khayalan tingkat tujuh

683 13 0
                                    

Teman-teman maaf banget, baru bisa update hari ini.

ehm, sebenarnya beberapa hari ini aku tidak memiliki ide apapun untuk melanjutkan cerita  ini. Dan akhirnya dengan sedikit memaksakan aku melanjutkannya.

Maaf juga kalau part ini pendek dan sedikit aneh.

tapi aku tetap berharap kalian bisa menyukainya.. 

oke deh langsung aja yaaa...

###

Khayalan Tingkat Tujuh

Ara duduk di meja kerjanya yang baru di depan ruangan besar tempat Dennis berada. Ara tersenyum melihat bagaimana ia akhirnya seperti impiannya bekerja di sebuah perusahaan besar, sekalipun hanya sebagai seorang sekretaris. Akan tetapi minimal sebagian dari mimpinya terwujud.

Ara membayangkan Jeremy tersenyum manis kepadanya dan memberikan selamat dengan sekuntum bunga mawar indah. Ara tersenyum akan apa yang ia bayangkan. Jeremy, sudah lama rasanya Ara tidak membayangkan pangeran pujaan hatinya sekalipun hanya dalam mimpinya.

Ketika Ara membayangkan Jeremy, ia jadi teringat Kevin seseorang yang berwujud fisik mirip dengan Jeremy sang suami khayalannya. Mengapa Ara tak melihatnya lagi setelah dua hari lalu ketika Kevin mengantarkannya pulang dan ia pulang dengan sedikit tergesa waktu itu. Apa kabarnya?

Ara menundukkan kepalanya sejenak merasakan perasaan yang aneh karena sepertinya ia merindukan sosok tampan yang beberapa waktu ini selalu mengganggunya. Tak menyangkal jika waktu-waktu yang Ara lewatkan dengan pria tampan itu salah satu waktu yang menyenangkan. Ara menikmati bagaimana pria itu sering menggodanya dan tiba-tiba muncul di hadapannya.

“Aurora, tolong ketikkan ini dan segera berikan kepada GM!” perintah salah satu rekan kerjanya. Ara mendongakkan kepalanya melihat seorang wanita cantik berdiri di depannya. Erika, Manajer Pemasaran. Ara menganggukkan kepalanya dan meraih berkas yang diberikan Erika lalu dengan cekatan mulai mengetikkannya di computer.

Erika melirik sekali lagi memastikan Ara mengerjakan apa yang dia suruh kemudian berjalan meninggalkannya.

“Apa yang sedang kau kerjakan Aurora?” seseorang mengejutkan Ara yang sedang mengetik. Ara terlonjak sebentar. Rupanya Dennis yang membuat Ara kaget. Ara mengelus dadanya perlahan sambil merutuk sebal kepada Dennis.

“Apa yang kau lakukan?!” ucap Ara dengan nada kesal. Dennis tertawa kecil tahu jika ia sudah membuat Ara kesal.

“Hey, ini sudah waktunya makan siang. Ayo kita makan siang, tinggalkan saja pekerjaanmu,” kata Dennis dan menunggu Ara mengemasi pekerjaannya serta mematikkan computer.

“Kau kan bisa makan sendiri, toh aku sudah membawa bekalku.” Ara merengut kesal sekalipun tetap mengikuti Dennis masuk ke dalam ruangannya sambil membawa tempat makannya.

“Hey, let’s celebrate your first day to work in here,” ucap Dennis bersemangat dan memperlihatkan meja yang penuh dengan makanan. Ara melihat itu terdiam sesaat sebelum melihat Dennis dengan tatapan bertanya.

“Kau tak perlu melakukan ini Nis. Aku sudah memiliki bekalku dan tak  perlu ada perayaan apapun untuk hari pertama kerjaku,” sahut Ara. Ara duduk di salah satu sofa panjang yang berada di ruangan luas itu. Ruangan ini di tata dengan sangat maskulin dimana hanya warna hitam dan putih yang menyelimutinya.

“Aku rasa perlu. Toh ini juga untuk merayakan hari pertamaku juga.”

Dennis juga duduk di sofa panjang bersama dengan Ara.

“Makanan apa yang menjadi favorite-mu Ra?” tanya Dennis sambil mengambil beberapa makanan yang berjejeran di depannya. Ara mendiamkan Dennis dan membuka bekalnya lalu menyantap makanan yang sudah dia bawa.

“Hey, apa makanan kesukaanmu?” tanya Dennis sekali lagi ketika tidak mendengar jawaban dari Ara. Ara mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk mengamati makanan sederhana yang menjadi bekalnya.

“Aku menyukai bubur ayam,” jawab Ara lalu melanjutkan aktivitasnya memakan bekal di depannya.

Dennis mengambilkan salah satu lauk pauk di depannya lalu menaruh di kotak makanan Ara. Ara menghentikan gerakan sendoknya sesaat dan melihat ayam goreng yang diletakkan Dennis di tempat makannya. Lalu meraihnya dan memakannya, memejamkan matanya sejenak menikmati rasa ayam yang terasa nikmat di mulutnya.

“Kau beli ayam ini dimana Nis? Rasanya sangat enak,” komentar Ara setelah berhasil menelan ayam goreng itu. Dennis tersenyum namun tidak menjawab pertanyaan Ara hanya melanjutkan makannya.

Setelah acara makan siang mereka selesai, ternyata masih tersisa beberapa ayam goreng dan makanan yang tidak bisa mereka habiskan.

“Ehm, bolehkah makanan ini aku bungkus untuk adik-adikku Nis?”

“Tidak usah Ra. Lebih baik kupesankan lagi untuk dibungkus dan dibawa pulang, daripada makanan sisa ini,” jawab Dennis sembari melangkahkan kakinya menuju telepon yang berada di meja kerjanya.

“Tidak perlu repot-repot Nis. Ini masih bisa dimakan dan adik-adikku akan sangat menikmatinya.” Akhirnya Dennis mengalahkan dan membantu membungkuskan makanan itu.

***

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, ketukan di pintu kerjanya mengalihkan focus Dennis dari berkas-berkas yang harus dia teliti dan tandatangani.

“Masuk,” seru Dennis kencang mempersilahkan orang yang berdiri di depan pintu untuk masuk. Aurora muncul di balik pintu berwarna hitam itu.

“Ehm ada yang anda perlukan lagi Mr Horacio?” tanya Aurora sopan kepada Dennis yang duduk di meja kerjanya.

“Tidak ada. Ada perlu apa Ra?”

“Ini sudah pukul lima sore. Bolehkah bila saya pulang terlebih dahulu?” tanya Aurora sambil menundukkan kepalanya tak berani menatap atasannya yang sekarang menatapnya.

“Oh ini sudah jam lima, aku tidak sadar. Ya sudah kau boleh pulang.”

Aurora menundukkan kepalanya sesaat sebelum, berjalan keluar dari ruangan bosnya.

Dennis kembali memfokuskan dirinya kepada kertas-kertas yang ada di hadapannya. Setelah memeriksanya dan menandatangani kertas yang ada di hadapannya, ia segera membereskan meja kerjanya dan berjalan menuju dimana mobilnya diparkirkan.

Dari jauh ia melihat siluet gadis itu berjalan menuju halte tempat biasanya gadis itu menunggu bis ke rumahnya. Dennis segera melajukan mobilnya untuk menjajari gadis itu dan membunyikan klakson.

“Kau akan pulang?” tanya Dennis ketika ia sudah berhasil mendekati Aurora dengan mobilnya. Aurora terlihat kaget sebentar sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Dennis, “Iya.”

“Ya sudah aku antar, dan tak boleh ada penolakan! Ini perintah!” ucap Dennis tegas membuka pintu mobil sebelah kursi penumpang dengan mendorongnya dari dalam.

Aurora menuruti perintah Dennis dan masuk ke dalam mobil itu.

suami khayalan (on hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang