Jam di tangan Ara sudah menunjukkan pukul tujuh malam, namun sedari tadi Ara menunggu di depan halte tidak ada bis yang menghampirinya. Malam semakin dingin dan Ara yang tak membawa jaket pun kedinginan.
“Hey, sleepy head!” sapa seseorang kepada Ara. Ara mendongakkan kepalanya melihat orang yang sepertinya menyapanya. Tampak pria dengan rambut pirang dan mata biru yang indah.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Ara mengalihkan pandangannya kembali ke jalan.
“Kau tidak tertidur lagi disini?” Dennis tak menjawab pertanyaan Ara malah memberikan pertanyaan dengan nada mencemooh.
“Itu bukan urusanmu!” jawab Ara ketus. Bersamaan dengan berakhirnya kata-kata Ara, sebuah bis nampak dan berhenti di depan halte.
“ya sudah aku pergi dulu Mr Dennis Horacio,” pamit Ara ketika dia memasuki bis. Dennis mengamati bis itu hingga tak terlihat setelah berbelok di perempatan.
***
Ara sampai didepan rumah mungil di ujung gang sempit itu. Ia masuk ke dalam rumah itu dan meletakkan tasnya sembarangan di kursi kayu yang berada di ruang tamu itu. Setelah itu ia menghempaskan badannya pada kursi di sebelah tasnya. Krek..
“Aw!!” teriak Ara tertahan menyadari punggungnya menghantam kayu keras.
Ini sudah jam setengah sembilan malam, saudara-saudaranya pasti sudah tertidur dengan nyenyak sekarang. Ara mengedarkan pandangannya sejenak melihat betapa berantakannya rumah itu.
“Sepertinya aku harus bekerja keras lagi malam ini,” gumam Ara kepada dirinya. Dengan berat hati dan rasa capai yang belum sepenuhnya hilang, ia mengangkat tubuhnya dari kursi tempatnya beristirahat sebentar. Ara mengambil sapu dan perlahan menyapu tegel kusam yang termakan jaman. Setelah itu ia beranjak menuju dapur dimana piring-piring bekas makan teronggok kotor. Ara mencuci piring-piring itu. Ara menghela napasnya berat merasa kantuk yang menyerang, dan tubuh yang sangat capai. Ketika semua piring dan gelas itu telah bersih, Ara dengan langkah gontai menuju kamarnya. Ara merebahkan tubuhnya di tempat tidur, menutup matanya dan segera terlelap.
***
Dennis terduduk di sofa rumahnya menatap sebuah buku yang berada di tangannya. Buku bersampul kulit berwarna coklat yang bertuliskan Agenda di tengahnya. Ia menatap buku itu, membukanya dan berhenti di tengah dimana terlihat sebuah foto yang diselipkan di tengah-tengah buku itu.
Foto dari sebuah keluarga yang sangat bahagia. Sepasang orang tua dengan seorang anaknya yang masih kecil tersenyum bahagia di depan rumah. Mereka tersenyum dengan lebar, tak menyadari jika sesudahnya akan melalui hal yang begitu berat.
Anak perempuan itu terlihat begitu cantik dan anggun dengan gaun bunga-bunga mungil yang senada dengan bunga-bunga indah yang bermekaran di sekitarnya. Ia memeluk ibunya. Pelukan terakhir.
Tak Dennis sadari setetes air mata meluncur dengan indah di pipi putih mulusnya.
“Maafkan ayahku,” ucapnya lirih tak mengalihkan pandangannya pada foto itu. Sebuah ungkapan penyesalan yang ia miliki untuk seorang gadis yang kehilangan keceriaannya.
***
Hidup memang tak semudah kisah-kisah indah dari dongeng ataupun novel. Ara sangat memahami hal itu. Dahulu saat ia masih memiliki kedua orangtua yang begitu menyayanginya, ia memang sempat bermimpi untuk memiliki pangeran. Pangeran yang tampan dan baik hati seperti dongeng yang pernah ia dengar dari Mama dan Papa. Akan tetapi ketika Mamanya pergi untuk selama-lamanya, ia merasa dongeng hanya bualan dan mimpi semata. Ara tetap hidup didalam dunia mimpi yang selalu ia bayangkan disaat waktu luangnya. Ara bahkan memiliki pangeran dan suami idamannya sendiri yaitu Jeremy Gerard.
KAMU SEDANG MEMBACA
suami khayalan (on hold)
Romancejust a romantic story between Ara, Dennis, and Kevin