Setelah Davian bercerita, ia pun pamit pulang.
Di dalam kamar, aku banyak memikirkan segala hal.
Khususnya setelah mengetahui penyebab depresinya adik kelas favoritku saat SMP dulu.
Revan, sebenarnya apa maksudnya?
Mengapa ia banyak mematahkan hati wanita, tak takutkah ia akan karma?
Apa yang melandasi kelakuannya itu? Apa alasannya?
Hal-hal itu terus berkecamuk di dalam pikiranku, hingga aku pun tertidur.
***
Keesokan harinya aku berangkat dengan tanda tanya besar dalam pikiranku.
Perilaku Revan masih terngiang jelas dalam otak ku.
"Oy pagi-pagi udah ngelamun aja," ucap Alya sambil merangkulku dan tentunya itu membuatku sedikit terkejut.
"Siapa juga yang ngelamun, sotoy," balasku.
Dalam perjalanan ke kelas, tidak ada suara yang terdengar dari diriku dan Alya.
Kami berjalan dengan tenang hingga seorang pengacau datang.
"Hai Alya! Kantin yuk."
"Ayo Matt, kebetulan aku belum sarapan. Bye Nay!" ucap Alya yang langsung berlari di sebelah Kak Matt.
"Orang yang lagi kasmaran mah beda," batinku terkekeh.
Enak ya jadi Alya, cintanya tak bertepuk sebelah tangan.
Iya, ternyata Alya sudah menyukai Kak Matt dari kelas 10 tetapi dia tidak berani bicara padaku, cih dasar.
Tak terasa aku sudah sampai di depan kelas, sebentar lagi bel masuk akan berbunyi tetapi kelas masih sepi.
Ku lihat hanya ada beberapa anak dan Davian.
"Pagi Davian," sapaku setelah ada disebelahnya.
Davian pun menoleh lalu tersenyum, "Pagi juga Naya."
"Nanti jadi ke RS-nya?" tanya Davian.
"Jadi dong," balasku semangat.
Percakapan kami masih berlanjut hingga Pak Serno datang, lagi-lagi pengacau.
***
Kring..
Bel tanda istirahat berbunyi, tanda berakhirnya pelajaran yang membuat otak ku ini pusing.
"Ayo kantin nay," ajak Davian.
Tanpa membalas ucapan Davian, aku pun langsung mengikuti langkahnya.
Selama perjalanan ke kantin aku hanya diam tanpa menanggapi ucapan Davian.
Aku hanya diam sambil melihat pemandangan yang cukup berbeda hari ini di sekolah.
Jam istirahat seperti ini biasanya banyak anak yang kesana-kesini entah ingin melakukan apa.
Tetapi untuk hari ini, koridor hanya dilewati oleh beberapa orang, hingga menciptakan suasana sepi.
Tak beda juga dengan kantin, tempat yang biasanya menjadi lautan manusia sekarang sepi layaknya kuburan.
Ada apa dengan hari ini? Aku tidak tahu.
"Nay mau makan apa?" tanya Davian.
"Terserah lo aja deh," balasku.
Tanpa basa-basi, Davian langsung meninggalkanku.
Jujur, aku merasa takut melihat kantin sepi seperti ini. Hm bukan nya penakut, tapi ini sesuatu yang tidak wajar.
"Naya..." lirih seseorang di sebelahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Done
Teen FictionKamu adalah sumber dari rasa sakitku. Kamu datang memberi harapan, namun pergi meninggalkan sejuta rasa sakit yang ku rasa. Aku mencintaimu, tetapi mengapa kau lukai aku? Aku selalu berjuang untukmu, tetapi kau selalu pergi dengan masa bodoh. Aku se...