Yuki bergegas menuju jendela kamarnya, matanya mengintip dibalik gorden. Melihat suaminya pergi, dia sebenarnya gak tega membiarkan Stefan sendiri dirumah. Siapa nanti yang akan merapihkan dasinya, siapa yang akan menyiapkannya air hangat untuk mandinya, siapa yang akan membuatkannya sarapan. Semua dilakukan rutin oleh Yuki setiap pagi, karena mereka memang tak menyewa jasa asisten rumah tangga. Ia menangis tersedu membayangkan Stefan melakukan semuanya sendiri.
"Sayang, menghindar ga akan nyelesein masalah" bisik sang ibu yang sudah berada tepat disampingnya. Yuki menoleh dan langsung memeluk erat ibunya menumpahkan semua tangisnya dipundak sang ibu.
"Yuki cuma mau nenangin diri dulu, Ma" ucap Yuki, suaranya terdengar sangat parau. Ibunya hanya mengangguk dan membelai-belai rambut Yuki dengan penuh kasih sayang.------
Stefan sampai dirumahnya. Dengan langkah malas ia masuk kedalam kamarnya tanpa menghidupkan saklar lampunya, membiarkan gelap menemaninya. Menyelimuti sepi dan hampa hatinya. Ia duduk disisi ranjang, melepas alas kakinya dan melempar sembarang. Ia langsung merebahkan dirinya diatas tempat tidur, merasakan hatinya yang terus merintih.
"Maafin aku Yuk..maafin aku" batinnya lirih berkali-kali menunjukan penyesalannya.
"Kenapa gue bego banget,, aaaarrghh" ia menjambak sendiri rambutnya seraya terus mengutuki dirinya sendiri.------
Yuki terlihat merenung dibalkon kamarnya. Ia menatap nanar hamparan langit yang hitam pekat tanpa bintang dan bulan malam itu, entah dimana mereka bersembunyi. Mengapa semuanya menghilang dan seolah enggan untuk sekedar menemani sepinya."Malam yang kelam, dengar aku. Ayo bangunkan aku dari mimpi ini. Ini semua sangat menyiksaku, menggores luka terlalu dalam.
Luka yang semakin menganga dan perlahan pasti akan membusuk" ia tersenyum masam pada langit, menertawakan dirinya sendiri.
Kejadian sore tadi meninggalkan kepedihan yang mendalam.
Ia meraba pipinya, merasakan bekas setiap jemari-jemari Yuki yang mendarat keras dipipinya. Ia memejamkan matanya, cairan bening kembali tumpah mengalir deras dipipi, leher hingga membuat lembab bajunya. Bukan, bukan ia sedang merasakan dendam karena telah ditampar tapi ia merasakan hatinya benar-benar sakit karna telah menyakiti hati orang yang sebelumnya tulus menerimanya dan menyayanginya sebagai sahabat, padahal ia sendiri tak pernah berniat sedikitpun melakukan itu.
"Sesakit itukah Yuki merasakannya ketika tau kenyataan sebenarnya. Ini hanya cerita masa lalu, Stefan tak pernah berkhianat akan cintanya. Dia tetap menjaganya buat lo. Ini hanya masalah gue yang terlalu hanyut dalam masa lalu" ucapnya, seolah berbicara pada angin yang setia menemaninya malam itu, menemani setiap nafas duka yang berhembus perlahan."Tak ada yang menceritakan sebelumnya padaku bahwa cinta akan sesakit dan serumit ini" tangisnya semakin lirih mengalir.
------
Sinar mentari mulai menyelusup disetiap celah-celah fentilasi rumah Stefan,, menembus jendela kamarnya yang terbuat dari kaca besar dan memantul langsung mengenai wajah Stefan. Membuatnya menyipitkan matanya menahan silau. Ia perlahan bangun dari tidurnya, kepalanya terasa sangat berat. Ia melirik jam weker diatas meja samping tempat tidurnya. Matanya terbelalak melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul 06.30 pagi.
Ia bergegas bangkit dari tempat tidur."Sayang, kamu ko ga bangunin a-ku.." Nada suaranya melemah ketika ingat istrinya kini sedang tak bersamanya. Ia kembali terduduk lemas, diraihnya handphone dan menarikan jarinya diatas layar touchscreen itu mengirimkan sebuah pesan untuk istrinya.
"Pagi sayang, jangan lupa sarapan yah. Hari ini aku bangun kesiangan, ga ada yang bangunin aku lagi. Kamu jangan lama-lama yah nginep ditempat Mama. Aku bener-bener kesepian. Miss you"sending...
Beberapa menit tak juga ada balasan dari pesannya, ia membuang nafas pelan kemudian melempar asal handphone nya diatas tempat tidur.
------
"Ada masalah apa sih lo sampai ga pulang kerumah" tanya Chika sambil membawakan secangkir teh untuk Yuki yang sedang bertamu kerumahnya.
Chika perlahan duduk, nampak sedikit kesusahan karena perutnya yang nampak membesar. Tangannya ia gunakan untuk mengusap-usap panggulnya yang terasa panas, sebelah tangan lagi untuk mengusap-usap perut buncitnya.
Yuki tak menjawab pertanyaan CHIKA, ia malah tersenyum melihat sahabatnya, ia selalu takjub jika melihat ibu hamil.
Ia mendekati Chika dan duduk disampingnya, tangannya ikut mengusap-usap perut Chika yang membesar, terasa sangat keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Marriage Life
OverigCerita ini sequel alias Season 2 nya story yang sebelumnya "Perjuangan Cinta Kita" .. Yang belum baca "Perjuangan Cinta Kita" sebaiknya baca dulu biar ngerti alur ceritanya seperti apa. Dan bagi yang udah baca "Perjuangan Cinta Kita", I just wanna s...