revan mengucap permohonan juga? Kira-kira apa ya permohonannya? Jadi penasaran.
"Ayo pulang," ucap Revan yang langsung meninggalkanku. Dan aku hanya bisa mengikutinya saja. Dasar cowok aneh, aku curiga jangan-jangan dia bipolar.
Tadi sweet banget, terus sekarang cuek. Ah bodo lah. Setelah aku dan Revan sudah ada didalam mobil, Revan langsung menjalankan mobilnya untuk pulang.
Walaupun begitu, hari ini aku tetap senang kok.
____________________
a.n
Hai gue balik lagi, jangan bosen ya!
Vomment ditunggu:)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Done
Teen FictionKamu adalah sumber dari rasa sakitku. Kamu datang memberi harapan, namun pergi meninggalkan sejuta rasa sakit yang ku rasa. Aku mencintaimu, tetapi mengapa kau lukai aku? Aku selalu berjuang untukmu, tetapi kau selalu pergi dengan masa bodoh. Aku se...