Navy - 4

37 8 2
                                    

Blue terbangun di tengah malam, tepat pukul dua belas. Alasan yang membuat dirinya terbangun adalah ponselnya yang bergetar sedari tadi. Ternyata berpuluh-puluh pesan ia dapatkan dari kerabat dan keluarganya. Ia melewati semua ucapan natal dari temannya dan mencari nama Samantha serta orang tuanya.

'From : Samantha
Hey, sist! Merry christmas! The best wishes for us! God bless you{}'

'From : Mom
Happy christmas, darling! God bless you!'

'From : Dad
Blue, hope you enjoy your christmas this year! Merry christmas!'

Blue tersenyum mendapati orang tersayangnya mengucapkan pada dirinya, cepat-cepat ia membalas ucapan tersebut pada tiga orang itu. Setelah selesai, Blue mencari-cari di antara puluhan pesan yang ada, mencari sesuatu yang diucapkan di hari penting ini darinya.

Ia menepuk dahinya karena begitu bodoh. Jelas saja, memangnya ia memiliki nomor ponsel Blue? Tapi hati kecil Blue masih terus berharap dapat pelukan dan hadiah manis darinya seperti dua belas tahun ke belakang yang lalu.

Kehilangan selera tidurnya, ia menyingkap selimutnya dan berjalan ke jendela kamarnya. Disibaknya tirai jendela tersebut, matanya menangkap suasana malam natal yang begitu ramai di kota ini. Sydney berubah, kota ini tidak sesepi saat dirinya tinggal di sini dulu. Lonceng bel khas natal berbunyi di mana-mana, terdapat pohon natal di sekitar sudut jalan serta lampu-lampu yang berkelip menghiasi benda tersebut.

Andai kau di sampingku, Luke. Blue menghela nafas sambil tersenyum miris. Menguap, pun ia kembali ke kasurnya dan bergabung lagi dengan mimpinya yang sempat terputus.

***

Ucapan selamat natal didapatnya dari berbagai orang, mulai dari kerabat dan keluarganya sampai ke pegawai hotel yang menyambutnya ketika keluar. Tak bisa Blue elak kalau natal kali ini akan menjadi natal yang paling bahagia dan berkesan. Aku tidak sabar untuk bertemu seseorangku yang spesial di hari natal ini, pekik Blue dalam hati.

Sambil membawa hadiah yang akan ia berikan untuk Luke, ia mencegat sebuah taksi yang akan mengantarnya menuju panti asuhan tempat tinggalnya dulu. Blue memang seorang gadis yang mengenang budi, ia bukan kacang yang lupa akan kulitnya. Ia selalu membalas kebaikan orang lain yang membantunya.

Jalan raya begitu padat di pagi natal ini sehingga kemacetan terjadi begitu panjang. Entah perasaan darimana Blue merasa cemas sekarang, ia takut suatu hal terjadi. Berbagai kemungkinan yang terjadi dari pikiran Blue terbayang olehnya.

Dirinya makin gusar saja saat kemacetan mulai berkurang. Apa artinya ini? Apa perasaan ini tertuju pada tujuanku? Kalau ya, lantas bagaimana? Sedari tadi hati kecilnya terus bertanya-tanya apakah arti dari perasaan ini.

Kemacetan kembali terjadi saat taksi yang ditumpangi Blue baru sebentar berjalan lancar. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menatap jendelanya yang berembun akibat salju.

Ia bahkan tidak tahu seperti apa wajah Luke sekarang, apakah sangat tampan? Ia jadi penasaran sendiri. Kalau memang Luke berubah tampan, ia tidak tahu bagaimana reaksinya nanti. Tetapi apakah Luke masih mengingatku? Pertanyaan itu berkali-kali melintas di benaknya. Jika Luke bahkan tidak mengenalku, aku bersumpah akan meninjunya saat itu juga. Diam-diam ia tertawa akan lelucon bodohnya yang ia buat di dalam hatinya.

Matanya menangkap gelang berbandul penguin yang masih ia simpan sampai sekarang, tanda kenang-kenangan yang berbentuk dari Luke. Hanya itu. Sisanya, semua hanyalah sebuah memori. "Nona, kita sudah sampai."

Ucap sang supir, mengagetkan Blue dari lamunannya. Eh? Tentu saja ia sudah sampai. "Apa benar ini tempatnya?" gumamnya sendiri. Ia lalu turun dan memberikan beberapa lembar uang sesuai dengan argonya.

Hal yang ditangkapnya pertama kali adalah, sebuah tanah bersalju berbentuk persegi panjang di tengah-tengah yang sudah tidak asing baginya. Tidak mungkin ini taman itu, pikir Blue. Benar! Ini semua tidak mungkin! Kemana ayunan dan tanaman berbunga yang biasa ia mainkan bersama Luke? Ke mana semuanya? Blue memandang sekitarnya dengan bingung. Tak ada apa-apa lagi di sini, kecuali rumah-rumah yang telah hancur. Tidak mungkin! Jerit Blue.

Di depan taman itu, tempat dulu dirinya tinggal, kini hanya bersisa tumpukan bangunan bekas sebuah kehancuran. Ia tidak percaya, ini pasti mimpi! Tidak mungkin. Lantas ia memunguti batu-batu kerikil sebagai bukti kalau bangunan tempat tinggalnya dulu telah hancur. Sebutir air dari matanya mengalir, "Luke! Di mana kau?" serunya mencari-cari seseorang di tempat itu.

Namun nihil. Ia menoleh pada sebuah rumah yang sudah tak berbentuk di kanan taman yang sudah tidak bisa disebut sebagai taman lagi. Kakinya berlari menuju rumah yang merupakan tempat tinggal keluarga Hemmings. Tapi di mana semuanya? Ia merasa seperti berada di sebuah neraka, sangat menyakitkan.

"Luke, jangan berikan aku sebuah lelucon di hari natal! Keluar kau! Aku membawa sebuah penguin!" sahutnya pada diri sendiri yang direspon angin salju yang begitu dingin.

Ia terjatuh di tanah dengan lututnya sebagai tumpuan, menangkup wajahnya dan menangis dengan deras di sana. Apa yang sebenarnya terjadi?! Apa ini semua sebuah drama yang Luke rencanakan untukku? Pikirnya. "Sialan! Di mana kau Lucas?!" Ia berteriak frustasi.

Ia menangis, menyimpulkan kalau semuanya menjadi buruk padahal ia belum mengetahui penyebab semua ini. Penyebab hancurnya tempat di mana kebahagiaannya berawal. Salju yang menyentuh lutut berbalut jeans-nya sudah tidak dirasakan lagi. Ia hanya memikirkan di mana Luke sekarang! Di mana keluarga yang merawatnya selama tujuh tahun itu?

"Nona...?" Sebuah suara terdengar, agak sedikit lemah dan parau. Saat ia menoleh ke belakangnya, dilihatnya seorang kakek tua berjanggut putih menatapnya. Bukan, dia bukan seorang Santa yang membawa Luke sebagai hadiah natal Blue. Bukan! "Maaf, jika aku boleh tahu apa yang sedang kau lakukan di sini, anak muda?" tanya kakek itu ramah, berjalan mendekat.

Blue menatap kakek tersebut dengan mata yang sembab dan merah habis menangis. "A-aku... Uh, apakah Anda tahu apa penyebab semua ini?" tanya Blue ragu-ragu.

Perlahan Blue berdiri dan menghapus air matanya. Ia menatap kakek itu takut-takut sambil menanti jawaban yang akan diucapkannya. "Kau yakin ingin tahu? Karena kulihat kau menangis tadi, jadi aku takut kalau berita ini membuatmu bertambah sedih."

Blue mengerutkan keningnya, semakin penasaran apa maksud ucapan kakek tua ini. "Ya. Aku sangat ingin tahu. Bisakah kau memberitahuku?" desak Blue dengan sedikit paksaan dalam nadanya. Oh, ayolah! Blue punya hak untuk mengetahui ini semua!

"Baiklah. Tempat ini mengalami kebakaran beruntun dua tahun yang lalu."

TO BE CONTINUED!

*jengjengjeng* lol lebay lo del :v

Sorry gue seneng banget bikin penasaran pengennya sih greget tapi gagal greget yak:3 maafkan daku yang masih amatiran eaps✌ apalah daku hanya seorang remaja awut-awutan yang dicover One Direction kalo konser huhuhuhu *ykwim* wkwkwkwk sekian ya pidato istri niall

Ily!

Navy (Hemmings)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang