Tangan Aurora begitu dingin. Bukan hanya karena AC dari mobil, namun juga diakibatkan oleh perasaan nervous yang melanda. Semalam saja, ia hampir tidak bisa tidur. Aurora bergerak gelisah di kursi belakang, membuat Dennis yang duduk di sebelahnya mengalihkan arah pandang pada gadis di sampingnya.
"Ada apa?" tanya Dennis lembut. Memaksakan sebuah senyum, Aurora hanya menggelengkan kepala.
"Aku yakin ada sesuatu yang membuatmu sedari tadi tak pernah berhenti untuk meremas-remas kedua tangan seperti itu. Kau merasa gugup?" Aurora meringis, tanda bahwa tebakan Dennis tepat.
"Tenang saja, kau sudah terlihat sangat cantik. Selain itu, aku akan selalu di sampingmu. Nanti pasti akan baik-baik saja," ucap Dennis menenangkan. "Selain itu, bukankah kau sudah pernah datang ke pesta seperti ini sebelumnya?"
Aurora segera mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Dennis. Bukannya kau sudah pernah datang ke pesta seperti ini sebelumnya? Apakah ia ingin mengejek Aurora atau ia tahu latar belakang keluarga Aurora yang -
"Oh maaf, aku hanya menebak karena kau mempunyai clutch dan heels cantik seperti yang sedang kau kenakan sekarang." Dennis menyela pikiran-pikiran yang muncul di kepala Aurora.
"Ini clutch dan heels tua milik mamaku. Memang masih cantik dan aku juga sangat menyukainya."
"Mungkin itu yang dinamakan klasik, tidak akan termakan oleh waktu," ucap Dennis tersenyum lembut kepada Aurora. Aurora ikut tersenyum mendengar ucapan Dennis.
"Aku setuju, klasik," ulang Aurora.
Tak terasa, mereka sudah sampai di hotel, tempat pesta peluncuran dari Keller's group diadakan. Perasaan gugup yang tadi sempat terlupakan kembali masuk ke dalam benak Aurora.
"Tenang saja, aku akan selalu bersamamu." Dennis berusaha menenangkan dengan meraih tangan Aurora dan meremasnya pelan, sebelum ia keluar dari mobil yang sudah mengantarkan.
Aurora pun segera keluar setelah pintunya dibukakan oleh penjaga yang bertugas untuk menjaga di depan hotel. Kilatan blits muncul membutakan mata ketika Aurora berada di luar mobil, perasaan gugup yang sedari tadi sudah ada, semakin menjadi. Akan tetapi sebuah tangan memegang tangannya dan menuntun untuk berjalan meninggalkan pers.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Dennis ketika mereka sudah berada cukup jauh dari pers yang berjajaran di pintu masuk hotel menyambut para pebisnis yang diundang.
Aurora menghela napas dalam, lega karena sudah cukup jauh dari pers. Walau ia tahu jika saat yang paling menakutkan adalah ketika mereka masuk ke dalam pintu kayu megah di hadapannya.
Benar saja, tatapan penuh rasa keingintahuan segera terasa ketika Aurora dan Dennis masuk ke dalam ruangan pesta. Terutama para wanita menatap dan menilai tentang penampilan seorang pendamping dari Dennis Horacio. Walau Dennis, orang baru di dunia bisnis, tapi siapa yang tidak tahu sepak terjang dari Simon Horacio. Pebisnis bertangan dingin yang akan melakukan apapun untuk mengembangkan bisnisnya. Dan Dennis yang menyandang nama belakang Horacio mau tak mau ikut disangkutpautkan dengan ayahnya.
Seorang wanita cantik bersama pria tampan yang walau di usianya yang sudah setengah abad masih terlihat anggun dan gagah berjalan menghampiri mereka berdua.
"Selamat malam, Mr. Horacio," sapa pria itu sambil mengulurkan tangannya.
"Selamat malam, Mr. Keller." Dennis membalas uluran tangan dan menjabatnya singkat sebelum beralih menyalami wanita di samping pria yang ia panggil Mrs. Keller.
"Thank you for coming. I hope you can enjoy this party."
"You're welcome. Thank you for inviting me and congratulation for your product," balas Dennis sebelum dia permisi untuk menemui yang lainnya. Aurora sedari tadi hanya berdiri di samping Dennis sambil tersenyum tipis kepada pasangan setengah baya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
suami khayalan (on hold)
Romancejust a romantic story between Ara, Dennis, and Kevin