DAVIAN'S POV:
Aku menunggu Naya di Inter Cafe dengan resah. Sudah satu jam Naya pergi tanpa kabar. Aku ingin menyusul Naya, tetapi aku kan tidak tahu Naya kemana. Hingga tiba-tiba, Gion yang ku tahu adalah sahabat Revan, datang menghampiriku dengan tergesa.
"Davian anak baru kan?" tanya Gion.
"Iya. Kenapa?" balas ku dengan tanya.
"Naya sekarang di Rumah Sakit Intra," ucap Gion. "Naya kenapa?" tanyaku dengan sedikit berteriak. "Gue ceritain pas udah di rumah sakit," balas Gion tenang. Aku yang panik pun langsung berdiri mengikuti langkah Gion.
Aku dan Gion pun masuk ke dalam mobilku untuk berangkat ke rumah sakit. "Lo tau darimana gue di Inter Cafe?" tanya ku saat sedang menyetir.
"Gue ngeliat handphone Naya yang bunyi terus, dan pas gue liat itu dari lo. Karena kebetulan handphonenya Naya gak di password ya udah gue buka. Ternyata lo sama Naya janjian di Inter Cafe, dan gue susul lo deh," balas Gion.
Aku pun hanya membalas dengan anggukan, lalu dengan cepat aku melajukan mobilku menuju rumah sakit. Setelah sampai rumah sakit, aku pun langsung turun mengikuti langkah Gion.
Langkah ku terhenti melihat Gion yang berhenti. Aku pun juga mengikuti Gion yang memasuki ruang rawat VIP tersebut. Setelah aku masuk, yang aku lihat pertama kali adalah seorang perempuan yang tertidur di tempat tidur ruang rawat tersebut, yang parahnya dengan kepala yang diperban. Ya itu Naya.
"Naya kenapa?" bentak ku pada Gion. "Calm down dude," balas Gion tenang sambil mengangkat kedua tangannya.
"Gimana gue bisa tenang, tiba-tiba lo dateng, nyuruh gue kesini. Dan dihadapan gue ada Naya yang kepalanya diperban. GIMANA GUE BISA TENANG HA?" bentak ku lagi yang rasanya ingin membenturkan kepala Gion karena melihat wajahnya yang datar itu.
"Oke oke. Tadi Naya entah gak tahu tiba-tiba muncul ditengah-tengah kerumunan tawuran. Dan Revan ngelempar batu dan batu itu kena kepala Naya, tapi-" ucapan Gion terputus karena tiba-tiba seseorang membuka pintu ruang rawat Naya.
Dan orang itu adalah Revan.
Dengan emosi, aku pun langsung menerjang Revan dan memberikan bogeman mentah ke pipi kirinya. Revan yang tak siap akan serangan yang aku layangkan padanya akhirnya jatuh membentur tembok dibelakangnya.
Setelah Revan tersadar apa yang ku lakukan pada nya, lantas langsung memberikan serangan balik.
Tonjokan oleh Revan dilayangkan pada pipi kananku serta perutku. Layaknya laki-laki, aku tidak terima. Aku pun balas memukul Revan dengan membabi buta. Sampai-sampai perseteruan kami keluar dari ruang rawat Naya. Kami saling beradu jotos di lorong rumah sakit, yang tentunya membuat banyak mata yang melihat ke arah kami.
Tiba-tiba kami pun dilerai oleh dua orang. Saat amarahku telah mereda, aku pun melihat orang yang meleraiku dan Revan. Dan orang itu adalah Matt dan seorang bapak-bapak.
"Sadar dav. Ngapain lo berantem di rumah sakit?" ucap Matt.
"Gimana gue gak pengen jotos tuh orang," ucapku sambil menujuk Revan, "Gara-gara dia Naya masuk rumah sakit sekarang," sambungku.
Setelah aku berkata seperti itu, lantas Matt langsung berdiri menghampiri Revan dengan mata yang menyiratkan kemarahan.
"Lo lagi lo lagi van, selama ini gue selalu diemin lo. Kapan hari lo buat adek gue nangis, dan lo sekarang buat dia masuk rumah sakit. Lo gila ya van!" ucap Matt yang langsung menerjang Revan, Matt pun juga ikut memukuli Revan.
Hingga bapak-bapak tadi melerai Matt dan Revan. "Berhenti Matt! Papa gak pernah ajarin anak laki-laki papa buat main tonjok gini!" bentak bapak tadi, yang ternyata adalah ayah dari Matt & Naya.
Matt pun langsung diam tak berkutik.
"Nak Revan, saya sungguh kecewa dengan anda. Saya percayakan anak saya kepada anda, tetapi anda yang membuat anak saya tergeletak di rumah sakit. Untung istri saya tidak disini, dia akan sangat membenci anda saat itu juga," ucap ayah Naya dengan lantang dan tegas.
Ku lihat, Revan hanya diam menundukan kepala. Cih laki-laki macam apa itu.
"Maaf om," ucap Revan pelan.
What? Maaf pala lo. Sungguh aku greget ada disini. Rasanya ingin ku tonjok lagi tuh muka Revan.
Setelah berucap seperti itu, Revan berbalik dan meninggalkan kami semua. Tidak punya sopan santun apa ya tuh orang, main pergi aja. Tetapi masa bodoh lah.
"Eh lo, thanks buat ngasih tau Naya disini. Dan urusin sahabat lo sana," ucapku pada Gion. Setelah itu Gion memberikan handphone Naya padaku lalu pamit pulang.
***
Di dalam ruang rawat Naya, suasana sangat sepi.
Aku, Matt, dan Om Glenn--aku baru tau namanya barusan--hanya diam sambil melihat Naya yang tertidur dengan nyenyak di ranjang rumah sakit tersebut.
"Renaya Swarnstskie, atau yang biasa dipanggil Naya. Seorang gadis yang sangat popular di sekolahku. Ia seorang manager ekskul bakset, cantik, dan sangat ramah. Aku mengenal dia beberapa hari yang lalu. Naya adalah teman pertamaku di sekolah ku saat ini.
Walau kesan pertamaku padanya adalah jutek. Tetapi itu sangat berbeda dengan kenyataan. Ia sangat lucu dan cerewet. Dan sekarang ia tergeletak di rumah sakit karena cowok brengsek seperti Revan. Sungguh, dendamku padanya semakin bertambah karena peristiwa ini."
Lamunanku terbuyar karena tiba-tiba pintu terbuka dengan kencang.
Tampak seorang perempuan yang memasuki ruang rawat Naya dengan tergesa, diikuti oleh dua orang anak kecil. "Ah anak ku," ucap perempuan tersebut sambil memeluk Naya yang sedang tertidur. "Kaaakaaaak!" ucap dua anak kecil tersebut, dan tentunya itu pasti adik Naya.
Perempuan tersebut adalah bundanya Naya. Jika saja tidak ada kerutan tipis di wajah ibunda Naya, pasti ia akan terlihat seperti berumur 20-an. Sama seperti ayah Naya, jika saja tidak terlihat beberapa rambut yang sudah memutih, mungkin orang akan menganggap ia masih berumur 20-an juga.
"Anak ku kenapa?" tanya bunda Naya. "Biasa. Revan," balas Matt dengan malas. "REVAN LAGI? RUMAHNYA DIA DIMANA HA?" ucap bunda Naya dengan teriak. Sangat wajar bahwa seorang ibu akan marah melihat anaknya diperlakukan seperti itu.
"Udah Gwen, tenang. Naya gak papa kok, cuma bocor dikit," ucap Om Glenn menenangkan. "Bocor dikit? Aku menjaganya selama 16 tahun dan dia dengan enaknya membuat anak ku bocor dikit?" ucap Tante Gwen.
Om Glenn tak henti-hentinya menenangkan Tante Gwen yang sudah sangat emosi. "Kamu siapa?" tanya Tante Gwen tiba-tiba. "Saya Davian tan, temen nya Naya," ucapku dengan sopan.
"Oh Davian, saya minta tolong jagain Naya ya. Biar gak deket-deket Revan. Bisa?" ucap Tante Gwen padaku. "Siap tan!" balasku sopan.
Setelah itu aku pun pamit pulang karena hari mulai sore. Bisa dimarahin Bunda kalau pulang kemalaman.
Setelah sampai di parkiran dan masuk ke dalam mobil, aku pun termenung sebentar.
"Revan liat aja lo. Lo selalu buat orang yang gue sayangi terluka dari dulu. Kali ini lo yang bakal terluka," ucapku dalam hati lalu melajukan mobil dengan kencang.
____________________
a.n
Hai gue balik.
Vomment ditunggu:)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Done
Teen FictionKamu adalah sumber dari rasa sakitku. Kamu datang memberi harapan, namun pergi meninggalkan sejuta rasa sakit yang ku rasa. Aku mencintaimu, tetapi mengapa kau lukai aku? Aku selalu berjuang untukmu, tetapi kau selalu pergi dengan masa bodoh. Aku se...