ALEX'S POV
Aku menikmati teh ku dan tak lama suster pun datang ke ruang makan.
"Ada yang bisa ku bantu, Alex?" suster Bernadeth tersenyum, suster ini termasuk paling gendut diantara kedua suster yang lain.
"um... begini.... sebelumnya jangan marah... umm..." aku jadi bingung harus mulai dari mana.
"Tak apa Alex, cerita saja perlahan, mungkin aku bisa membantu menemukan jalan keluarnya." Ia menyentuh tanganku yang bergerak gelisah.
"Saya ingin... mencoba kehidupan diluar sana, suster..." ujarku sambil menunggu respon dari suster. Karrna tidak ada respon yang berarti, aku mulai melanjutkan kalimatku lagi.
"...mendapat pekerjaan, tinggal sendiri, dan juga merasakan tantangan hidup. Saya tak tahu apakah ini akan berhasil. Tapi cita-cita saya adalah menjadi sukses dan membangun St.Valeria ini agar jauh lebih baik dari sekarang."
Aku hanya menunduk, takut jika keputusanku ini salah. Bagaimana pun suster telah merawatku sejak kecil, dengan seenaknya aku ingin meninggalkan St.Valeria. Kulihat suster Bernadeth mulai tersenyum.
"Alex, apakah hanya itu? Aku tidak marah kalau itu keinginanmu sendiri. St.Valeria hanya bisa membesarkanmu hingga saat ini. Setelahnya itu adalah kebebasanmu, hak mu, Alex. Tak ada yang melarangmu menjelajah luasnya dunia, malah itulah yang seharusnya kamu lakukan."
Aku berdiri dan memeluknya. Suster Bernadeth selalu dengan lapang dada menerima keluh kesahku. Akupun melepaskan pelukanku.
"Suter... sudah saya putuskan mulai besok, saya akan mencoba menemukan pekerjaan dan tempat tinggal sendiri" kataku.
"Apakah itu tak terlalu cepat, Alex? Apakah aku harus menemanimu menemukan tempat yang layak? Ada yang bisa aku bantu yang lain?" ternyata Suster Silvi datang.
"Maafkan aku suster Bernadeth, aku tak sengaja mendengan pembicaraan kalian.Benarkah Alex akan meninggalkan St.Valeria?"
Aku hanya mengangguk dan tersenyum lagi.
"Apakah kamu sudah menemukan pekerjaanmu, Alex?" Suster Silvi bertanya lagi.
"Uhm.. kemarin tak sengaja saya bertemu teman sekolah SMA saya dulu. Lalu ia menawariku bekerja di restoran saudaranya. Kalau untuk bagian pekerjaannya saya masih belum tau, tergantung saat wawancara."
Suster Silvi dan suster Bernadeth hanya mengangguk, tiba-tiba Suster Silvi berlari keluar ruang makan.
"Tunggu disana sebentar Alex!!!" teriaknya sambil berlari. Suster Bernadeth hanya menghela nafas.
"Sampai kapan sifatnya yang kekanakan dan kurang sopan itu akan hilang... tapi Alex, tidakkah itu terlalu cepat? Besok kan?"
"Tidak apa suster, untuk masalah tempat tinggal, temanku bersedia membiarkan aku tinggal sampai menemukan tempat tinggal yang pas"
Tak lama terderngar suara langkah kaki suster Silvi yang berlari. Sambil meredakan nafasnya ia menaruh amplop di dadaku.
"Ini.... hah.... hah.... hmm.. ini sebagian tabunganku, ingat aku hanya meminjamkan ini padamu, kembalikan saat kamu sudah sukses! Gunakan ini saat kamu benar-benar membutuhkannya." Suster Silvi tersenyum dengan bangga. Aku sedikit terharu. Setelah kuterima amplop itu, suster Silvi menepuk bahuku.
"Semangatlah! Hidup diluar tak semudah saat kamu di biara, Alex." kali ini senyumnya berbeda, seperti ada pengalaman yang terjadi di masa lalu.
"Okey sudah cukup saling terharu, sekarang sudah hampir pukul 9. Saatnya kita ke gereja dan berdoa" kata suster Bernadeth meninggalkan kita.
JOSE'S POV
Karena suatu kesalahan dari salah satu pegawaiku yang menyebabkan kerugian dalam saham yang kulakukan. Aku harus memecatnya. Meski hanya sedikit tapi kalah dan rugi tak akan ku maafkan.
"Kalau cara kerjamu tak bisa lebih baik dari ini sebaiknya tinggalkan perusahaanku" ujarku memunggungi seonggok nyawa dibelakangku.
"Tuaaannn jangan tuan. Kalau aku berhenti siapa yang akan menghidupi anak dan istriku? Tolong jangan pecat saya.. saya tidak tahu harus bekerja dimana lagi..."
"Jual saja ginjalmu atau organmu yang lain, dengan begitu uang yang telah kamu dapat bisa mencukupi kebutuhan istri dan anakmu"
Karena sampah seperti dia tak dibutuhkan lagi. Seonggok nyawa dibelakangku hanya meraung raung tak jelas.
Memang benar gaji di perusahaanku termasuk besar daripada yang lain. Aku menuju meja kantor dan menekan 2 dijit angka dan menunggu orang di seberang mengangkat telponku.
"Ada yang bisa saya bantu Tuan Jose?"
"Emil, panggilkan petugas keamanan dan seret seseorang di kantorku, jangan terlalu lama."
"Baik!" Emil menutup telponku.
"Tuan yang baik hati dan sangat tampan, tolong jangan pecat saya, hutang saya masih banyak, dan saya masih..."
Tak lama petugas keamanan datang dan menyeret sampah di depaku.
"Tuann tolong tuan, pertimbangkan sekali lagii... tuaaann!!!! Lepaskan!! Tuan...."
Apa dia belum tau siapa Jose Eldeberg! Jangan seenaknya memohon! Meski permohonanmu sampai menjual anak istri dan seluruh organ tubuh, aku tak akan tergoda.
Beruntung dia hanya kupecat, tak lebih....
Bersambung...
Kritik dan saran sangat diterima ^^
Ide untuk next chapter juga di terima^^Hinaan atau cercaan tidak di perbolehkan!!
Permintaan upload cerita secara cepat juga diabaikan...Jangan lupa vote. THX
KAMU SEDANG MEMBACA
Him And Mine (Slow Update)
RomanceBerkonten homo, gay, sesama jenis, bl, yaoi! Cerita murni karya saya, bila ada kesamaan nama / tempat / situasi / lokasi / hanya kebetulan yaa Singkat Cerita: Alex Joan yang polos, ingin mencoba hidup dan merasakan dunia luar, dan takdir menemukann...