...6...

257 17 1
                                    

[JEREMY POV]

Setelah meminta persetujuan papa dan mama, akhirnya aku mulai bekerja di restoran paman Franklin.

Aku sangat rindu dengan Alex. Waktu itu tak sengaja bertemu dengannya di pasar saat menemani mama berbelanja.

Ketika aku menawarinya bekerja di restoran pamanku. Aku hanya iseng saja karena tak ada topik yang bisa kami bahas waktu itu, dan tak diduga malamnya ia menelponku bahwa ia setuju untuk bekerja di restoran pamanku.

Lucu sekali bahwa Alex sangat polos. Mungkin karena kegiatan sehari-harinya hanya di panti asuhan. Ia benar-benar bingung saat membuat CV atau biasa disebut surat lamaran. Aku curiga jangan-jangan ia tidak membawa baju yang rapi untuk interview. Ternyata Alex sudah menyiapkan baju kemeja lengan panjang dan celana kain. Tapi sepatunya...

Sepatu kets yang sudah butut. Meski tak seberapa kotor. Tapi itu sudah kuno. Aku langsung ingat sepatu vantovel yang sudah tidak kupakai lagi karena kekecilan. Ternyata vantovel ini cukup di kaki Alex.

Lalu disinilah kami. Dengan Alex mengenakan baju koki dan aku sebagai waitres.

"Kau tampak semakin keren Alex" Alex hanya tertawa malu dan memujiku kembali. Mungkin ia pikir aku hanya basa-basi. Tapi ia benar-benar keren.

Upacara pembukaan sudah dilakukan seminggu yang lalu. Dengan pegawai yang minim waktu itu, yang aku tahu Bill yang bertugas sebagai waitres sama denganku dan Paul, sepupuku yang menjadi juru masak. Sesekali ia ikut membantu mengantarkan pesanan. Lalu Boby, sehari setelah pembukaan restoran, ia melamar sebagai waitres. Pamanku, Franklin juga menjadi juru masak.

Boby berbadan lebih kecil dariku, bahkan sedikit lebih pendek dari Alex, sifatnya sedikit menyebalkan. Bicara seperlunya dan sedikit tidak bisa beramah-tamah dengan tamu. Berlawanan dengan Bill, yang lebih ceria dan konyol, meski kadang aku tak tahu maksud lawakannya.

Hari ini restoran berakhir dengan tidak ada kendala. Aku segera menuju dapur dan mengajak Alex menuju loker untuk ganti baju.

"Aleexx... ayo kita ke loker." Aku melihat Alex dan Paul masih membersihkan beberapa peralatan. Aku segera datang dan membantu.

"Kau tak biasanya membantu? Huh, Jeremy?" Aku melihat Paul yang tak melirikku masih asik dengan kegiatannya.

"Dari nada mu sepertinya kau tak suka melihatku membantu Alex." Ujarku masih sibuk membantu Alex.

"Kurasa yang membantu Alex sudah ada dan pekerjaan ini sudah selesai, Jeremy. Oh iya Alex, karena kau di bagian dapur. Mulai besok tak usah menggunakan vantovel lagi. Gunakan sepatu yang tidak licin." Paul melirik ku setelah berbicara dengan Alex lalu pergi ke loker.

"Besok aku tidak ada mata kuliah. Ku temani untuk mencari sepatu kusus untuk di dapur, Alex"

"tidak perlu, Jeremy. Aku masih ada sepatu kets lama ku"

"Lalu dengan sepatu itu kamu mau terpeleset jatuh dan tidak bisa bekerja lagi? Bila kamu sakit, itu akan lebih merepotkanku. Besok kita pergi jam sembilan." ujarku lalu berbalik badan menuju loker, diikuti Paul dan Alex.

Saat kami mau pulang, Paul memanggil Alex dan memberikan kresek yang entah apa isinya. Setelah berbincang sebentar, Alex kembali memasuki mobilku.

"Apa itu?"

"Oh, menu hari ini karena kak Paul memasak lebih, jadi dia ingin aku membawa sisannya. Katanya lumayan untuk orang yang tinggal sendiri."

"Hey hey. Apa kau lupa masih ada aku disini, Alex?"

"Kurasa kak Paul tak tahu kalau aku tinggal denganmu, Jeremy. Kita makan ini saja untuk makan malam" Alex tersenyum. Senyumnya yang di mataku selalu bercahaya menenangkan jiwa ini.

"Uhm oke"
.
.

[ALEX POV]

Alarm berbunyi tepat setelah aku membuka mata. Kemudian berdoa, berterima kasih, karena hari baru yang cerah ini.

Suster, bagaimana kabar kalian? Hari pertama bekerja ku sangat menyenangkan. Aku harap kalian bisa kuajak kemari kapan-kapan, mungkin bersama Ricky, karena yang lain masih kecil.

Aku tersenyum sedikit. Kemudian beranjak dari kasur dan melakukan ritual pagi. Lalu aku memanasi spaghetti sisa tadi malam untuk sarapan. Tak lama Jeremy keluar dari kamarnya yang hanya mengenakan boxer.

"Selamat pag- Je-jeremy?! Kenapa kau tak menggunakan pakaian?!"

"Oh maaf aku lupa kalau saat ini ada kau dirumahku. Aku sudah terbiasa seperti ini waktu tidur. Gerah... lagipula kita kan sesama cowok. Wajarkan, Alex?"

"Uh-oh be-benar juga..." aku kembali sibuk dengan spagheti dan Jeremy menuju kamar mandi.

.
.
.

Saat ini kami berada di toko sepatu. Aku hanya mengikuti Jeremy yang memilihkan safety shoes (kata Paul itu adalah nama sepatu untuk di dapur agar tidak licin, bentuknya seperti sepatu boot) untukku. Jeremy tidak membiarkanku melihat harganya. Setelah mencoba beberapa sepatu, ia langsung membelikannya untukku.

"Aku berhutang banyak padamu, Jeremy."

"Ini bukan hutang, anggap saja hadiah karena kita bertemu lagi. Oh iya menurutmu kita perlu berbelanja untuk nanti malam atau tidak?"

Aku menggeleng. Bahan-bahan di rumah cukup untuk makan nanti malam dan untuk bekal saat kerja nanti. Restoran Italy ini buka pukul duabelas sampai pukul sembilan. Satu jam sisanya hanya untuk bersih-bersih.

Jam sebelas kami sampai di apartemen. Aku segera membuatkan bekal dan Jeremy menonton televisi. Setelah membuatkan bekal, aku mengambil seragam koki ku yang telah kucuci tadi malam dan memasukkan kedalam tas.

Tak lama kami pun berangkat menuju restoran. Lumayan dekat kalau dengan kendaraan, tapi cukup jauh bila jalan kaki. Jeremy bilang ia ada perlu telepon dengan seseorang, akhirnya aku menuju loker terlebih dahulu. Sebelum aku membuka pintu loker. Aku mendengar suara di ujung tikungan.

"Ummnhhh.... hentikan boss. Bagaimana kalau ada yang melihat! Ahnn..!"

Serrr... suara siapa itu? Aku belum mengenal seluruh pegawai disini dan belum hafal semua suara mereka. Dia bilang bo-boss??? Tuan Franklin?

Aku pura-pura tak mendengar dan segera masuk menuju loker dan ganti baju. Wajahku memerah. Tak lama pintu loker terbuka lagi. Jeremy masuk, disusul dengan tuan Franklin yang kancing bajunya sudah terbuka sebagian membuatku sembunyi lagi dibalik tas yang kupegang.

"Kamu kenapa Alex? Wajahmu merah? Demam?" Dahi Jeremy menempel di dahiku.

"Uh tidak demam. Kenapa Alex?"

"A-aku baik-baik saja" jawabku cepat.

Tak lama dua pria yang aku tidak tahu dan Paul masuk untuk ganti baju.

"Oh kau sudah mengenal mereka berdua, Alex?" Tuan Franklin bertanya setelah melihatku kebingungan. Lalu aku menggeleng.

"Kenalkan, yang kecil ini Bobby dan yang lebih tinggi ini Bill, tugas mereka di bagian waiter sama dengan Jeremy."

"Aku bukan kecil boss!"

"Boss benar Bobby, kamu memang lebih kecil dari kita semua." Orang yang dipanggil Bill tertawa.

"Sial!!"

Deg. Deg. Deg.
Mungkinkah bos dengan salah satu diantara mereka?

Wajah mereka tidak ada yang mencurigakan. Sedikit penasaran suara siapa tadi. Atau mungkin memang istri bos? Uhh tidak baik penasaran seperti ini. Semua orang memiliki rahasia masing-masing.

"Ayo keluar, Alex" Jeremy membuyarkan kegiatan mengancing baju ku yang tertunda.

"Ah i-iya"
.
.
.

Hayyy... i'm back!
Maaf karna ceritanya slow update, dan trimakasih banyak buat semua sudah mampir buat baca nih cerita yg garing krik krikk...
#mana_yaoi????
Ini masih bagian awal jadi hanya cerita basa basi. Belum ke inti cerita begituu.. okee see u next chapter!!

Vote & komen!! :*

Him And Mine (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang