khayalan tingkat empat

1K 15 2
                                    

Seluruh cerita ini sebenarnya memang aku dedikasikan untuk mbak Feby atau ai_ailee..

Dan begitu aku mendengar jika almarhumah sudah tiada, jujur aku sedih.

selamat tinggal mbak and i love your story so much!! maaf, belum jadi bikin flash fictionnya.

namun sebagai gantinya aku mau menyelesaikan cerita ini sampai akhir..

guys... hope you'll like it!!

Khayalan tingkat empat

Kevin menyetir mobilnya pelan menyusuri jalan utama di kota itu dimana terletak kantor pemerintahan, perpustakaan, dan berbagai gedung yang menjulang tinggi di sampingnya. Ia menikmati sore hari ini. Sangat jarang bagi Kevin untuk pulang pada jam-jam pulang kantor seperti ini.

Biasanya ia menghabiskan waktu hingga hampir tengah malam lembur di kantornya yang merupakan salah satu gedung menjulang di jalan itu. Kevin mengamati jalanan yang cukup padat di sekitarnya, hingga pandangannya terpaku pada gadis yang duduk di halte bis depan kantor walikota.

Kevin menajamkan penglihatannya untuk melihat seorang gadis yang sepertinya larut dalam pikirannya. Benar, gadis itu adalah gadis yang beberapa hari yang lalu ia temui. Kevin menghentikan mobilnya tak jauh dari halte itu, lalu keluar menghampiri gadis tak menyadari dirinya sekarang sudah duduk di sampingnya.

Pemandangan gadis itu yang termenung dengan wajah murung menggugah hati Kevin yang ingin mengetahui apa yang menjadi beban pikiran dari gadis yang duduk di sampingnya ini.

“Aurora,” panggil Kevin lembut. Gadis itu tergagap mendengar panggilan untuknya dan segera menoleh ke arah tempat Kevin duduk, mengerutkan dahinya sesaat sebelum bertanya,” Kevin? Apa yang kau lakukan disini?”

“Aku sebenarnya dalam perjalanan pulang kerja, lalu aku melihatmu yang sedang menunggu bis. Dan rasanya tak salah bila aku menawarimu untuk aku antarkan pulang,” ucap Kevin menjawab pertanyaan Aurora.

“Maaf, tapi aku rasa kau tak perlu repot-repot untuk mengantarkanku. Aku baik-baik saja dan sebentar lagi pasti bis itu akan datang.”

“Kau tak boleh dan takkan menolakku,” jawab Kevin menarik tangan Aurora dengan setengah memaksa untuk mengikutinya menuju mobil yang ia parkirkan. Kevin membuka pintu mobil dan menyuruh Aurora masuk dengan gerakan tangan. Aurora yang melihat bagaimana kelakuan Kevin hanya menggelengkan kepala dan menuruti keinginannya.

“Lebih baik berada di dalam mobilku kan?” Kevin membuka percakapan mereka dalam perjalanan menuju rumah Aurora.

“Namun aku tak ingin merepotkanmu Vin. Rumahku sangat jauh dari sini, dan akan memakan waktu yang lama,” sahut Ara. Kevin mengalihkan pandangannya sesaat kepada Aurora dan menggerakkan jari telunjuk tangan kanannya. “No no no, aku tak merasa di repotkan,” kata Kevin.

“Toh aku sendiri kan yang menawarkan diri,” lanjutnya singkat kemudian kembali memfokuskan kepada jalanan didepan.

Waktu perjalanan itu berjalan dengan keheningan yang menemaninya. Tanpa sadar Aurora tertidur dengan nyaman di mobil. Kevin tersenyum menatap wajah yang bersandar dengan nyaman di bahunya.

“Ra, lalu kita kemana?” tanya Kevin ketika sampai di persimpangan jalan. Tadi Aurora memang sempat memberikan arahan, namun banyaknya persimpangan tak urung membuat Kevin harus membangunkan Aurora untuk menunjukkan arah menuju rumahnya.

“Eng, ke kiri Vin,” ucap Aurora serak sambil mengucek matanya. Ia masih setengah mengantuk ketika Kevin membangunkannya.

Lalu sampailah mereka di depan sebuah rumah mungil yang berada di gang yang cukup kecil hingga hanya mampu di lewati satu mobil.

suami khayalan (on hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang