Hay... maaf terlalu lama nggak muncul. Makasih buat yang sudah mampir buat baca cerita yang hambar karyaku dan bener-bener slow update. Kalau readers berminat bisa memberi bumbu ide agar makin nikmat. Hehehe..
Happy reading...
####
ALEX POV
Kulirik jam dinding sudah menjunjukan pukul 10.15. Aku sudah siap dengan baju berkerah lengan panjang berwarna biru muda dan dasi putih yang bertengger rapi di kerahku dan celana panjang kain warna hitam dan sepatu vantovel. Sebenarnya sepatu ini milik Jeremy yang sudah tidak dipakai lagi karena ukurannya yang sudah tidak pas.
Kupikir aku bisa menggunakan sepatu kets yang kumilikki. Tapi Jeremy memaksaku untuk memakai vantovel ini. Bentuknya dan warnanya masih bagus. Rambut hitam yang kusisir rapi membuatku tampak lebih dewasa.
Kuambil map coklat yang berisi surat lamaran dan biodata diriku. Aku benar-benar tidak mengerti cara melamar pekerjaan. Semalam Jeremy membantuku membuatnya serta memilihkan baju untuk wawancaraku hari ini.
Tak lama interkom didalam apartemen Jeremy berbunyi saat kunyalakan (kemarin Jeremy mengajariku) tampak wajah Jeremy disana.
"Kau sudah siap, Alex? Aku menunggumu di lobby lantai satu."
"O-okey"
Aku keluar dari apartemen dan tak lupa mematikan lampu. Pintu disini mengunci otomatis. Segera aku menyusul Jeremy.
Jeremy George, atau biasa dipanggil Jeremy, ia adalah teman yang kukenal saat aku duduk di bangku SMA. Waktu kelas satu dulu, tingginya hampir sama denganku dan dia benar-benar tidak populer. Entah kenapa waktu kelas tiga. Tingginya berbeda beberapa dariku dan ia menjadi populer diantara seangkatan dan adik kelas, prestasi yang lumayan membuatnya disegani.
Entah kebetulan atau bagaimana aku dan Jeremy satu kelas sampai lulus. Jeremy yang menyapaku duluan waktu kami kelas dua. Aku yang biasanya pendiam saat dikelas sangat senang memiliki teman. Jeremy selalu penasaran apa yang kubuat untuk bekal makan siang. Sampai suatu hari ia memintaku untuk membuatkan ia bekal. Jeremy benar-benar bahagia waktu itu.
Secara halus ia menolak bekal yang dibuatkan oleh para gadis. Untuk itu aku sedikit memiliki teman perempuan, mungkin mereka membenciku karena seharusnya yang Jeremy makan harus lebih berkelas. Aku pernah mendengar para gadis selalu membuatkan bekal untuk Jeremy dengan bahan paling baru dan segar tak lupa dengan harganya yang pasti mahal. Tak sepertiku yang ala kadarnya.
Sampai lulus, akhirnya kami berpisah, Jeremy bilang ia harus kembali ke kotanya dan kuliah disana. Sedikit hampa juga, karena ia temanku satu-satunya saat SMA.
"Kita sudah sampai" seru Jeremy menyadarkan lamunanku.
"O-ohh. Uh aku gugup, Jer" aku meremas celana kainku.
"Sudahlah santai saja dan kamu hanya perlu menjawab yang ditanyakan saja."
Aku mengangguk dan bergegas turun dari mobil. Ternyata ini adalah restoran Italy.
Jeremy menemaniku masuk kedalam restoran keluarga dan masuk ke salah satu ruangan. Aku tersenyum gugup. Disana ada seorang pria sekitar umur 40 tahun.
"Paman, ia teman yang ku rekomendasikan waktu itu."
"Pe-perkenalkan nama saya Alexander Joan. Tuan bisa memanggil saya Alex." Jeremy menarik kursi untukku untuk duduk didepan meja kantor.
"Oh Alex. Nama yang bagus. Silahkan duduk. Aku Franklin, merupakan bos mu disini. Jadi kamu mau bekerja di bagian apa?"
"Kalau bisa saya melamar sebagai juru masak, tuan Franklin." Aku memberikan CV ku dan tuan Franklin melihat lihat biodata ku dan hanya mengangguk-angguk.
"Oh iya. Paman kalau boleh aku juga ingin kerja part time disini. Jadwal kuliah ku selalu pagi. Jadi kalau sore tak masalah."
"Oh. Baiklah kalian berdua diterima. Alex, untuk tiga bulan pertama mungkin ku tempatkan sebagai asisten, untuk beradaptasi, setelah itu akan kupikirkan kembali. Lalu kau Jeremy, kau sebagai pelayan, sama seperti Alex, 3 bulan pertama untuk ujicoba. Hanya untuk beradaptasi. Mungkin juga kau akan kupindah bagian. Kalian bisa bekerja jam 1 nanti sampai jam 9. Sudah jelas?"
Apa? Aku mendengar, diterima?
A-aku... memiliki pekerjaan? Benarkah? Aku ingin menangis rasanya. Suster di St.Valeria!!! Aku diterima!!!
"Je-JELAS!! Terimakasih tuan Franklin" aku tersenyum lebar.
Setelah itu Jeremy mengajakku makan siang di WcDanold. Kata Jeremy ini fastfood yang lumayan enak.
"Aku sering melihatnya di televisi. Tapi aku belum pernah mencobanya. Selama ini aku hanya memasak di St.Valeria"
Jeremy hanya tertawa sebentar.
"Aku senang. Hanya saat bersamaku kamu bisa cerita sedikit lebih panjang dari yang lain."
Benarkah? Aku jadi malu saat mendengar kata-kata Jeremy. Entah itu pujian atau sindiran. Saat aku melihat daftar harganya. Lumayan menguras isi dompetku. Aku melihat sekitar, banyak siswi SMA yang melihat Jeremy yang memang tampan.
"Kau mau yang mana Alex?" ternyata kami sudah berada di barisan paling depan.
"Oh. Ah. Aku ti-tidak pesan. Kamu saja yang makan."
"Hah? Kenapa? Kamu belum makan dari pagi tadi kan?"
"Aku sudah ma-"
Kryukkkkk.....
"Oke, menu yang sama tambah satu." Jeremy langsung pesan pada orang yang bertugas disana. Aku jadi tidak enak padanya. Perutku juga tak bisa diajak kompromi. Jadi malu.
"Na-nanti uangnya kuganti, Jeremy" bisikku pelan.
"Lho? Tak perlu lah. Kan aku yang mengajakmu kesini. Biar aku yang membayari." Kata Jeremy sambil membawa makanan yang sudah siap.
"Tapi..."
"Dari pada tapi-tapi an. Lebih baik kamu membantuku membawa ini, Alex"
.
.
.Setelah makan siang. Kami kembali ke restoran dan mendapat seragam baru.
Seragam yang kudapat adalah topi, baju koki, celemek dan celana panjang hitam.
Sedangkan Jeremy mendapat baju kemeja lengan panjang dan celananya. Lengkap dengan rompi yang membuatnya semakin terlihat tampan dengan tubuhnya yang tinggi.
"Buon pomeriggio..." seseorang menyapaku saat aku memasuki area dapur. Aku tak paham apa yang dia maksud. Aku hanya tersenyum mengangguk.
"Aku Paul. Namamu siapa?"
"Alex."
"Oh jadi kau yang akan menjadi asistenku. Baiklah cukup perkenalannya. Aku akan mengajarimu apa saja yang dilakukan oleh asisten juru masak."
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Mengikutinya dan Paul menjelaskan beberapa kegunaan alat masak disini. Untuk hari pertama, Paul menyuruhku sekedar memotong bawang dan menyiapkan bumbu yang lain. Semua masakan Paul yang membuatnya.
Walau hanya sebagai asisten, hal ini melelahkan bagiku. Karena harus lari sini menyiapkan bumbu yang dibutuhkan dan berlari lagi meletakkan makanan yang sudah siap, lalu mengambil daftar menu yang dipesan dan memberikan pada Paul. Tugasku juga memastikan masakan yang dipesan juga sesuai.
Tapi meski lelah, aku menikmati kegiatan disini, mengenal teman baru dan mendapatkan pengalaman baru.
"Kerjamu bagus Alex. Mungkin jika sempat, besok aku akan mengajarimu membuat bumbu pasta dan beberapa yang lain."
Aku mengangguk. Tak terasa hari pertama pun berakhir..
######
Alur ceritanya masih tenang, karena masih dalam rangka perkenalan hehehe...
Vote and Comments~
Thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
Him And Mine (Slow Update)
RomanceBerkonten homo, gay, sesama jenis, bl, yaoi! Cerita murni karya saya, bila ada kesamaan nama / tempat / situasi / lokasi / hanya kebetulan yaa Singkat Cerita: Alex Joan yang polos, ingin mencoba hidup dan merasakan dunia luar, dan takdir menemukann...