Secepat Itu Berubah (Bagian 1)

14.1K 791 6
                                    

Hari ini aku sangat bersemangat untuk sekolah. Efek Revan begitu dahsyat ternyata. Tanpa perlu alarm alami mama, aku sudah bangun dan bergegas mandi. Selesai mandi, aku pun langsung memakai seragam. 

Tidak lupa memoles bedak tipis dan lipbalm. Aku tidak ingin menjadi kebanyakan anak perempuan di sekolahku, menggunakan makeup menor yang malah membuat mereka seperti badut ulang tahun. Sungguh menjijikan.

"Good morning," ucapku dengan riang gembira. "Kok tumben? Ada acara apa hari ini?" tanya papaku yang tentu saja sudah tahu tabiat anaknya. Aku akan semangat sekolah jika ada acara tertentu. Tapi aku tidak mungkin berkata aku semangat karena Revan bukan? "Gak ada apa-apa pa, lagi pingin aja," balasku sambil tersenyum senang.

"Kayaknya ada yang lagi jatuh cinta nih pa," kata Matt, hm Kak Matt, sambil tersenyum penuh arti padaku. Aku pun langsung menunjukan lototan mataku padanya. Dasar kembaran gak tahu diri. 

Dan mungkin karena masih pagi, ditambah mamaku tidak ingin melihat perkelahian pada jam segini, ia langsung menyuruhku dan Kak Matt untuk berangkat sekolah. Setelah selesai sarapan, aku langsung memasuki mobilku dan meluncur ke sekolah.

***

Pada akhirnya, aku datang ke sekolah terlalu pagi. Jarang sekali aku menjadi anak yang pertama membuka pintu kelas dipagi hari. Aku pun menaruh tasku di kelas lalu berniat untuk pergi ke taman belakang. Saat dalam perjalanan, aku melihat Revan dan dua temannya sedang duduk di depan kelasnya. 

Kebetulan jika ingin ke taman belakang harus melewati kelas XI IPA 2 dulu, kelas Revan.

Beberapa langkah lagi aku akan melewati mereka. "Enaknya sapa enggak ya? Sapa? Enggak? Sapa? Enggak? Enggak aja deh, aku kan cewek, gengsi dong kalau nyapa duluan," batinku. 

Dan saat aku melewati mereka, Revan tidak menyapaku. Entah mengapa begitu saja membuat hati ini sakit sekali. Perasaan baru kemarin aku melihat sosok Revan yang perlakuannya sungguh manis, sekarang? Ia kembali menjadi sosok Revan yang terkenal dingin. Sakit sekali.

Dengan langkah tergesa aku pun pergi ke taman belakang. Dipagi hari taman tersebut sangat sepi namun menenangkan. Hawa dingin yang ditambah dengan kehangatan cahaya matahari adalah favoritku. Tak terasa satu bulir air mata telah jatuh ke pipiku, dan tanpa bisa ditahan, bulir demi bulir berjatuhan tanpa henti. 

Kenapa aku menjadi cengeng seperti ini? Aku seperti seorang perempuan yang diputuskan pacarnya saja, padahal aku hanya seorang perempuan yang baru mendapat perlakuan manis kemarin. Dan hari ini hanya tidak disapa saja, aku malah menangis. Kemana Naya yang terkenal kuat dan tak pernah menangis?

Dengan kasar, aku menghapus air mataku. Aku tidak boleh menangis lagi. Mungkin aku hanya suka saja. Aku yakin ini bukan perasaan yang lebih. Dari awal memang aku yang bodoh, kenapa aku bisa jatuh cinta dengannya hanya kerena hal kecil seperti itu? Aku memang bodoh. Dan mulai saat ini, aku sudah bertekad untuk menghapus Revan sejauh-jauhnya sebelum perasaan ini semakin besar. 

____________________

a.n

Hai gue come back

Sorry chapter ini pendek (lagi), but gue janji besok pasti lebih panjang

And vommentnya gue tunggu, thankyou:)

I'm DoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang