Navy - 3

29 9 0
                                    

Pergi mengunjungi sebuah mall sudah menjadi hal biasa bagi Blue sejak ia tinggal bersama keluarga Frederro. Tak bisa ia elak lagi kalau pusat perbelanjaan mewah ini lama-lama membuatnya bosan. Bagaimana tidak? Setiap bulan Samantha selalu mengajaknya pergi ke mall. Hitung-hitung refreshing, katanya.

Salah satu hal yang tertempel di pikiran Blue saat pertama kali mengunjungi tempat seperti ini adalah sebuah kedai es krim yang didesain dengan kesan unik dan lucu. Itulah yang membuat Blue selalu ingin mengunjunginya tiap ia berada di mall. Sekarang ia telah mendapatkan satu mangkuk medium es krim coklat dengan berbagai toping dan saus Blueberry di atasnya. Lezat memang, tapi Samantha lebih memilih untuk menikmati pemandangan saat Blue tengah memakan es krimnya. "Kau tidak pesan, Sam?"

"Tidak. Kau sudah cukup menggugah seleraku." kekeh Sam sambil bertopang dagu.

Mereka larut dalam dunianya masing-masing; Sam dengan ponselnya, Blue dengan es krimnya dan pikirannya tengah melayang-layang. Ia tidak percaya besok ia akan kembali ke tempat kelahirannya. Setelah dua belas tahun lamanya tinggal di negara orang bersama keluarga angkatnya, ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa tidak dari dulu saja dirinya mengusulkan untuk pergi ke Sydney. "Sam, aku ingin ke toko yang itu dulu. Tak apa 'kan?"

Blue menunjuk sebuah toko dengan nama Jacquelinez di atasnya. Sebuah toko aksesoris dengan kesan ala vintage dipadu dengan dekorasi serba Amerika. Keren, kata Blue dalam hati. Ia merasa seperti ia tidak pernah melihat keberadaan toko ini sebelumnya padahal ia hampir menjadi pelanggan setia mall di pusat kota ini. "Selamat datang, ada yang bisa kami bantu?"

Seorang gadis muda berkulit putih dengan rambut lurus ekor kudanya datang menyambut Blue dan Sam. Mereka berdua hanya memberikan senyum pada pegawai tersebut. Sam berjalan ke arah tempat tas-tas kecil yang unik, sedangkan Blue entah kenapa ia menuju ke perlengkapan natal. Matanya menangkap sepasang kaus kaki bergambar penguin yang menyebar di dasar yang berwarna kuning. Lucu, pikirnya.

Ia teringat kalau penguin adalah hewan favorit Luke, jadi ia mengambil sepasang dan membayarnya di kasir. Ia berniat menjadikan ini sebagi hadiah untuk Luke di hari natal lusa. Mungkin akan menyenangkan jika merayakan natal bersama orang yang kau sayang mengingat besok Blue akan mengunjungi Sydney. Ia tak bisa membayangkan bagaimana menyenangkannya merayakan natal bersama Luke seperti dua belas tahun lalu.

Bernyanyi bersama, memberikan hadiah dan menyantap makan malam dengan menu yang tak kalah nikmat dari restoran mahal adalah hal yang tengah didambakan Blue saat ia sampai di Sydney pada hari natal bersama Luke dan keluarganya di Sydney. Ia tak bisa menunggu lagi sampai besok.

***

Blue memeluk Ibunya dengan erat, hal yang sama yang dilakukannya pada sang Ayah setelahnya. "Hati-hati, Blue. Maafkan kami, natal kali ini aku dan Ayahmu tidak bisa merayakannya bersama."

Blue tersenyum, memaklumi orang tuanya yang seorang pengusaha super sibuk. Besok siang, tepat pada hari natal, orang tuanya akan berangkat ke Inggris untuk sebuah project yang akan membuat perusahaannya jauh lebih berkembang.

Dipandangnya Sam, yang sedang berpelukan bersama kedua Ayah dan Ibu mereka. Keluarga yang sangat harmonis. Ah, aku hanya sebuah benalu saja. Batin Blue miris. Dalam dua puluh menit ke depan, ia bersama kakaknya akan berangkat menuju dua tujuan yang berbeda. Sam ke Los Angeles, Blue ke Sydney.

Dipandangnya mata abu-abu bersinar milik Sam kemudian ia berhambur begitu saja untuk saling memeluk. "Aku akan merindukanmu, Sam." lirih Blue.

"Aku juga. Well, jaga dirimu baik-baik, jangan terlalu lama di Sydney! Lekas pulang ketika sudah tiba waktunya." Nasihat sang kakak dengan penuh kasih sayang. 

Blue mengangguk di pelukan Sam sambil menitihkan air matanya. Ia sangat menyayangi keluarga yang telah membuatnya bangkit kembali itu. Menemaninya dalam suka dan duka, meski Blue bukan seorang kandung di keluarga ini. "Aku sayang kalian semua." ucap Blue sambil menatap ketiganya.

Ia dan Sam berlalu menuju pintu keberangkatan sambil melambaikan tangannya kepada orang tua mereka. Mereka berpisah sesuai dengan tujuan mereka, sekali lagi, mereka berpelukan seolah tak akan pernah kembali bersama. "Jangan berlebihan, Blue! Aku akan kembali setelah pendidikanku selesai." kata Sam dengan gelak tawanya yang renyah.

Blue menghapus air matanya dan melihat punggung Sam yang menghilang masuk ke pesawat keberangkatan New York-Los Angeles. Pun ia memutar tumit untuk masuk ke dalam pesawat tujuan Sydney.

Ia duduk di dekat jendela sambil memandang dengan ekspresi yang bercampur; sedih, bahagia, takut, khawatir dan tidak sabar akan melihat Luke yang sudah terpisah selama dua belas tahun oleh jarak dan waktu. Tapi ia takut, takut kalau Luke sudah tak mengingat dirinya lagi.

Ia sudah membungkus kaus kaki yang bergambar penguin sebagai hadiah natal untuk Luke. Dan ia sangat tidak sabar untuk memberikannya pada lelaki itu.

"Permisi, Nona, apa aku boleh duduk di sebelahmu?"

Sebuah suara menghamburkan pikirannya. Ia menoleh, mendapati seorang lelaki berambut ungu muda dengan tindik di alisnya dan pakaian serba hitam dibalut dengan kemeja flannel. Seram sekali, pikir Blue. Bukannya menjawab gadis itu malah menatap lelaki asing itu takut-takut. Apa ia seorang penjahat? Atau justru geng motor yang sangat nakal? "Hey, Nona, jadi bagaimana?" Dengan sangat terpaksa--walau tidak sopan, ia menggerakkan tangannya di depan wajah Blue yang langsung terlonjak kaget.

"Eh? Uh---Oh, te-tentu saja."

Ia kembali menengok pada jendela di sebelahnya dan membuang nafasnya perlahan. Lelaki berambut ungu itu menjatuhkan bokongnya di kursi sebelah Blue. "Kau orang Sydney juga?"

Blue menoleh, tersenyum kaku sambil menjawab. "Uh, ya, itu kota kelahiranku."

"Begitu. Oh ya, namaku Michael, you can call me Mike. Dan kau?" Lelaki bernama Michael itu mengulurkan tangannya yang dibalas agak canggung oleh Blue.

"Aku Blue. Just Blue."

Michael tertawa, lantas gadis di sebelahnya itu menatapnya penuh tanya. Apa ada yang salah? Michael berkata kalau nama Blue sangat unik dan kalimat terakhir Blue-lah yang membuat tawanya pecah. Ia berpikir kalau Blue terlalu lugu dengan pantulan mata birunya.

Lelaki berambut ungu itu sangatlah easy-going, ia terus berbicara panjang lebar seolah Blue adalah kawan lamanya. Blue juga merasa kalau Michael adalah orang yang asyik karena lelaki itu selalu menyambung dengan setiap perkataan Blue. Ternyata penampilannya saja yang menyeramkan, tetapi sesungguhnya dia sangat baik, batin Blue.

Yeah, don't judge the book by its cover!

"Akhirnya perjalanan ini selesai!" seru Michael sambil merentangkan kedua tangannya saat menuruni pesawat. Blue yang melihatnya hanya bisa terkekeh. "Blue, terima kasih sudah membuat perjalananku terasa nyaman. Lain kali kalau Tuhan mengizinkan, kita pasti akan bertemu lagi. Sampai jumpa, Blue!"

Blue tersenyum, "Sampai jumpa, Michael!"

Mereka saling melambai dan berpisah di tempat keluar karena Michael sudah ditunggu oleh keluarganya sedangkan Blue akan dengan taksi. Hari sudah gelap, ia harus mencari hotel untuk bermalam sementara esok ia akan langsung ke tempat tujuannya.

Salju menumpuk di sepanjang jalan di Australia sehingga membuat taksi yang ditumpanginya harus berhenti sebentar. Setibanya di hotel, Blue langsung memesan kamar untuk dua hari ke depan. "Kamar nomor 1101 di lantai 7."

Sang resepsionis memberikan kunci kamar tersebut pada Blue dengan ramah. Dengan segera Blue menuju ke kamarnya karena ia merasa sangat lelah sekali. Ia langsung saja membersihkan dirinya, setelah itu ia langsung terlelap dengan barang-barang yang belum diberesinya di malam natal.

TO BE CONTINUED!

CIYEE BLUE KETEMU MIKE DI PESAWAT MAU DUMS SEBERUNTUNG ELU BLUE

VOMMENT(S) PLS? I really appreciate if u gimme some feedbacks ily x

All the love A

Navy (Hemmings)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang