Khayalan tingkat tiga belas

136 3 0
                                    

Lantai dansa di tengah-tengah ruangan tempat diadakannya acara peluncuran tersebut sudah ramai, dipenuhi oleh wanita dan pria yang menggoyangkan badannya perlahan mengikuti alunan musik. Pesta ini belum selesai, sekalipun peluncuran produk tersebut sudah selesai dilakukan.

"Kau mau berdansa denganku, Ra?" Bisikan dari sisi kiri Aurora mengalihkan pandangannya dari berbagai orang yang menari tak jauh di depannya.

"Maaf, bukannya aku menolak permintaanmu, tapi aku benar-benar tak bisa berdansa." Dennis tersenyum menatap mata Aurora.

"Tak apa, aku bisa mengajarimu. So would you like to dance with me?" Mata Dennis menatap dengan penuh permohonan, membuat Aurora tidak enak untuk menolaknya.

"Baiklah. Tapi jangan salahkan aku jika aku sampai menginjak kakimu," tegasnya berdiri dari kursi dan meraih tangan Dennis yang sedari tadi terulur.

"Tidak apa, aku akan dengan senang hati menerima pijakkan kakimu." Senyum Dennis semakin melebar sembari berjalan ke arah lantai dansa.

Dennis mengarahkan satu tangan Aurora ke pundaknya dan satunya ia genggam dengan erat.

"Dengar arahanku ya, Ra. Ke kiri, one, two, three. Theb..." Begitulah mereka berdansa dengan bisikan pelan Dennis yang mengarahkan langkah Aurora.

***

Kevin terpaksa untuk berdansa dengan wanita yang menjadi pilihan ibunya. Wanita itu memang cantik, secantik model jika Kevin boleh menilai. Dengan tinggi 180 cm, kulit putih, mata bulat berwarna abu-abu, serta rambut pirang yang ditata sebegitu rupa membingkai wajah panjangnya. Belum lagi kekayaannya. Sebagai pewaris tunggal Arzavic Company, sudah jelas jika wanita yang ada di dekatnya ini sangat kaya.

Akan tetapi, ia tidak tertarik dengan semuanya itu. Kevin tidak peduli dengan kecantikan ataupun kekayaannya, karena ia sudah memiliki seseorang yang selalu tinggal di benaknya.

"Apa yang kau pikirkan, Kev?" Suara Anne mengembalikannya ke bumi.

"Nothing," jawab Kevin singkat. "Bisakah kita kembali duduk saja?" tanya Kevin ketika satu lagu sudah usai. Anne mengangguk dengan anggun dan melingkarkan tangannya kembali ke tangan Kevin.

"By the way, kau bekerja dimana, Kev?" Anne bertanya saat mereka sudah kembali duduk di kursi mereka.

"Aku bekerja sebagai direktur Bookisme, An." Anne mengerutkan keningnya sesaat berpikir. "Kau tak usah berpikir terlalu keras, aku yakin kau tidak tahu apa itu," ucap Kevin sambil menarik sebelah bibirnya.

"Maaf, ya. Aku baru mendengar perusahaan itu. Memangnya Bookisme bergerak di bidang apa?"

"Bookisme adalah penerbitan buku-buku, cenderung ke buku cerita dari buku novel hingga dongeng," jelas Kevin menatap ke arah lantai dansa dimana dua orang yang terdekatnya berdansa. Keduanya terlihat menikmati dansa itu, berbeda jauh dengannya.

"Ngomong-ngomong, aku permisi harus kesana dulu, An." Kevin menunjukkan ke arah pria-pria yang berkumpul mengobrol. Anne tersenyum lembut sambil mengangguk. Anne memang sangat cantik dan anggun. Begitu banyak pria yang meliriknya, bahkan menatap iri pada Kevin. Akan tetapi, Kevin sama sekali tidak merasa ingin mengeluarkan mata pria-pria itu ketika mereka secara terang-terang menatap Anne dengan nafsu. Tidak. Ia hanya ingin melepaskan tangan adiknya dari seorang gadis yang saat ini berdansa dengannya. Ia ingin menggantikannya. Ia ingin menjadi pria yang mengiringi langkah gadis itu saat berdansa. Senyum miris muncul di bibirnya.

"Hey, Bro. Nggak apa-apa ninggalin princess sendirian? Nggak takut dia dirampok orang?" Pertanyaan yang menyambutnya ketika bergabung dengan teman-temannya.

"That's okay. Kalau kau mau ambil aja, Tin," balas Kevin acuh.

"Beneran? Nanti begitu aku rebut, kau menangis memohon mengembalikan dia padamu," goda Justin menyenggol bahu Kevin.

"I doubt it." Kevin menggumamkannya sambil mengarahkan tatapannya pada lantai dansa. Keduanya masih berdansa dengan begitu mesra. Rasa panas sudah melesak di dada. "Aku keluar dulu," ucap Kevin. Lalu tanpa menunggu jawaban teman-temannya dia menuju pintu kaca dimana taman belakang gedung itu berada. Angin berhembus pelan, sedikit mendinginkan hatinya. Aku harus melakukan sesuatu, pikir Kevin.

***

Maaf, sudah lama sekali... Jujur beberapa waktu ini saya sedang stuck dengan cerita ini, tapi tetap akan saya selesaikan

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

suami khayalan (on hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang