Kenyataan pahit yang kuterima

1.6K 160 7
                                    

Yuki menyentuh halus bibir tipis Stefan, dan semakin mendekatkan tubuhnya pada suaminya itu. Perlahan ia merasakan setiap sentuhan halus diseluruh tubuhnya. Ia menutup matanya, menikmati setiap jengkal demi jengkal sentuhan yang Stefan lakukan.
Stefan membuainya kembali didalam cinta yang begitu indah. Hatinya kembali berdesir bersamaan dengan peluh yang mengalir diseluruh tubuhnya.

Matahari mulai mengintip dari balik peraduannya. Yuki perlahan membuka matanya, matahari telah mengusik tidurnya. Seolah meniup-niup matanya yang terpejam agar segera terjaga dengan paparan sinarnya yang menyilaukan.
Ia menggeliat manja, menyipitkan matanya. Mendapati Stefan telah duduk disampingnya sambil menatap laptopnya dengan beberapa berkas-berkas yang berserakan diatas tempat tidur.

"Good morning honey" ucap Stefan sambil tersenyum. Yuki menatap dirinya dan segera menutup rapat tubuhnya dengan selimut berwarna putih tebal itu.
"Kamu ko ga bangunin aku sih" tanya Stefan yang merubah posisi tidurnya kearah samping hingga membelakangi Stefan.
Stefan tersenyum dan beringsut mendekatinya. Ia menyibakkan rambut Yuki kedaun telinganya kemudian mengecup lembut pipi Yuki.
"Kita semalam baru tidur jam 2 sayang. Kamu pasti cape yah" ucap Stefan seraya membuka sedikit selimut yang menutupi tubuh Yuki kemudian mendaratkan bibirnya dipunggung Yuki.
"Sayang kamu tuh udah mandi juga, jangan deket-deket mulu. Aku kan belum mandi. Kucel banget nih" ucap Yuki kembali merapatkan selimutnya.
Stefan tersenyum mendengar ucapan Yuki, ia malah memeluk Yuki dari belakang, melingkarkan tangannya dipinggang ramping itu.
"Aku tuh paling suka kalo kamu baru bangun tidur. So beautiful, baby.." ia menaruh kepalanya di bahu Yuki dan merapatkan pelukannya.
"Steff.." Suara Yuki terdengar parau
"Iya" sahut Stefan singkat, ia masih memejamkan matanya sambil memeluk Yuki, menikmati kenyamanan yang sungguh membuat hatinya damai.
"Nanti kamu mau punya anak berapa?" Tanya Yuki tiba tiba membuat Stefan sedikit kaget.
"Aku ga terlalu mikirin itu sayang, buat aku yang penting kamu selalu ada disamping aku" jawab Stefan enteng, ia sengaja berkata seperti itu agar Yuki tak terlalu merasa terbebani. Ia tak tega jika harus melihat lagi kekecewaan istrinya saat mengetahui harapannya untuk hamil ternyata belum terwujud.

Yuki membalikkan badannya, Stefan kali ini tidur terlungkup menatap Yuki lekat. Tangannya ia gunakan untuk memainkan rambut hitam Yuki yang nampak berantakan.
"Aku serius" ucap Yuki kesal.
Stefan tersenyum dan langsung mendekatkan wajahnya, menyentuh bibir Yuki.
"Iya aku juga serius sayang" balas Stefan sesaat setelah melepaskan ciumannya, ia menyapu bibir Yuki yang basah dengan ibu jarinya.
"Berarti menurut kamu anak ga penting dong, kamu ga pengen punya anak dari aku gitu" ucap Yuki sambil memainkan jarinya meraba-raba halus wajah Stefan.
"Ya ga gitu juga. Milikin kamu aja udah ngebuat aku bahagia, aku ga perlu minta yang macem-macem lagi. Kalo pun Allah ngasih kita anak, itu berarti Allah ngasih kita hadiah" balas Stefan.
Yuki tersenyum manis pada Stefan..
"Sini..." Ucap Yuki sambil merentangkan tangannya, Stefan menyambutnya dan segera mendekap erat Yuki.
"Terimakasih ya Allah telah memberikan dia untukku dengan segala cintanya yang begitu besar kepadaku" batin Yuki.

--------
8 bulan kemudian...
Seorang wanita dengan langkah lunglai menyusuri koridor panjang sebuah rumah sakit yang nampak sepi. Pandangannya kosong, airmata telah menggenang dipelupuk matanya yang sedikit mengaburkan penglihatannya.
Ia mendongakkan kepalanya dan berkali-kali mengedipkan matanya, berusaha agar airmata itu tak jatuh membasahi pipinya.

"Di dalam rahim ibu terdapat kista endometriotis. Ukurannya memang tidak terlalu besar namun ini sedikit mengganggu kesuburan ibu. Kista ini masih bisa mengecil dan hilang dengan sendirinya seiring pengobatan yang dijalani" ucap seorang dokter saat mendiagnosa kesehatan Yuki.
Sebuah kenyataan yang memang sangat menyesakkan hatinya.
"Lalu apa kista ini bisa semakin membesar dok?" Ada gurat khawatir yang tercetak diwajahnya
"Ya itu bisa saja terjadi. Kita lihat perkembangannya kedepan. Kalau selama proses perawatan, kista ibu tidak hilang dan semakin membesar, jalan satu-satunya kita harus melakukan operasi pengangkat kista tersebut" jelas sang dokter"

Kata-kata itu selalu terngiang ditelinganya, terekam jelas didalam memory ingatannya.
Ia merasa terpukul, semua memang bisa saja terjadi. Ia tak menyangka, dirahimnya terdapat virus yang menyeramkan itu.
Ia terus menapaki jalanan ibukota yang nampak tak terlalu ramai kala itu. Hatinya masih kalut, ia hanya mengikuti arah kakinya melangkah.
Ia menatap keatas langit, nampak kelam oleh mendung yang menggelayut menghitamkan awan-awan yang berserakan diatap bumi itu. Ia menghentikan langkahnya disebuah halte bus bersamaan dengan jatuhnya deras air hujan.
Perlahan dingin mulai menyelusup disetiap pori-pori kulitnya, semakin lama terasa hingga menyentuh tulangnya. Ia memeluk dirinya sendiri dengan kedua tangannya.

Sebuah mobil tepat berhenti didepan halte tempat Yuki berteduh. Seorang lelaki nampak turun dari mobil dan berlari menerobos rintikan air yang masih deras turun dari langit itu.
"Kamu ngapain disini?" Tanya lelaki itu dengan suara lantang melawan suara gemericik hujan yang lumayan lebat itu.
Tanpa menjawab pertanyaannya, Yuki berhambur memeluk pria itu, mencengkam pundaknya erat.

------
Yuki sampai didepan rumahnya.
"Makasih ya Al, udah nemenin dan nganterin pulang" ucap Yuki sambil tersenyum manis.
"Iya jelek, kapanpun gue pasti akan selalu ada buat lo" balas Al mengacak pelan rambut Yuki. Yuki tersenyum tipis, wajahnya nampak sendu.
Al meraih tangan Yuki dan menggenggamnya erat.
"Dengerin aku, akan selalu ada 2 sisi berbeda yang terjadi dalam hidup dan keduanya selalu akan terus berjalan beriringan. Jika setelah hujan akan selalu datang pelangi begitupun setelah sebuah kesedihan akan datang kebahagiaan. Hidup tak selalu tentang tawa, tapi bersyukurlah untuk sebuah kesedihan karna dari situlah tumbuh kedewasaan melalui proses kesabaran.
Aku yakin semuanya akan baik-baik aja Yuki. Kamu harus yakin itu" nasehat Al pelan namun pasti membuat airmata kembali menetes dari pelupuk mata Yuki. Al kembali menyapu airmata yang menodai pipi Yuki hingga tak bersisa. Yuki tersenyum manis kepada Al.
"Makasih Al.." Ucap Yuki lirih.

Yuki berjalan memasuki kamarnya yang gelap, ia menjatuhkan tubuh mungilnya diatas tempat tidur, membiarkan gelap bersama sedihnya malam itu. Airmata terus jatuh darimatanya, mengalir perlahan membasahi pipinya.

------
Stefan bergegas masuk kedalam rumahnya sesaat setelah memasukan mobilnya kedalam garasi. Dengan berlari kecil, ia segera menuju kamarnya dilantai 2.
"Sayang.. Aku pulang" ucap Stefan saat membuka pintu kamarnya yang terlihat gelap, ia beranjak masuk dan menyalakan lampu. Tak dilihatnya Yuki disana. Ia mengedarkan pandangannya disekitar kamar, matanya terhenti ketika melihat siluet tubuh seorang perempuan dari balkon kamarnya. Ia tersenyum lega dan segera berjalan menuju balkon

"Sayang maaf ya aku baru pulang, kerjaan dikantor tadi banyak banget" melingkarkan tangannya dipinggang Yuki dan mencium kepala istrinya itu. Tak ada tanggapan dari Yuki, sejenak suasana hening.
"Oh.. ya tadi kamu jadi kedokter? Gimana hasilnya, kamu baik-baik aja kan?" Stefan perlahan menaruh dagunya dipundak Yuki. Ia merasakan tangan Yuki melepaskan tangannya yang melingkar di pinggangnya itu. Yuki membalikkan badannya dan menatap lekat Stefan, wajahnya nampak sendu.
"Aku masih penting buat kamu?" Tanya Yuki dengan nada sinis. Kata-kata itu bagai tamparan untuk Stefan.
"Sayang kamu ngomong apaan sih?" Stefan memegang wajah Yuki namun dengan cepat Yuki menepis tangan Stefan.
Yuki beranjak masuk kedalam kamar diikuti Stefan dibelakangnya.
"Sayang, aku minta maaf. Ada meeting mendadak dan aku ga bisa ninggalinnya" Stefan berusaha menenangkan Yuki yang nampak emosi.
"Semalem kamu yang bilang sendiri mau nemenin aku kerumah sakit. Tapi sama sekali ga ada kabar dari kamu. Berkali-kali aku coba hubungi kamu tapi ga ada respon sama sekali" ucap Yuki, nadanya terdengar meninggi.
"Iya maaf sayang, hp aku mati. Dan akuu.." Stefan terlihat ragu mengucapkan kata-katanya.
"Dan kamu lupa? Iya kan? Kamu keterlaluan Steff.." Yuki terlihat semakin emosi.
"Seharusnya kamu ada disamping aku Steff, aku butuh kamu.. Dokter bilang didalam rahim aku ada kista dan terjadi sedikit pembengkakan di dalam saluran indung telur sebelah kiri aku. Dan itu yang bikin aku sulit hamil.
Aku butuh kamu saat itu, tapi kamu kemana...." bentak Yuki, nada suaranya semakin melemah. Kata-kata terakhirnya terdengar sangat samar ditelinga Stefan.
Stefan hanya mematung mendengar ucapan Yuki. Hatinya seketika hancur. Kebekuan seolah merasuki tubuhnya. Ia menatap Yuki yang tertunduk dengan suara isak tangisnya yang semakin membuat hatinya begitu pilu.
Dengan tangan yang sedikit bergetar, ia mencoba meraih tangan Yuki namun Yuki tetap menepisnya pertanda ia tak ingin disentuh.
"Maafin aku... Maaf" Melas Stefan, menyesali semua kebodohannya..

Our Marriage LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang