Navy - 6

24 5 2
                                    

Author's POV

Satu hari setelah natal tak ada tempat tujuan untuk Blue bersenang-senang. Seharian ia terus mengurung diri di dalam kamar hotelnya. Jika mengingat-ngingat semua rencana yang telah disusun Blue sejak lama--bahkan sebelum ia pergi ke Australia, rasanya bagaikan diserang ribuan anak panah yang tepat masuk ke jantungnya.

Sakit, sedih, kecewa, bahkan menyesal karena dirinya berpikir kenapa ia tidak kemari lebih awal saja sebelum kejadian itu terjadi masih berbekas di hatinya. Ia tidak tahu di mana Luke dan semua orang dimakamkan karena tak ada seorang pun yang mungkin mengetahui seluk-beluk tempat itu.

Bisa saja Luke dan keluarganya dimakamkan secara massal bersama yang lainnya. Tetapi, hanya satu di benak Blue, di mana pemakaman Luke berada? Jika saja ia tahu di mana, tak akan ada alasan bagi Blue untuk tidak mengunjunginya. Namun mungkin semua tentang Luke si lelaki penyuka penguin itu hanya akan menjadi mimpi Blue yang terlalu tinggi saja.

Membuka pintu, ia masuk dan mengantri di tempat pemesanan kedai kopi itu. Setelah berdiri di depan kasir, ia berpikir untuk memesan, "Cotton Candy Frapuccino satu gelas ukuran medium atas nama Blue." Sambil menunggu pesanannya tengah dibuatkan, ia menoleh melihat-lihat sekeliling kedai kopi di Sydney yang mungkin baru kali ini ia kunjungi.

Tapi seseorang di sebelah kanan yang tengah menatapnya membuatnya berpikir. Rambut ungu muda, tindik di alis, kemeja flannel, apa aku pernah bertemu dengannya? Batin Blue, menatap aneh lelaki bergaya punk-rock yang tengah memperhatikannya itu. "Uh? Apa ada yang salah, Tuan?" tanya Blue dengan hati-hati sebelum minumannya jadi dan segera membayarnya.

Lelaki itu bukannya menjawab malah menerima dulu minumannya yang sudah jadi juga. "Kau percaya jika Tuhan mengizinkan kita akan bertemu lagi?" Kenapa ia balik bertanya?

Blue yang terlalu pusing akan masalah Luke pun tidak bisa mengingat siapa lelaki yang sedang berbicara padanya ini. "Um, maaf. Tapi aku tidak mengenalmu, Tuan."

Lelaki itu tergelak, menimbulkan sedikit lesung di pipinya yang mengingatkan Blue akan dia. "Serius kau melupakanku?" Blue pikir dia hanya orang tidak waras yang pura-pura mengenalnya lalu jika Blue tidak berhati-hati ia akan menculiknya. Tetapi niat Blue yang tadinya ingin kabur secara diam-diam itu terurungkan karena, "Hey, bahkan baru dua hari yang lalu kita mengobrol akrab di pesawat."

Benar. Lelaki ini adalah orang di pesawat itu. Kalau tidak salah namanya Michael, terawang Blue pada wajah Michael yang tengah tersenyum menggemaskan bagai anak kucing. "Hey! Mengapa memandangiku seperti itu? Ayo, kita duduk dulu untuk berbincang-bincang." Ajak Michael, memilih tempat duduk di dekat jendela yang membatasi mereka dengan salju di luar sana. "Jadi selama ini aku benar, apapun yang Tuhan kehendaki pasti akan terjadi! Seperti perkataanku waktu itu, ingat?" Michael menyeruput Capuccino hangatnya.

Blue hanya tersenyum tipis dan belum sama sekali berbicara. "Blue, kalau boleh aku tahu sedang apa kau di Sydney?" Gadis yang diajak bicara itu mendongak, menatap mata hijau berkilau milik Michael.

Menaruh kedua tangannya di atas meja, ia menjawab, "Uh, aku sedang mengunjungi sahabatku. Ya, sahabat lamaku." Alibi Blue dengan kekehannya. Sahabat lama yang sudah di Surga. Batin Blue miris. Michael hanya mengangguk-angguk saja. "Kau sendiri, Michael?"

"Aku? Oh, well, pertama aku pernah bilang padamu untuk memanggilku Mike saja karena lebih singkat. Dan, oh, aku kemari untuk liburan akhir tahunku bersama keluarga." jelas Mike panjang lebar tanpa canggung. Tanpa sengaja mata lelaki berambut ungu muda itu melirik ke pergelangan kiri Blue. "Nice bracelet. Mengingatkanku akan sahabatku. Kau tahu, ia juga menyukai penguin. Jika kalian bertemu aku yakin kalian akan berteriak heboh hanya untuk hewan berjalan aneh itu!" Tawa Michael pecah, membuat Blue bingung sendiri.

Navy (Hemmings)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang