Khayalan Tingkat Sepuluh

366 13 4
                                    

"Dennis, kita mau makan siang dimana?" Ara terseok-seok mengikuti langkah Dennis berjalan di Lobby sebuah hotel bintang lima yang tak jauh dari gedung kantor mereka.

"Sebuah tempat yang spesial," jawab Dennis masuk ke dalam lift. Dennis menekan tombol untuk menuju ke lantai teratas dari hotel tersebut.

"Tempat yang spesial," gumam Ara sambil mengerutkan keningnya tanda ia berpikir tempat seperti apa yang Dennis maksud.

Apakah Ara tidak mengingat jika ia pernah menghadiri pesta di hotel ini bersama orang tuanya sewaktu kecil. Saat itulah untuk pertama kalinya, aku bertemu dengannya. Seorang gadis cantik bergaun biru. Gadis yang memberikan senyuman tulus kepadaku, walau ia tak mengenalku.

"Tempat ini sangat indah." Suara lirih Ara membentuk senyuman di bibir Dennis. Ara terlihat begitu terpesona dengan pemandangan di depannya. Sebuah restoran yang ditata begitu apiknya dengan dinding yang terbuat dari kaca dimana menampakkan keindahan pemandangan kota tempat mereka tinggal. Tanpa sadar, Ara berdecak kagum.

Dennis mengamit tangan Ara dan menuntunnya menuju meja yang berada di pojok dimana mereka dapat melihat bagian kota utara kota hingga laut yang walau jauh masih terlihat.

"Kau suka?"

"Bagaimana aku tidak suka dengan restorannya yang memiliki pemandangan luar biasa indah seperti ini," jawab Ara masih terkesima dengan pemandangan yang ada di sampingnya.

"Tapi restoran ini akan lebih memesona pada malam hari." Ucapan Dennis menghentikan Ara yang sedang mengagumi pemandangan di sampingnya dan segera menatap Dennis dengan binar di matanya. "Malam hari, bintang-bintang akan terlihat cantik dari atas maupun dari bawah," jawab Dennis mendongakkan kepalanya ke atas sebelum menatap rumah-rumah dan gedung yang ada di sampingnya.

"Iya, pasti akan lebih menawan pemandangannya."

Dennis menjentikkan jarinya untuk memanggil seorang pelayan. Tak berapa lama seorang pelayan datang dan memberikan buku menu kepada mereka berdua.

"Kau ingin pesan apa?" tanya Dennis tak membuka buku menunya malah asyik memperhatikan Ara yang bingung dan kaget melihat daftar menu beserta harganya. Ara segera menutup buku menunya setelah menatap hingga akhir lalu melempar tatapan horor kepada Dennis.

"Maaf, kami tidak jadi makan disini," kata Ara mantap sebelum menarik tangan Dennis yang terbengong akan kata-kata Ara.

"Ah, harusnya aku sudah bisa menebak kalau harganya akan semahal itu melihat bagaimana luar biasa tempat ini," gumam Ara masih menarik Dennis.

"Hey, kenapa kita tak jadi makan disana?" tanya Dennis ketika mereka sudah berada di dalam lift.

"Kau pasti sedang bermasalah dengan mengajakku ke restoran semahal itu. Aku tidak akan bisa membayarnya," jawab Ara.

"Siapa yang bilang kalau kau akan membayarnya? Aku yang akan menraktirmu, jadi tak masalah."

"Kau bercanda ya? Setelah aku begitu banyak berhutang budi padamu, kau ingin menraktirku makan di restoran semahal ini. Sekalipun aku tak menyesal berada di sana sekalipun sedikit memalukan, tapi aku rasanya aku tak bisa membiarkanmu membayariku makan disana. Dan kalau aku ingin membayarnya, aku tak punya cukup uang. Jadi lebih baik tak usah. Kalau kau masih ingin makan di luar bersamaku, lebih baik cari tempat yang lebih terjangkau," ucap Ara panjang lebar.

"Baiklah, aku tak ingin memaksamu." Dennis segera mengikuti Ara yang berjalan keluar dari hotel itu.

"Lalu kita makan dimana, Ra?" tanya Dennis.

"Hmm ... Jujur aku tak pernah maka di luar, jadi tidak tahu tempat makan enak," jawab Ara mengedarkan tatapannya, mencoba melihat restoran ataupun kedai makanan yang enak.

"I have an idea." Dennis langsung meraih tangan Ara dan setengah menyeretnya menuju restoran cepat saji. "Kalau aku menraktirmu disini, kau tak boleh keberatan," kata Dennis.

"Baik, tapi lain kali aku harus menraktirmu," balas Ara tersenyum lebar.

***

Ketokan pintu, sekali lagi membuyarkan konsentrasi Kevin pada lembar-lembar di depannya. Kevin mendengus kesal sambil bergumam, mengapa orang-orang senang sekali mengganggunya sih. Walau dengan malas ia menyuruh orang itu masuk.

"Ehm, maaf mengganggu pak," ucap wanita paruh baya yang merupakan sekretaris Kevin sebelum melanjutkan," tapi saya disuruh untuk mengantarkan undangan ini segera." Wanita itu berjalan perlahan sebelum menaruh kertas berwarna putih tulang dengan tulisan emas ke meja Kevin.

Kevin melirik sekilas undangan itu. Undangan Pesta Peluncuran Produk Terbaru dari perusahaan Keller. Brian Keller, terlintas nama dari mantan sahabatnya. Mendesah keras, Kevin sejenak memejamkan matanya teringat bagaimana ia merasa dikhianati oleh sahabatnya sendiri.

Kenapa segalanya muncul secara bersamaan? Ibunya yang ambisius, mantan sahabatnya yang selama ini ia hindari.

Kevin tahu jika ia harus datang ke pesta ini sekalipun enggan, karena untuk mendapatkan klien-klien yang akan membantunya untuk membangun kembali cabang perusahaan penerbitan dari Horacio, corp.

***

"Nis, Ayah menyuruhmu pulang malam ini. Ibu kembali dan ayah ingin makan malam bersama." Suara Kevin menyambutnya ketika Dennis mengangkat handphone-nya.

"Baiklah, nanti sepulang kerja aku pulang."

"By the way, kau datang ke pesta peluncuran produk baru dari Brian, Nis?"

"Kayaknya, aku gak usah datang deh, toh paling isinya juga itu-itu aja. Pebisnis yang saling mempertontonkan kekayaannya, atau gadisnya, serta ajang perjodohan. Hah, kayak gak ada hal lain yang lebih penting aja," gerutu Dennis yang membuat Kevin terkekeh. "Selain itu, Brian yang mengadakan pasti kau takkan nyaman," tambahnya.

"Aku juga pasti bosan kalau gak ada kau yang menemaniku Nis. Jadi ayolah temani aku kesana."

"Kenapa kau harus datang kesana, Vin?"

"Aku kan ingin mengembangkan penerbitan ini, Nis. Jadi butuh beberapa rekanan untuk membantu," jawab Kevin.

"Hah, baiklah aku akan ikut," ucap Dennis setelah mendesah keras."Oh iya, aku mengajak seseorang gak apa-apa kan, Vin?"

"Hayo kau ingin mengajak siapa?" tanya Kevin dengan nada mengoda.

"Sekretarisku yang baru. Nanti aku juga akan mengenalkannya padamu. Bagaimana?"

"It's okay, selain itu aku juga penasaran dengan sekretarismu itu."

"Ya sudah, sampai ketemu nanti malam, Vin," tutup Dennis.

###

Maaf ya, setelah sekian lama gak update, update lagi malah pendek begini.. huahuhuhu.. TT.TT saya juga pengennya panjang..

Tapi saya akan usahain deh untuk menulis lebih rajin lagi..

Ganbatte!!

Terima kasih buat yang masih mengingat cerita ini *kecup atu-atu*

suami khayalan (on hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang