"...Cowok itu berjalan, berhenti, dan tersenyum. Itu pertama kalinya Lira melihatnya, sampai ia menjatuhkan tas di sampingnya, kemudian dihukum lari keliling lapangan. Cowok yang mengajaknya bersahabat di hari terakhir MOS. Kiki Satya Andiputra.
Lira melewati masa-masa beratnya di kelas sepuluh bersama Kiki, melewati masa-masa padatnya kegiatan kelas sebelas bersama Kiki, dan tahun terakhir sebagai senior bersama Kiki juga. Menemaninya jalan-jalan, menyelamatkannya dari penjahat, banyak kenangan baru yang ia buat dengan Kiki di tahun terakhir sekolah. Namun, di tahun terakhir ini, Lira baru menyadari banyak hal yang belum ia tahu selama bersahabat bersama Kiki. Masih banyak hal-hal yang disembunyikan Kiki, membuat Lira penasaran. Tapi, semakin Lira masuk ke dalam hidup Kiki, semakin posisinya ada dalam bahaya. Hatinya juga dilema. Dan pada akhirnya, Lira hanya berpegang pada janji terakhir yang Kiki ucapkan padanya.'Gue akan selalu jagain elo, Lira. Gue nggak mau kehilangan elo.'
'Lo adalah satu diantara tiga cewek berarti di hidup gue. Lo, Bunda dan Kak Nina.'
'Pokoknya, kita harus ke AmazingLand lagi, berdua! Gue janji deh!'Janji-janji itu tertanam manis, tak peduli banyaknya badai menghantam persahabatan mereka.
'Lira, cepat kesini. Kiki...udah nggak ada...' "
Kakiku masih berlari.
Kutinggalkan taksiku yang terjebak macet--tentu saja setelah membayar--dan berlari menuju rumah Kiki.
Apa-apaan telepon tadi? Itu bukan hanya candaan Kiki dan Kak Nina, kan?
Kurasa, ekspresiku tadi begitu pias, hingga aku tak bisa menjelaskan apapun pada Dena.
Aku hanya menggumamkan nama Kiki, dan Dena mengerti situasiku. Ia tak menanyakan apapun, hanya mengambil tas dan peralatan mendaki gunungku. "Samperin Kiki, ra."
Rasa khawatirku membesar ketika aku sampai di depan rumah Kiki. Kuhentikan langkahku di depan pagar rumah Kiki.
Jantungku berdebar kencang sekali, namun aku tau, ini bukan karena aku berlari.
Alasannya, adalah aku terlalu takut menerima kenyataan. Aku takut ketika aku membuka pagar, kutemukan kenyataan yang paling tak ingin kutemui seumur hidup.
Tapi, tak selamanya aku bisa berdiam disini. Aku perlu penjelasan.
Jadi, aku membuka pagar itu. Pos satpam kosong. Kususuri taman indah rumah Kiki yang kini tak ada waktu untuk kukagumi sesaat.
Di depan pintu besar berdaun dua rumah Kiki, Kak Nina mondar-mandir dengan ponsel Kiki di dagunya.
Matanya melebar melihatku. "Lira!" Ia setengah berteriak.
Saat aku benar-benar ada di depannya, Kak Nina langsung memelukku erat. Ia menangis, mengisak.
"Kiki, ra, Kiki. Kakak nggak bisa bohongin kamu, tapi Kiki.... dia udah nggak ada."
Mendengar segalanya langsung, aku membeku.
Perasaan itu muncul lagi. Ketika suara seluruh dunia tak terdengar, kecuali suara sesuatu yang pecah.
Kini kuyakin itu suara hatiku.
Kemudian, tangisku pecah.
***
Kak Nina membawaku masuk ke rumah sepi itu. Ada beberapa orang entah siapa dengan baju hitam dan beberapa dengan baju putih.
Ia membawaku masuk ke sebuah kamar dengan suasana pink, mungkin kamar Kak Nina. Ia mendudukkanku di sebuah sofa, lalu Kak Nina duduk di sampingku.
"A...ada apa sebenernya, Kak?"
Ia masih terisak, kemudian ia bisa menguasai dirinya.
"Kakak juga nggak tahu, Bunda tiba-tiba menelponku satu jam lalu, membuatku terburu-buru pulang." Kak Nina menghela nafas. "Yang aku tahu hanya...Kiki..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji [END]
Teen Fiction2 tahun lalu, saat tak sengaja duduk semeja dengan Kiki Satya Andiputra, Lira Andalusia tak pernah menyangka akan bersahabat dengan cowok berkelakuan absurd-tapi-jenius itu. 2 tahun, adalah waktu yang cukup lama bagi Lira. Banyak hal yang sudah dil...